Tiada Cinta di kursi ini !, Begitulah kataku, semenjak engkau berkelana menuruti dirimu, semakin engkau menyiksa diriku dengan cintamu. Elia, dimana- mana kau, aku melihatmu, setelah kau enak duduk- duduk bermain candy crush, aku sibuk kau lupakan. Aku kelaparan menanggung cintamu yang kau tanggalkan.
Daerah- daerah yang kau beri cinta, dan aku yang mengantarkanya, engkau lupa. Janji manismu telah bertebaran, dan hati ini hanya menunggu engkau kembali, sebagai manusia biasa yang merasakan kehangatan itu.
Dalam proses menunggumu, aku rela menghibahkah diriku untuk bertani, berpindah- pindah kerja, menjadi karyawan biasa dengan upah yang minim, menjadi OB dalam sebuah institusi, dengan waktu yang selesai untuk menunggu cinta kita ini.
Sementara engkau Elia, malah kesana kemari keluar negeri, entah mencari apa, engkau sibuk dengan kolegamu yang memakai jaket kulit yang terbuat dari merek ternama. Sementara bajuku adalah baju yang kau beri konon dengan  cintamu, baju yang lusuh dibuat kerja, hanya untuk menunggu cintamu.
Dulu !, Engkau pernah memberiku uang untuk kita jalan bersama, menikmati waktu yang terkapar nasib tak menentu. Tetapi kini engkau malah terkadang melupakanku, sibuk tertidur di kursi indahmu. Juga dengan hotel berbintang lima, mobil- mobil lambo sampai avanza, makanan steak  wagyu a5. Sementara aku pun tidur tak menentu dimana, kadang diatas kardus, di pinggir jalan, atau dibawah kolong jembatan.
Makananku pun seadanya, dari tempe yang sudah basi, dari sayur- sayur yang di masak menjadi sup, membeli ayam pun tak selalu, bahkan ada beras pun aku bersyukur.
Aku bertanya di kursimu ada cintaku? Atau hanya sekedar kenikmatan?, Bagiku kebahagiaan bukan kenikmatan sensual seperti itu, Epicurus pernah mengatakan kepadaku, ketika aku berjalan- jalan dengan apa adanya, bertemu dengan buku yang berjudul "Epicurus dan Stoa", ia mengatakan bahwa kebahagiaan itu memang  dari kenikmatan, tapi bukan sensual/ fisik tetapi yang mencukupkan.
Apakah kau tidak cukup dengan cintaku?, Setiap hari aku membayar pajak, agar bisa bertemu denganmu, tetapi engkau malah berpaling muka, membuang cinta ini dalam keadaan yang hina. Di kuburnya cinta ini dalam lumpur hisap yang menenggelamkan.
Tiada Cinta di kursi ini !, Lihatlah kolegamu Elia, ia dicari kesana kemari, hanya terkait uang- uang- uang. Sementara cinta tidak terkait dengan uang, tapi waktu dan pertemuan, pernah kah kau berpikir untuk meluangkan waktu untukku?
Terus terang aku sedikit jenuh, menunggu sesuatu yang tidak pasti. Yakni mengafirmasi cinta kita. Menjadi suatu kenangan yang berharga sampai kita tua. Aku menunggumu dengan seluruh doaku, semoga engkau baik- baik saja, kembali kepada kepangkuanku dengan sehat wal afiat.