Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Freelancer Writer, Indonesian Blogger

Observer of Social Interaction, Catechist in the Parish.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Disabilitas dan Inklusi: Mewujudkan Ruang yang Ramah Bagi Semua

30 Januari 2025   19:43 Diperbarui: 30 Januari 2025   20:19 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, saya dan beberapa rekan penyuluh berkesempatan mengikuti dialog interaktif bersama umat disabilitas atau difabel. Mereka merupakan teman-teman tuli atau tuna rungu, tuna netra, dan tuna daksa dari komunitas disabilitas di Rawamangun, Matraman, Cililitan, Cengkareng, dan Grogol.

Turut hadir dalam dialog ini sebagai pembicara adalah Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Agama Katolik Kementerian Agama Kantor Wilayah Jakarta Timur (Bapak Anton Sinaga), Direktur Pelayanan HAM Kementerian Hak Asasi Manusia (Dr. Osbin Samosir), dan Vikep Kategorial KAJ (Romo Edi Mulyono SJ).

Dialog interaktif tersebut dikemas dalam bentuk Diskusi Pemenuhan Hak Keagamaan dan Peribadatan Katolik yang Ramah Disabilitas bertempat di kantor Komisi Disabilitas Nasional, Jakarta, 30 Januari 2025. Dalam diskusi tersebut dibahas mengenai disabilitas dan inklusi yang merupakan topik penting dan berkaitan dengan upaya menciptakan ruang yang ramah bagi penyandang disabilitas.

Baca juga: Imlek, Perjalanan Budaya Mempertahankan Tradisi di Era Modernisasi

Upaya Pemerintah dan Masyarakat

Dr. Osbin Samosir menekankan peran penting pemerintah dalam hal ini Kementerian Hak Asasi Manusia dalam mengambil langkah-langkah yang mendukung inklusi disabilitas melalui undang-undang dan kebijakan yang menjamin hak-hak penyandang disabilitas.
Implementasi kebijakan ini perlu ditingkatkan dengan melibatkan lebih banyak pihak dan masyarakat termasuk Gereja dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi penyandang disabilitas.

Spiritualitas Pelayanan Disabilitas

Romo Edi Mulyono, SJ mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan dasar dalam konteks Hak Asasi Manusia yang meliputi: sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi, pendidikan, dan beribadah.

Lebih lanjut Romo Edi menyampaikan makna kisah penciptaan dalam Alkitab, yaitu Kitab Kejadian dimana Allah beristirahat pada hari ketujuh. Hari ketujuh dalam kisah penciptaan tersebut secara tersirat menegaskan manusia agar tidak diperbudak atau memperbudak diri karena pekerjaan. 

Pada momen itulah manusia melaksanakan tugasnya yaitu memuliakan Penciptanya. Dalam rangka tugas itu pula umat/komunitas kategorial bersama pastor parokinya dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hak asasi umatnya.

Romo Edi memberi contoh salah satu komunitas Deus Caritas Es yang melatih umat tuna daksa dan tuli untuk membuat berbagai asesoris. Hasil karya umat disabilitas itu dapat digunakan untuk memenuhi keperluan umat disabilitas tersebut.

Ilustrasi penyajian materi diskusi. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ilustrasi penyajian materi diskusi. (Sumber: dokumentasi penulis)

Pentingnya Mewujudkan Ruang Inklusif

Bapak Anton Sinaga mengatakan bahwa umat Katolik di paroki hendaknya berusaha untuk menyediakan infrastruktur dan layanan yang dapat mendukung partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam berbagai aspek peribadatan.

Bapak Anton Sinaga mengutip salah satu ayat dalam Kitab Kejadian 1 ayat 21 bahwa Allah menciptakan manusia menurut rupa-Nya. Kutipan ini menegaskan bahwa tidaklah cukup mencaritau mengapa seseorang menderita disabilitas.

Dengan titik berangkat itu kiranya orang dapat membangun cara pandang dan sikap yang lebih positif terhadap saudara-saudari penyandang disabilitas. Hal itu diwujudkan dengan  mewujudkan ruang yang ramah bagi teman-teman disabilitas.

Lebih lanjut, Bapak Anton Sinaga menyampaikan Keputusan Direktur Jenderal Bimas Katolik, Kementerian Agama Nomor 199 Tahun 2022 tentang standar rumah ibadah Katolik yang ramah disabilitas.

Baca juga: Makan Dengan Tangan: Menggenggam Rasa, Menuai Sensasi

Standar rumah ibadah itu meliputi fasilitas gereja utk disabilitas seperti: kursi roda, parkir khusus, jalur pedestarian bagi tuna netra, tangga, jalur kursi roda (ramp), toilet khusus, pintu masuk khusus, kursi prioritas, dan sarana penunjang lainnya.
Selain itu, perlu memastikan ketersediaan Kitab Suci dengan huruf Braille bagi penyandang tuna netra, pelatihan penyuluh, dan meng-update data umat penyandang disabilitas.

Dalam konteks diskusi hari ini, Pembimas Katolik mengharapkan agar gereja sebagai sarana beribadah umat, memiliki standarisasi ramah disabilitas. Artinya, gereja menjadi sarana ibadah yang lebih aksesibel atau mudah dijangkau oleh teman-teman disabilitas. Ke depan, diharapkan semua sarana peribadatan lainnya memiliki standar yang sama sehingga dapat mengakomodir umat diabilitas dari keyakinan lainnya. 

Ilustrasi diskusi bersama teman disabilitas. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ilustrasi diskusi bersama teman disabilitas. (Sumber: dokumentasi penulis)

Pengertian Inklusi Disabilitas

Saya mengutip dari laman OCBC mengenai Undang-Undang (UU) khusus tentang disabilitas, yaitu UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Dalam UU tersebut, yang disebut penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama.

Inklusi disabilitas adalah usaha untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan hak-hak mereka secara setara, tanpa memandang kondisi fisik atau mental mereka. Ini termasuk akses ke pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan layanan sosial lainnya.
Konsep ini berakar pada pengakuan bahwa setiap individu, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan, berhak untuk berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat.

Tantangan dalam Mewujudkan Inklusi

Meskipun ada kemajuan dalam upaya inklusi di Indonesia, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Menurut data, Indonesia berada di peringkat rendah dalam indeks inklusivitas global. Hal ini menunjukkan bahwa banyak penyandang disabilitas masih menghadapi hambatan dalam mengakses layanan dasar.

Faktor-faktor seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang disabilitas, stigma sosial, dan aksesibilitas fisik menjadi penghalang utama bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi secara penuh.

Insight

Mewujudkan ruang yang ramah bagi penyandang disabilitas adalah tanggung jawab bersama. Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya inklusi dan mengatasi berbagai tantangan yang ada, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua individu. 

Masyarakat yang inklusif tidak hanya mengakui keberadaan penyandang disabilitas, tetapi juga menghormati dan menghargai perbedaan mereka. Inklusi bukan hanya tentang memberikan akses, tetapi juga tentang menghargai kemandirian dan kontribusi setiap orang dalam pembangunan bangsa.***

Baca juga: Andragogi, Membangun Motivasi Intrinsik Pembelajar Orang Dewasa

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun