Salah satu negara maju di dunia ialah Jepang. Terdapat kisah yang menarik ketika Jepang diserang menggunakan bom atom oleh Sekutu di Hiroshima dan Nagasaki. Kaisar Hirohito, pemimpin Jepang kala itu, bertanya, “Berapa jumlah guru yang tersisa?”. Pertanyaan tersebut seolah mencoba tidak menghiraukan keadaan militer Jepang saat itu. Namun, pertanyaan tersebut menjadi pemantik dalam kebangkitan Jepang menuju negara maju. Saat itu, Kaisar Hirohito mengumpulkan sekitar 45.000 guru yang tersisa. Kaisar memberikan arahan kepada para guru bahwa Jepang mengandalkan mereka agar bisa bangkit dari kehancuran. Akhirnya, Jepang dapat bangkit dan menjadi negara maju hingga saat ini dalam kurun waktu 20 tahun.
Penggalan kisah di atas menggambarkan betapa pentingnya pendidikan bagi sebuah bangsa. Hal tersebut sejalan dengan salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalimat ini menjadi semangat utama dalam berbagai upaya penyediaan pendidikan di Indonesia. Dengan adanya visi cemerlang itu, diperlukan pendanaan yang memadai agar pendidikan dapat terlaksana. Oleh karena itu, penerimaan perpajakan menjadi instrumen pendanaan yang tepat bagi sektor pendidikan dan menjadi kunci utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat (4), negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Maka, mandatory spending (belanja wajib) untuk pendidikan terus berjalan hingga sekarang. Ketika terjadi perubahan APBN, alokasi anggaran pendidikan akan selalu menyesuaikan. Alokasi anggaran pendidikan untuk APBN 2024 ialah sebesar 665 triliun rupiah sedangkan anggaran belanja negara tahun 2024 ialah sebesar 3,3 kuadriliun rupiah. Nominal tersebut sudah sejalan dengan amanat UUD 1945 yang mewajibkan dana pendidikan teralokasi minimum sebesar 20% dalam APBN. Selain itu, nominal tersebut telah dituangkan secara jelas dalam Perpres Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2024.
Melalui alokasi yang telah diberikan, pajak memainkan peran yang penting dalam mendukung sektor pendidikan. Berikut adalah peran pajak bagi sektor pendidikan secara holistik.
Pajak untuk Pemerataan Pendidikan
Salah satu fungsi pajak ialah redistribusi pendapatan. Artinya, pajak dapat menjadi instrumen pendistribusian kembali pendapatan masyarakat yang lebih kaya kepada masyarakat yang kurang mampu secara tidak langsung. Dengan adanya mandatory spending 20% dari APBN untuk pendidikan, pemerintah terus menggencarkan berbagai pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Harapannya, kebutuhan terhadap pendidikan yang layak bagi seluruh insan dapat terpenuhi dan sudah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diberikan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Terlebih lagi, Indonesia digadang-gadang akan memiliki bonus demografi ketika genap merdeka 100 tahun pada tahun 2045. Maka, pajak dapat memberikan pemerataan akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia sehingga dapat menggerakkan roda pembangunan nasional.
Pajak untuk Kemudahan Pendidikan
Pajak tidak hanya terbatas pada fungsi redistribusi pendapatan, tetapi juga mencakup fungsi regulerend (mengatur). Dengan fungsi ini, pajak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Salah satu tujuannya ialah kemudahan pendidikan. Bentuk kemudahan tersebut tercermin dalam berbagai regulasi yang telah diterapkan pemerintah bagi sektor pendidikan. Misalnya, hingga saat ini jasa pendidikan termasuk jasa yang tidak dipungut PPN sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Selain itu, beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu tidak termasuk objek PPh sesuai dengan UU PPh terbaru pasal 4 ayat (3). Contoh lainnya adalah biaya berupa sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan untuk penelitian dan pengembangan di Indonesia, dan biaya beasiswa, magang, serta pelatihan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto bagi WP dalam negeri dan BUT. Regulasi tersebut tercantum dalam UU PPh terbaru pasal 6 ayat (1).
Pajak untuk Investasi Pendidikan
Selain meratakan dan memberikan kemudahan pendidikan, pajak juga dapat menopang investasi pendidikan di Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan adanya LPDP sebagai sebuah satker yang mengelola dana abadi di sektor pendidikan. Dana abadi di bidang pendidikan tahun anggaran 2024 telah dianggarkan sebesar 25 triliun rupiah. Dana abadi ini telah dikelola sejak tahun 2010 sebagai pendanaan beasiswa. Selain LPDP, Kemendikbudristek juga telah menggencarkan program IISMA sebagai wadah pertukaran pelajar untuk melaksanakan studi di luar negeri dalam periode tertentu.