Pagi itu, kau terlalu lelah menabur kata pada masyarakat yang apatis, tubuhmu hangat selalu, sampai memuai perlawanan kepada tiap diri yang suka menjangkiti, seperti nyamuk yang hinggap sesukanya dan menghisap darah. Kau benci itu!
Ninik, yang kecil suka mencuri- curi kata yang hilang, bahkan kau yang menghilangkanya. Enggan kembali sebagai simfoni, tubuhmu selalu terbakar kepalamu berasap-asap. Tetapi kamar tidurmu sangat gemulai, dingin, menggerogoti, mampus kau di koyak-koyak sepi.
Dosamu belum usai, mereka terus membaca matamu, yang tak berhenti melawan mata-mata kecurigaan, mengais makanan dari sisa-sia air liurmu. Memuntahkan minyak yang membakar markas para penjangkit yang hinggap di tubuh-tubuh yang terkulai lemas oleh matahari, sawah, laut, kebun, pabrik.
Binatang jalang selalu berteman dengan paus puisi, merajut kata di antara mati suri, yang selalu berteriak di jalanan. Menyusuri cinta yang hilang dilahap penindasan. "Tak Sepadan", mencari rindu yang abu-abu, langit-langit yang membara, merindukan keorisinilan tanah syurga.
Apa yang dirindukan si binatang itu, ia telah terkubur dalam bait-bait kesedihan yang mendalam, ia mati tak punya teman, hidupnya tak tenang selalu dirayakan.
Pada kesepian ia selalu mencari teman, meninung anggur yang menganggur, melayat luka yang tiada habisnya. "Do'a", dalam sepi ia menjadi-jadi, bagai wisatawan asing di negeri sendiri, mengunjungi kata, yang selalu diajak bersenggama.
Ada binatang jalang kesepian, melihat awan yang berjalan perlahan, ada gemulai pohon berdendang, ada cinta yang selalu mengajak berperang. Hari-hari penuh tragis, imannya kian menipis, dibantai kefanatikan absolutis.
Malam-malam mulai mengganggu pemakamannya, kata-kata tak lelah berhenti dibacakan. Dalam sepiku, ia berubah menjadi kesedihan, pelacur-pelacur air mata yang terus bercucur. Sepi kian tragis, binatang jalang dalam kesendirian melankolis.
Surat-surat sepi bertebaran, menyaksikan manusia palsu dengan kebahagiaan. Ada luka yang tak terobati, binatang jalang, kau terkenal, tapi sepi dan sunyi. Tragis sekali.
Cinta yang terawat dalam kata, hanya kiasan-kiasan si pemberani tak bermakna, melawan yang tak mereka tahu. Bahwasanya kau sudah, sering dimadu, oleh rasa dan cinta.