b. Partisipasi dalam Aksi Sosial: Pendidikan kewarganegaraan mendorong partisipasi aktif dalam perubahan sosial yang terstruktur. Ini bisa merangsang beberapa anggota komunitas punk untuk terlibat dalam aksi-aksi sosial atau politik, meskipun pendekatan dan tindakan mereka mungkin berbeda dan lebih kontroversial dari apa yang diajarkan secara formal.
c. Penggunaan Pengetahuan dan Keterampilan: Prinsip-prinsip yang dipelajari melalui pendidikan kewarganegaraan, seperti kemampuan berargumentasi, mengekspresikan pendapat dengan sopan, dan menemukan solusi kolaboratif, mungkin memengaruhi cara komunitas punk berpartisipasi dalam aktivisme. Mereka mungkin menggunakan pengetahuan ini untuk menyuarakan pandangan mereka dengan lebih terorganisir atau strategis.
d. Kritik terhadap Sistem: Meskipun bisa saja terjadi, komunitas punk cenderung menunjukkan oposisi terhadap struktur dan norma sosial yang ada. Mereka mungkin merespons pendidikan kewarganegaraan dengan sikap kritis terhadap aspek-aspek sistem yang dianggap tidak adil atau membatasi kebebasan individu.
Meskipun pendidikan kewarganegaraan dapat memberikan dasar pemahaman dan pemikiran bagi aktivisme, komunitas punk sering menghadapi konflik dan ketegangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh pendidikan formal ini. Mereka seringkali mengekspresikan aktivisme mereka melalui cara yang lebih radikal atau menantang, yang mungkin tidak selalu sejalan dengan pendekatan yang diajarkan dalam pendidikan kewarganegaraan.
Kresno Abdillah
Dosen pengampu : dr. Wahidullah, S.H.I., M.H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H