Mohon tunggu...
krisna nuryanta
krisna nuryanta Mohon Tunggu... -

merdeka raya, independen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perangkap Kredit Sepada Motor

21 Mei 2014   19:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:16 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekilas membeli sepeda motor dengan cara kredit merupakan hal yang biasa saja dan wajar-wajar saja, apalagi bagi mereka yang memiliki penghasilan kecil dan tidak pasti. Bagi mereka kredit sangat membantu dan ini merupakan kemudahan, karena mereka merasa tidak akan bisa memiliki sepeda motor baru jika untuk membelinya harus dibayar tunai. Namun jika kita amati lebih jauh, kredit tak ubahnya seperti perangkap bagi para konsumen khususnya mereka yang berpenghasilan kecil dan tidak pasti. Ini adalah jaring pasar yang mengerangkeng kesempatan yang dimiliki seseorang untuk bisa meraih kehidupan yang lebih baik. Sehingga orang kehilangan kesempatan untuk meningkatkan taraf kehidupannya, kebanyakan mereka adalah para pekerja buruh yang memiliki gengsi besar ingin dipandang wah dan sebagainya.

Pertama, seseorang yang bekerja sebagai buruh baik yang menjadi karyawan tetap maupun yang bekerja serabutan dengan penghasilan yang kecil, penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Tetapi mungkin karena efek dari industrialisasi di berbagai bidang kehidupan, mereka menganggap bahwa memiliki barang-barang mewah dan terbaru merupakan suatu hal yang baik. Salah satu contohnya adalah kepemilikan sepeda motor. Mereka rela untuk menahan diri untuk menggunakan uang hasil jerih payahnya, uang tersebut sebagian ditabung. Setelah terkumpul beberapa bulan/ beberapa tahun kemudian uang ini mereka bawa  untuk diserahkan ke dealer motor sebagai uang DP. Ini adalah hal yang sangat membanggakan dan memuaskan bagi mereka. Bisa membeli sepeda motor baru dari hasil keringat sendiri, bahkan di kalangan masyarakat ada yang menganggap bahwa ini adalah prestasi. Tetapi dibalik yang kelihatan itu apakah mereka sadar bahwa sesunggungnya meraka berjuang bekerja keras, merelakan waktu, tenaga, fikiran mereka untuk orang lain, untuk menambah devisa negera lain. Bukankah semua produk sepeda motor yang ada di negeri ini adalah barang impor semua?

Kedua, setelah uang DP di serahkan maka mereka telah melilitkan diri pada perjanjian yang menyatakan bahwa selama beberapa tahun kedepan mereka siap dengan penuh tanggung jawab akan bekerja keras yang hasilnya sebagian diserahkan untuk mencicil setiap bulannya. Karena jika mereka tidak melakukan pembayaran uang cicilan maka sepeda motor yang meraka bawa pulang terancam ditarik kembali. Secara tidak langsung mau tidak mau, suka tidak suka, mereka telah memasrahkan dirinya untuk bekerja mencarikan uang untuk orang lain, untuk negara lain. Uang cicilan tersebut kemungkinan belum ada, kemudian mereka bekerja untuk mencari uang. Setelah uang mereka dapat. Mereka serahkan untuk membayar cicilan tiap bulannya. Bukankah itu berarti mereka bekerja mencari uang untuk diserahkan pada orang lain?

Ketiga, jika kita hitung-hitung uang yang mereka gunakan untuk membeli sepeda motor ini, totalnya cukup untuk melanjutkan pendidikan mereka, baik bagi mereka yang lulusan SMP ke SMA, bahkan bagi mereka yang mau melanjutkan ke perguruan tinggi. Pendidikan memang bukan satu-satunya jalan untuk meningkatkan taraf kehidupan, tetapi berbagai ahli khususnya ahli ilmu sosial sepakat bahwa lewat jalur pendidikanlah cara yang paling efektif untuk melaksanakan mobilitas klas sosial dan meningkatkan taraf kehidupan. Coba bayangkan jika uang yang mereka cari dengan kerja keras digunakan untuk biaya pendidikan. Secara langsung mereka memang tidak merasakan dampaknya, lain halnya jika mereka gunakan tuk membeli barang, maka dampaknya akan sangat terasa. Tetapi coba kita bayangkan lagi jika mereka sekolah dan berhasil, mereka bisa mendapat pekerjaan yang bergengsi dan berpenghasilan cukup. Jangankan sepeda motor, mobil, bahkan rumah pun dapat mereka beli. Bukankan ini merupakan potensi untuk naik kelas sosial dan meningkatkan kesejahteraan?

Ini adalah sedikit uraian yang dapat kita kupas dari pembelian sepeda motor secara kredit, mungkin masih bnyak hal yang belum terungkap. Bukankah ada pepatah yang berbunyi ,’’berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian’’. Mari kita belajar menahan diri dan bersabar. Jika ingin membeli suatu barang disesuaikan dengan keadaan, jangan sampai menimbulkan beban di kemudian hari. Yang tidak kalah pentingnya adalah orientasi pada fungsi bukan pada gengsi. Jangan sampai saudara-saudara kita yang sudah susah hidupnya, termakan oleh perangkap yang mengiming-imingi kemewahan dan kemudahan. Tetapi itu sesungguhnya hanyalah perangkap yang akan menyandera hidup mereka, sehingga mereka gagal dalam mobilitas sosial dan tetap berada dalam garis kemiskinan. Mereka bekerja mati-matian tetapi yang menikmati hasilnya adalah negara lain. Kita harus ubah cara pandang kita dari yang bersifat material, dan yang peting hari ini ke cara pandang yang berorientasi pada masa depan dan bersifat visioner.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun