Mohon tunggu...
Ni Wayan Krisna Dewi
Ni Wayan Krisna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang masih belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mbok Ayu untuk Jaya

19 April 2023   16:34 Diperbarui: 19 April 2023   17:27 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : pribadi dari desain Canva.com

Jaya tidak bisa berhenti menangis sesenggukan ketika si jago merah melalap tubuh kaku Ayu, kakak kandungnya. Dengan cuaca sedikit gerimis, iringan klentangan khas Bali dan suasana hiruk pikuk kerabat yang hilir mudik mempersiapkan upacara pengabenan terakhir untuk Ayu tidak mengindahkan Jaya untuk tetap berada di dekat pemuunan tempat sang kakak terbaring dan terlalap jago merah. Air matanya mengalahkan gerimis yang membasahi wajahnya. Tak ada sedikitpun niat untuk menenangkan orang tuanya yang juga menangis tersedu sampai berujung ketidaksadaran Sari, Ibu Ayu dan Jaya.

Lahir sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara membuat Jaya sangatlah manja. Namun keadaan orang tuanya yang paruh baya dan lebih sering menghabiskan waktu dengan gadget dan kesenangan mereka masing-masing membuat Jaya jauh dari yang namanya perhatian orang tua. Jaya sedari kecil diasuh oleh kakak kandung yang terpaut 5 tahun jaraknya bernama Ayu, atau sering Jaya panggil sebagai Mbok Ayu.

Mata masih berkaca-kaca namun pantulan bara api masih menyala seolah tak surut mengeringkan air mata itu. Teringat kembali saat Jaya tidak mendapatkan mainan yang diinginkan lalu dengan membabi buta memukul dan menjambak Ayu, namun Ayu diam saja karena takut dimarahi oleh orang tuanya. Saat itu Jaya masih TK dan Ayu sudah kelas 5 SD. Perlakuan yang sama terus Jaya lakukan kepada Ayu sampai Ayu kehilangan batas kesabaran dan membalas Jaya dengan tamparan di pipinya sambil menangis. 

Ranu, kakak sulungnya yang sedang libur bekerja dengan tampang malasnya ketika mendengar anak kecil menangis melempar sandal ke arah Ayu seraya meneriaki ayu sebuah kalimat yang menyakitkan., "Dasar lemah. Kamu lemah dan tidak pantas menjadi kakak!". Ayu yang masih sesenggukan kembali dijitak oleh ayahnya, "Kamu harus ngalah dengan adik!" bentak Ayahnya. Sedangkan Ibunya dalam kamar asyik bergunjing dengan temannya via telepon. Ayu tidak mendapat dukungan apapun. Dia hanya menangis bergetar sambil berkata "Maaf."

"Mbok Ayu, maafkan saya." Lirih Jaya memandangi sebagian besar tubuh kakaknya menjadi debu namun api masih menyala. "Mbok Ayu, jika saya bisa mengulang kembali, saya ingin membahagiakan Mbok yang sangat luar biasa mengasuh saya sampai seperti ini. Maaf Mbok, maafkan saya." Jaya tidak bisa lagi menahan tubuh tegaknya yang sedari tadi berdiri tegak. Dia membungkuk kemudian berjongkok menangis sekeras-kerasnya.

                Sekali lagi, tidak ada yang peduli. Orang tuanya terlalu larut dalam kesedihan dan penyesalannya. Kerabat sibuk dengan detail upacara nganyud yang akan dilakukan setelah keseluruhan jasad Ayu menjadi abu.        

****       

                "Jaya, sini makan dulu." Perintah Ayu lembut sambil menyodorkan tangan berisi sesuap nasi. Pakaian mereka sudah merah putih. Jaya kelas 1 sedangkan Ayu kelas 6 SD.

                "Tidak mau. Jaya bosan dengan menu telur ceplok saja." Pungkasnya

                "Ibu tidak masak, jadi Mbok buatin ini saja. Ini aja yang Mbok bisa. Jaya mau ya makan. Tadi ada PR kan? Kita buat sama-sama ya." Bujuk Ayu yang diikuti oleh suapan demi suapan Jaya.

                "Jaya, pakaianmu sudah Mbok setrika."

                "Jaya, kamu mencuri uang Mbok ya? Kok tidak ada? Sini kembalikan."

                "Jaya, berhenti main! Belajar dulu!"

                "Ibu, dimana ini? Ayu sama Jaya belum makan? Bapak tidak ada. Ibu dimana? Tidak pulang malam ini?"

                "Kak Ranu, bagaimana ini? Ibu sama Bapak berantem lagi. Mereka sama-sama pergi. Kebetulan berasnya habis. Ayu tidak bisa masakin buat Jaya. Kami belum makan." Telepon yang dibalas dengan bentakan "Minta dulu sama Bu Tirta. Dasar bodoh, tidak punya inisiatif!"

                Malam-malam Ayu mendatangi rumah Bu Tirta meminta 2 bungkus nasi. Bu Tirta yang merupakan tetangga sebelah rumah Ayu merasa kasihan dan mengundang mereka untuk menginap saja di rumahnya. Ada rasa teduh di rumah Bu Tirta. Namun ini bukanlah rumahnya. Dia harus tetap kembali ke rumahnya.

                Ayu selalu ada menemani Jaya baik sebagai teman bermain, teman belajar, sekaligus seorang Ibu yang mengurus semua keperluan Jaya. Jaya yang semakin dewasa semakin paham bahwa yang dia punya dan sosok inspirasinya adalah kakaknya sendiri.

                "Mbok Ayu senang deh Jaya dapat di SMP tempat Mbok dulu. Rajin belajar ya. Kalau diajar sama Bu May, bilang Jaya adiknya Mbok Ayu." Katanya dengan wajah berbinar

                "Dih sok terkenal." Sahut Jaya senyum namun dalam hati tersenyum karena ada kakak dan orang-orang sekitar kakaknya yang siap melindunginya.

                Ayu tamat SMA dan tidak ingin melanjutkan sekolahnya. Ayahnya bersikeras kalau anak perempuan tidak perlu belajar terlalu tinggi. Cukup Ranu dan Jaya saja. Ayu memutuskan untuk bekerja di mini mart kecil di daerahnya dengan penghasilan UMR. Tentunya uang itu digunakan untuk dirinya sendiri dan keperluan Jaya. Perlu diketahui bahwa orang tua Jaya hanya memberikan uang jajan sehari-hari saja tanpa ada uang tambahan karena mereka berpikir mengajarkan anak menjadi hemat akan bagus untuk masa depan. Semua baju yang mereka miliki adalah sumbangan dari saudara-saudaranya yang kebetulan mempunyai ekonomi lebih bagus dari mereka. Sangat jarang mereka membeli baju baru, kecuali baju sekolah dan disebabkan oleh baju yang robek.

                "Mbok, ini Jaya, Jaya pakai hp teman. PR matematikanya Jaya ketinggalan. Gurunya Pak Satya lagi. Killer banget. Bawain sini ya Mbok. Lagi 10 menit sudah jamnya."

                "Mbok mau berangkat kerja nih." Jaya mendengar jelas Ayu sangat sibuk menyiapkan dirinya sampai menjatuhkan sesuatu yang sampai sekarang Jaya tidak tahu.

                "Cepat Mbok! Bentar aja. Jaya takut dihukum."

                "Iya iya ah. Ada aja bocil satu ini. Lain kali ingat apa keperluannya. Sekali-sekali jadi mandiri. Jangan tergantung Mbok aja. Mbok capek tahu."

                Nyatanya Jaya dihukum Pak Satya. Kabar dari Ayu pun tidak didapatkan. Sampai di rumah, suasana sangat ramai dan ada Ayu terbaring kaku dengan luka-luka di kepalanya.

****

Jaya terbangun dari ketidaksadarannya. Kerabatnya membopong dia ke tempat yang lebih teduh. Dalam ketidaksadarannya, dia mengingat semua hal tentang kakaknya. Kalimat terakhir yang diucapkan kakaknya bergema di otaknya. Jaya kembali bangkit. Dia turut memunguti sisa-sisa tulang untuk diupacarai selanjutnya. Jaya turut ngereka, membentuk sisa tulang dan abu dari jasad yang sudah dibakar menjadi bentuk manusia dan diupacarai, kemudian dilanjutkan prosesi nganyud.

Jaya menjadi orang di depan yang membopong jempana, sebuah tempat berbentuk singgasana tempat bebantenan dan hasil ngereka itu berada dan kemudian dilebur dalam sejuknya air sungai di desanya.

"Mbok Ayu, kamu mungkin belum menjadi seorang Ibu sungguhan, dan saya pun tidak akan pernah menyayangi keponakan saya yang lahir dari rahimmu. Namun sungguh, saya sangat menyayangimu. Saya akan merubah semua. Mungkin di kehidupan ini, kita sebagian besar menjalani sisi gelap, namun sisi terangmu selalu mendominasi. Mbok Ayu, sekarang Mbok sudah berenang kan, hati-hati ya karena kamu tidak pernah mandi di sungai. Sebagian debumu sudah berbaur dengan angin. Lihat-lihat adikmu dari sana. 

Kamu adalah sosok perempuan hebat. Memberikan penerangan untuk adikmu yang manja ini. Selamat tinggal. Tunggu saya ya. Saya akan baik-baik saja. Saya akan hidup sampai tua. Mungkin saat kita bertemu nanti, justru wajah saya yang terlihat lebih tua dan kamu tetaplah remaja yang kuat dan sedikit cantik. Selamat Hari Kartini perempuan hebatku." Tutup Jaya yang kala upacara pengabenan Ayu merupakan tanggal 21 April.

Bio penulis :

Saya Ni Wayan Krisna Dewi. Saya ingin jadi penulis, namun baru belajar menulis. Hobi saya membaca novel, nonton film dan tentunya ngajak anak bermain. Semoga alur cerita ini dapat diterima.

Foto pribadi
Foto pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun