Benar dan Salah adalah hal yang sangat sering digunakan untuk menjawab suatu persoalan. Padahal benar dan salah sangat bersifat subjektif. Subjektif sendiri yaitu keadaan dimana hal itu bersifat relatif. Yang dimaksud dari relatif yaitu keadaan dimana menurutku benar, tetapi menurutmu salah, dan begitupula sebaliknya.
Penggunaan benar dan salah seolah-olah bisa menyelesaikan permasalahan. Hal ini justru malah berimbas kepada orang yang disalahkan. Karena orang tersebut akan merasa rendah, dan yang dirasa benar akan merasa tinggi derajatnya. Misalnya ketika kita bermain game. Ada suatu kondisi dimana kita mengalami kekalahan. Lalu teman kita tidak terima karena kita melakukan sesuatu yang berlawanan dengannya. Ia mengatakan bahwa tindakan kita ini salah, seharusnya jangan begitu. Padahal kita melakukan hal itu karena kita memiliki latar belakang kita sendiri. Nah, dari situ kita tahu bahwa ia merasa dirinya benar dan kita salah. Sedangkan kita sendiri merasa kita sudah benar dalam mengambil tindakan.
Entah kenapa kebanyakan orang menjunjung tinggi kedaulatan benar dan salahnya sesuatu. Padahal benar dan salah itu bisa membuat perpecahan diantara masing-masing individu. Alangkah baiknya kita berpikir bahwa mereka melakukan sesuatu sudah berlandaskan alasan kenapa ia melakukan itu. Selain tidak memecah belah persatuan, kita juga melatih diri kita untuk introspeksi diri terlebih dahulu. Jika memang sudah dirasa mereka salah, sebaiknya kita mengingatkannya dan menunjukkan kepada apa yang benar. Kita tidak perlu memarahinya dengan seolah-olah kita merasa lebih dari mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H