Liburan akhir pekan ini terasa lebih panjang karena tambahan hari libur selama tiga hari berikutnya. Masyarakat dari berbagai daerah tampaknya telah menentukan destinasi liburannya. Seolah tak mau ketinggalan, liburan kali ini saya isi juga bersama anggota keluarga.
Namun, dalam tulisan saya kali ini, saya tidak mengulas tentang destinasi liburan. Saya mengamati kondisi jalan di sepanjang perjalanan yang saya lalui. Kemacetan panjang di sebagian besar ruas jalan dan saat pengisian bahan bakar kendaraan menarik perhatian saya. Sebagian kendaraan terpaksa harus mencari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terdekat lainnya.
Semula, saya berpikir tentang besaran keuntungan yang diraih para pengusaha SPBU ditengah antrian ratusan kendaraan yang akan mengisi kembali bahan bakar kendaraannya. Namun kemudian, pikiran saya terbawa pada isu krisis energi yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi energi yang sangat besar. Â
Sejenak saya berpikir bahwa rasanya saat ini terdapat ketidakseimbangan konsumsi bahan bakar dengan ketersediaan sumber energi.
Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk mengulas secara singkat dari sudut pandang pribadi mengenai latar belakang krisis energi, pengertian energi, peningkatan konsumsi bahan bakar, penurunan ketersediaan sumber energi, inovasi energi terbarukan, serta refleksi tentang energi di masa depan.
Baca juga:Â Pertobatan Ekologis: Mindset dan Tanggung Jawab Moral Kepada Alam
Latar Belakang Krisis Energi
Krisis energi telah menjadi isu global yang hangat. Krisis ini muncul seiring konsumsi energi yang berlebihan dan ketergantungan manusia pada bahan bakar fosil.
Mengutip informasi dari laman blog Gramedia.com, ternyata sejak tahun 1950, permintaan energi secara global telah meningkat sangat cepat hingga tiga kali lipat. Sebagian besar permintaan energi itu berasal dari sumber yang tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara.
Jika populasi dunia mencapai sekitar 10 miliar pada tahun 2050, diperkirakan permintaan energi akan meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030. Itupun, jika tidak ada kebijakan publik yang efektif.
Penggunaan bahan bakar fosil juga terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan industri. Konsumsi yang berlebihan ini berperan dalam penurunan cadangan sumber daya.
Pengertian Energi dan Krisis Energi
Secara umum, energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja atau perubahan. Dalam konteks ini, energi dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk bahan bakar fosil dan sumber terbarukan.
Krisis energi diartikan sebagai kekurangan atau gangguan dalam penyediaan suplai energi. Gangguan ini mencakup situasi di mana permintaan energi melebihi jumlah energi yang tersedia. Hal ini menyebabkan lonjakan harga yang tinggi dan ketidakstabilan ekonomi.
Inovasi Energi Terbarukan
Untuk merespon krisis ini, saya mengulik beberapa informasi tentang upaya-upaya menemukan alternatif energi terbarukan untuk mengatasi krisi energi ini. Energi terbarukan mencakup sumber-sumber energi yang memungkinkan seperti matahari, angin, panas bumi (geothermal), dan bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan hewan (biomassa).
Saat ini, kita tahu bahwa alternatif bahan bakar fosil mulai dialihkan ke energi listrik yang dihasilkan melalui batre. Hal ini ditandai dengan kehadiran kendaraan listrik (sepeda, motor, mobil). Namun, persoalan belum teratasi karena biaya yang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh sumber daya listrik tersebutmasih tergolong mahal.
Refleksi
Situasi liburan kali ini memberi pemahaman bagi saya, bahwa jika tidak segera disikapi, energi bahan bakar kendaraan akan menjadi persoalan serius di masa depan. Betapa banyaknya energi yang terbakar pada kendaraan-kendaraan di jalanan setiap harinya, tidak hanya pada saat liburan panjang seperti ini, tapi juga dalam aktivitas harian.
Sudah saatnya, masyarakat dan pemerintah melakukan upaya penghematan energi dan ragam sumber daya pun harus menjadi prioritas dan alternatif lain untuk memastikan ketersediaan energi di masa depan. Dalam hal ini, kesadaran akan pentingnya efisiensi energi juga perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak hanya bergantung pada subsidi pemerintah tetapi juga berpartisipasi aktif dalam penyelamatan energi itu sendiri.Â
Selain itu, pemangku kebijakan hendaknya mengambil langkah-langkah konkret untuk memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.***
Baca juga:Â Angkot Oh Angkot, Riwayatmu Kini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI