Sebuah negara akan terus mengalami pembangunan dan masyarakatnya juga akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Dengan jumlah masyarakat yang meningkat tentu hal tersebut berbanding lurus dengan kebutuhan akan masyarakat tersebut yang juga akan semakin banyak. Makin ke sini kebutuhan manusia sebagai masyarakat terus berkembang. Kebutuhan tersebut meliputi banyak hal. Kebutuhan fisik dan non-fisik.
Kebutuhan fisik, seperti namanya yaitu kebutuhan yang fisik atau bentuknya nyata dan dapat dilihat. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu kebutuhan fisik yang ada.Â
Pembangunan infrastruktur  ini meliputi pembangunan jalan, gedung-gedung fasilitas masyarakat seperti sekolah, rumah sakit, gedung pemerintahan, dan lain-lain.Â
Air bersih, listrik, telekomunikasi, sampah, drainase, dan sanitasi juga merupakan kebutuhan infrastruktur dasar untuk menghidupi masyarakat di suatu negara.
Sedangkan kebutuhan non-fisik adalah kebutuhan yang tidak dapat dilihat fisik atau bentuknya. Kebutuhan ini biasanya lebih cenderung untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarat bukannya kuantitas.Â
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, pemerintah memberikan bantuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, pangan, dan subsidi untuk berbagai macam hal.
Semua kebutuhan-kebutuhan tersebut, baik fisik maupun non-fisik pastinya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Memenuhi segala kebutuhan yang ada bukanlah perkara yang mudah, terutama untuk negara dengan jumlah penduduk yang banyak, seperti Indoensia.Â
Pemerintah Indoenesia setidaknya sudah memiliki pengeluaran pasti yaitu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya. Untuk itu, pemerintah juga seharusnya memiliki pemasukan pasti agar pengeluaran yang dilakukan dapat seimbang dengan pendapatan yang dihasilkan.Â
Semua rencana keuangan negara ini diatur di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dana APBN ini berasal dari 3 sumber, yaitu penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah. Ketiga sumber tersebut yang menjadi penyokong belanja negara selama ini.
Pajak merupakan sumber terbesar dalam pendapatan negara. Â Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Â
Sumber pendapatan utama negara yang berasal dari pajak terbagi menjadi 7 sektor, yaitu, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, pajak perdagangan internasional serta bea masuk dan cukai.
Dengan begitu banyaknya pengalokasian dana pajak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maka kehadiran pajak ini sangat penting untuk sebuah negara.
Masyarakat seolah-olah tidak merasakan hasil dari pembayaran pajak yang mereka lakukan secara langsung karena memang pengalokasian dananya tidak hanya untuk infrastuktur yang dapat dilihat "mata" fisiknya.
Maka dari itu, masyarakat harus patuh pada peraturan pembayaran pajak. Namun yang terjadi saat ini adalah banyak oknum-oknum yang melakukan pelanggaran dan perbuatan illegal dengan melakukan penggelapan pajak atau tax evasion.Â
Tax evasion merupakan upaya yang dilakukan untuk menghindari pajak secara ilegal dengan tidak melaporkan penghasilan atau melaporkan tetapi bukan nilai penghasilan yang sebenarnya. Tentu hal tersebut merupakan tindakan illegal yang merugikan negara.Â
Di Indonesia sediri sudah banyak kasus penggelapan pajak ini dan nominal dana yang digelapkan bukan main-main, miliyaran bahkan triliyunan. Dana yang seharusnya digunakan untuk menyejahterakan banyak orang masuk secara cuma-cuma di kantong pribadi seseorang.
Penggelapan pajak berbeda halnya dengan penghindaran pajak. Penghindaran pajak atau tax avoidance merupakan upaya yang dilakukan untuk menghindari pajak (penghindaran pajak).Â
Secara lebih jelas, tax avoidance dapat didefinisikan sebagai suatu upaya mendeteksi celah dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan hingga ditemukan titik kelemahan dari perundangan tersebut yang memungkinkan untuk dilakukannya penghindaran pajak yang dapat menghemat besaran pajak yang dibayarkan.Â
Apabila dipandang dari sudut legalitasnya, tax avoidance merupakan tindakan legak, berbeda dengan tax envasion. Lalu, bagaimana bisa tindakan ini merupakan tindakan yang legal?Â
Dapat diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang memuat hukum tentang pajak merupakan produk hukum dan tidak semua prpduk hukum sempurna, masih ada grey area atau bagian abu-abu yang sering kali menjadi titik lemah dari peraturan perundang-undangan tersebut.Â
Meskipun hal ini merupakan tindakan yang legal, namun tetap saja akan lebih baik jika pajak dibayarkan secara tertib dan sesuai dengan prosedur yang berlaku tanpa menghurangi atau menghindarinya.
 Maka dari itu, tindak tegas pemerintah dalam menegakkan hukum akan pajak juga harus diimbangi dengan masyarakat yang harus sadar akan pembayaran pajak demi kesejahteraan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H