Tidak enak menjadi diriku, tetapi aku ingin mencari ilmu selain yang ada di buku. Memang aku seorang mahasoswa kritis, tetapi atas nama ego, mereka selalu salah memahamiku. Menilai hanya dari covernya saja.
Barangkali memang benar, tidak ngapain- ngapain ada benarnya. Menyingkirkan batu, berjalan tanpa arah, tidur di fumah Tuhan dan sendirian. Atau memancing melihat air yang mengalir dengan tulus tanpa meminta tuntutan. Mereka semua alam semesta berisik dan selalu menasehati kita.
Bahwa kehidupan itu, adalah interaksi dengan segala hal. Agar hikmah selalu ada untuk orang- orang yang kehilangan arah. Bagaimana kita bisa mempercayai orang lain?, Bila tidak pernah melihat kebaikanya?.
Hari- hari setelah melamun, aku lebih sering tidur di pom bensin sendirian, mencari makna yang terlalu berubah- ubah. Berjalan kesana kemari hanya untuk menuruti hasrat.
Aku mencari Tuhan yang hilang dari dalam diriku, aku mencari guru yang bisa mengarahkanku. Dimana dia?, Mungkin ada dalam minuman anggur, atau uang.
Aku membersihkan sampah- sampah di jalan sendirian. Kucing lewat ku beri makan. Orang gila di pinggiran ku ajak bicara, sudah lama aku meninggalkan rumah ku sebenarnya. Yang berada di daerah kemuningan. Pendidikan ku tinggalkan karena banyak beban tugas- tugas saja, tidak pernah mencerahkan.
Menjadi mahasiswa yang terpinggirkan dan hilang dengan kekosongan. Bingung, bingung, bingung mau kemana?, Studi ku tidak serius, organisasiku ku tinggal tanpa tanggung jawab moral. Mau kemana hidup ini akan dibawa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H