Mohon tunggu...
Lia Melankolia
Lia Melankolia Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Tulis, tulis, dan tulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ki Hadjar Dewantara Inspirator Merdeka Belajar

31 Mei 2023   16:20 Diperbarui: 31 Mei 2023   16:25 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Pendidikan Nasional | Kompas.com

Ki Hadjar Dewantara sebagai sosok inspirasi Merdeka Belajar yang diprakarsa Kemendikbud Ristek RI. Hal ini karena sejalan dengan filosofi dari Bapak Pendidikan Nasional, yakni Jiwa Merdeka. Jiwa yang merdeka, meliputi: merdeka secara lahir dan bathin maupun tenaga. 

Ki Hadjar Dewantara berpendapat, bahwa: "Jika pendidikan adalah serangkaian proses untuk memanusiakan manusia." Beliau menggagas sistem among, yakni melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik. 

Seorang anak akan merasa terpaksa, jika tidak tahu alasan apa yang menyebabkan mereka harus melakukan perintah tersebut. Kemungkinan, tidak ada keselarasan dengan kebiasaan yang mereka lakukan. Paksaan menurut beliau akan menghambat kreativitas anak.

Seorang anak memiliki pemikiran tersendiri, yang terbentuk dari nature (kepribadian bawaan dari lahir) maupun nurture (pengalaman yang diperoleh). Disinilah letak keunikan dari setiap insan, yang membedakannya dengan insan yang lain. 

Gagasan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan melalui trisentris pendidikan. Trikonsentris pendidikan, yakni keluarga, perguruan, dan masyarakat. Tiga komponen ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lain. 

Tentunya sejalan dengan Semarak Merdeka Belajar yang melibatkan peran berbagai elemen masyarakat untuk bekal anak-anak bangsa di kemudian hari. 

Peran orangtua tidak kalah penting dengan guru, ketika mendampingi anak belajar di rumah.  Orangtua mendampingi dan mengayomi anak di rumah, kemudian berkolaborasi dan berkomunikasi secara berkelanjutan dengan guru. 

Ibu sedang membantu anaknya mengerjakan PR | Sumber foto: Pexels. com
Ibu sedang membantu anaknya mengerjakan PR | Sumber foto: Pexels. com

Seorang anak yang mampu mengekspresikan naluriah yang ia rasakan merupakan tindakan dari insan berjiwa merdeka. Meskipun tak jarang, ketika menyampaikan apa yang dirasakan kerapkali terjadi kontradiktif antara dirinya dan aturan yang telah ada. 

Contohnya, ekspresi anak kepada orangtua ketika tengah menghadapi PR dari gurunya di sekolah. Timbul pertanyaan dan pernyataan dari anak kepada orangtuanya dirumah, seperti:

Kenapa aku harus mengerjakan PR? 

Aku capek mengerjakan PR

PR dari sekolah susah, aku tidak bisa mengerjakannya

Pertanyaan dan pernyataan tersebut sebetulnya salah satu bagian dari tidak ingin didikte oleh pihak lain. Adanya pertanyaan dibenak anak bahwa ada yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya. 

Timbul jiwa kritis dalam anak, mengapa harus mengerjakan ini? dan apa dampak yang akan ditimbulkan dari aturan yang sudah ditetapkan itu? 

Disinilah peran orangtua sedang diuji, tentunya ini merupakan peran ganda yang tidak mudah, yaitu: mendampingi anak layaknya teman dan mengayomi yang merupakan tugas utama orangtua. 

Berikan pengertian kepada anak tentang PR, memang tidak mudah dan terdapat perjuangan yang harus dihadapi. Seperti peribahasa "Berakit-rakit kita ke hulu, Berenang-renang kita ketepian". 

Namun, ternyata mengerjakan PR bisa membantu untuk lebih memahami apa yang disukai. Belajar menulis dan membaca bisa membantu, untuk faham content yang ditonton dalam channel YouTube maupun TikTok. 

Pentingnya para orangtua untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Karena zaman dapat mempengaruhi minat dan bakat anak yang selalu dinamis. Disinilah letak esensi dari Kurikulum Merdeka, yang membantu anak untuk menemukan 'ruang' yang sudah disediakan kehidupan. 

Biografi Bapak Pendidikan Nasional

Tiga Serangkai, Ki Hadjar Dewantara sebelah kanan bawah | Sumber foto: Wikimedia Commons
Tiga Serangkai, Ki Hadjar Dewantara sebelah kanan bawah | Sumber foto: Wikimedia Commons

Ki Hadjar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Pakualaman, yogyakarta. Pada tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui, perayaan upacara dan berbagai lomba yang diadakannya di sekolah maupun perguruan tinggi. 

Hal ini bertujuan untuk mengenang jasa beliau terhadap dunia pendidikan Indonesia. Pada awal Kemerdekaan Indonesia setelah lepas dari cengkeraman Kolonialisme Belanda. Kemudian tentunya, spirit beliau bisa ditularkan kepada anak-anak bangsa untuk memajukan pendidikan bangsa dan memiliki jiwa Merdeka agar tidak didikte negara lain. 

Ki Hadjar Dewantara bernama R. M Soewardi Soerjaningrat merupakan keluarga keturunan bangsawan. Pada masa itu, tepatnya di tahun 1900-an, hanya kaum bangsawan yang diperbolehkan mengenyam pendidikan oleh Kolonial Belanda. 

Dikutip dari Kemdikbud, Ki Hadjar menempuh pendidikan di ELS (Eropeesche Legere School) selama 7 tahun. ELS merupakan sekolah dasar untuk anak-anak Eropa dan bangsawan Indonesia. Beliau juga sempat nyantri dengan kiai Sulaiman Zainuddin di kawasan Kalasan, Prambanan, Yogyakarta dan belajar ngaji sampai tuntas di pesantren kiai Sulaiman Zainuddin. 

Setelah lulus dari ELS, Ki Hadjar melanjutkan pendidikan ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yaitu sekolah khusus dokter pribumi di kota Batavia yang kini bernama Jakarta. 

Ada beberapa versi tentang pendidikan Ki Hadjar di STOVIA. Versi pertama, karena beliau sakit, sehingga tidak selesai menempuh pendidikan. Versi kedua, ada yang bilang Ki karena sering protes sehingga dia dikeluarkan. 

Setelah keluar dari STOVIA, Ki Hadjar Dewantara aktif menulis dan menjadi jurnalis. Pada tanggal 25 Desember 1912 bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo yang dikenal Tiga Serangkai membentuk Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 

Artikel berjudul "Als Ik Eens Nederlander Was" (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker bertepatan dengan ulang tahun Kolonial Belanda atas Perancis. Buntut dari tulisan tersebut Ki Hadjar dibuang ke negeri Belanda. 

Jika dilihat dari perjalanan yang sudah Ki Hadjar Dewantara lalui, meskipun beliau mendapatkan pendidikan modern ala Barat, tetapi Ki Hadjar Dewantara tetap sosok yang sederhana yang begitu dekat dengan rakyat. Beliau tidak melupakan jati dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia. 

Referensi:

Kemdikbud. 2021. Mengenal Sosok Ki Hadjar Dewantara. https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/mengenal-sosok-ki-hadjar-dewantara (Diakses pukul 12:30, 26 Mei 2023) 

Kemdikbud. 2022. Kurikulum Merdeka, Membangun Potensi Siswa Sesuai Fitrahnya. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/02/kurikulum-merdeka-membangun-potensi-siswa-sesuai-fitrahnya (Diakses pukul 10:00, 26 Mei 2023) 

Kompas. 2022. Begini Konsep Merdeka Belajar Menurut Ki Hajar Dewantara. https://www.kompas.com/edu/read/2022/05/08/052700471/begini-konsep-merdeka-belajar-menurut-ki-hajar-dewantara?amp=1&page=2.(Diakses pukul 09:34, 26 Mei 2023) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun