Kata "angkot" atau angkutan kota tentu sudah sangat familiar di telinga masyarakat. Keberadaannya telah menjadi bagian penting dari sistem transportasi publik di Indonesia.
Awalnya, angkot dirancang untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin meningkat. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, keberadaan angkot mulai dipertanyakan.
Banyak orang beranggapan bahwa jumlah angkot di berbagai daerah semakin menyusut. Hal ini terjadi seiring munculnya berbagai alternatif transportasi modern seperti ojek online dan layanan ride-sharing.
Penyebab Menyusutnya Angkot
Melihat berbagai realita di sekitar, saya melihat ada beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab keberadaan angkot tradisional mengalami penurunan.
Munculnya layanan transportasi online seperti Gojek dan Grab kemungkinan besar berperan mengurangi jumlah angkot. Transportasi online ini menawarkan kemudahan dan kenyamanan yang lebih dibandingkan angkot. Misalnya: system pemesanan melalui aplikasi dan pengantaran langsung ke tujuan.
Hal umum yang mungkin sering dirasakan para pengguna layanan angkot dahulu adalah soal ketepatan waktu. Banyak pengguna angkot mengeluhkan tentang ketepatan waktu berangkat.
Bukan rahasia lagi kalau angkot sering "ngetem" menunggu penumpang memenuhi kapasitas angkot. Hal ini sering membuat penumpang merasa jengkel karena mereka harus mengorbankan waktu lebih lama dalam perjalanan mereka.
Faktor kenyamanan bagi penumpang angkot juga tak kalah penting. Penumpang juga menyoroti soal kebersihan kendaraan. Kendaraan angkot seringkali kotor, bau, dan tidak terawat.