Mohon tunggu...
Kris Nugroho
Kris Nugroho Mohon Tunggu... -

Gerak, Suarakan, Ingatkan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kontroversial Kejaksaan

23 Juni 2014   18:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:33 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini saya mulai suka mengamati kinerja pemerintahan khususnya dibidang hukum. Banyaknya kasus korupsi yang terungkap membuat saya ingin mengetahui lebih dalam bagaimana sistem kerja para institusi keadilan di negara kita.

Bukan, saat ini saya bukan membahas bagaimana sistem kasus dimulai hingga diadilkan. Menurut saya sudah banyak yang membahas hal tersebut.

Beberapa saat yang lalu saya menemukan suatu nama yang cukup membuat penasaran, yaitu Juli Isnur.

Pada kasus IM2 Indosat yang lalu, Juli Isnur merupakan kejaksaan yang menerima kasus tersebut dari Denny AK Ketua LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI). Didalam kasus tersebut terdapat kejanggalaan yaitu Denny AK melaporkan kasus ini melalui Juli Isnur karena kedekatan mereka. Meski locus de licti-nya di Jakarta, laporan Denny AK tetap diproses, bahkan naik ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung. Dalam waktu cepat ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan. Bersamaan dengan itu, karir Juli Isnur naik ke Kejati Jabar, bahkan ke Kejaksaan Agung. Karena kasus ini, Juli naik pangkat sekaligus membawa perkara ini ke Kejaksaan Agung.
Dalam pengadilan tidak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang menguatkan tuduhan jaksa namun penuntut umum malah mengubah tuntutan. Hal ini mengindetifikasikan bahwa kejaksaan dari awal sudah melakukan kesalahan namun memaksakan agar masalah ini bisa dijadikan kasus pidana. Darisini saya bisa mengatakan kejaksaan, khususnya Juli Isnur memang sengaja untuk "mati-matian" berusaha agar IM2 benar-benar menjadi kasus hukum.

Mungkin timbul pertanyaan bisa saja ini hanya salah tafsir dan tidak bisa dijadikan alasan yang kuat bahwa ada kejanggalan dalam kejaksaan.

Saya awalnya juga beranggapan ini bisa saja hanya sekedar dikait-kaitkan. Namun setelah saya mencoba "googling" nama juli isnur malah banyak berita negatif tentang beliau.

Diantaranya Juli Isnur pernah tersangkut sejumlah kasus, seperti penggelapan Barang Bukti kayu jadi dan pengembalian uang terdakwa perkara lelang kayu jati di Kabupaten Muna Tahun 2003.

Bahkan  Kasat Reskrim Muna, Agus Sugiarso SIk, menyatakan siap memeriksa Juli Isnur SH, jaksa eksekutor BB kayu jadi dan pengembalian uang terdakwa perkara lelang kayu jati Muna Tahun 2003.

Namun hingga saat ini  jaksa Juli tidak pernah diberi sanksi malah mendapatkan promosi jabatan. Diindikasikan ada signal bahwa ia "menyetor" keatasannya agar karirnya mulus.

Tidak hanya itu, didalam kasus PLN, Juli Isnur kembali muncul dengan tindakan kontroversialnya. Juli Isnur sebagai penyidik kejaksaan tidak melakukan pemeriksaan dengan komprehensif. Ia menyelidiki PLTGU Belawan pada siang hari dimana pemakaian listrik hanya 123 watt.

Dengan acuan ini Kejagung menyatakan pengadaan LTE PLTGU ini tidak sesuai dengan prosedur dimana daya mampu minimal seharusnya 132 watt. padahal itu tidak benar dikarenakan beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagung bukan berasal dari hasil pengujian tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW di siang hari. Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak.

Dengan beberapa fakta diatas saya menangkap bahwa terlihat jelas indikasi bahwa kejaksaan khususnya Juli Isnur memang sengaja mencari-cari kesalahan pihak tertuduh. Ini dilakukannya jelas sekali untuk mendapatkan promosi jabatan lebih cepat ataupun dana "tidak jelas" yang menyokong beliau dibelakangnya.

Saya tidak mengatakan bahwa semua kejaksaan melakukan hal yang sama namun memang benar adanya oknum-oknum penegak keadilan yang bermain "nakal" untuk kepentingan pribadinya.

Semoga institut keadilan lebih profesional kedepannya dan diharapkan presiden berikutnya dapat menyikapi hal-hal kontroversial tersebut berada pada jalan yang semestinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun