Sebuah Kisah Â
Ada sebuah kisah tentang 4 saudara. Masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Yang pertama, seorang yang keras hati. Berbagai nasihat yang disampaikan kepadanya sulit diterima, bagaikan cahaya yang memantul di cermin. Tak satu pun nasihat yang ia percaya.
Akibatnya, ia tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang hal-hal baik dan hal-hal yang salah. Tidak jarang, ketika melakukan sesuatu, hal itu dianggap sudah benar. Padahal, secara etika sosial, hal yang dilakukannya salah.
Saudara kedua, karakternya agak mirip saudara pertamanya. Ia seorang yang bermuka dua dan sulit dipercaya. Mulutnya sering berkata "iya" tetapi sesungguhnya hatinya mengatakan "tidak".
Akibatnya, ia sulit mendapat kepercayaan orang lain. Kebaikan yang dilakukan sekedar pencitraan untuk menampilkan dirinya agar terlihat baik di hadapan orang lain.
Saudara ketiga, memiliki karakter yang ragu-ragu. Ia mudah sekali terombang-ambing dan tidak tahan godaan. Ia tidak memiliki pendirian yang baik karena sifat ragu-ragunya.
Karena sifatnya itu, ia terjepit dalam keragu-raguannya kehilangan banyak kesempatan baik. Pada akhirnya, ia pun "ikut arus" dan kehilangan arah tujuan.
Saudara keempat, memiliki karakter yang baik. Ia mau menerima saran dan nasihat orang lain. Hal itu membantunya untuk mengenal hal-hal baik dan hal-hal buruk serta mampu membedakan kedua hal tersebut. Ia juga belajar dengan pengalamannya. Ia belajar dan terus berkembang untuk menyaring berbagai hal dan mengenal hal-hal baik dari setiap nasihat yang diterimanya.
 Warisan Kisah InspiratifÂ
Berangkat dari kisah di atas, saya teringat pada sebuah cerita perumpamaan tentang Seorang Penabur yang pernah diceritakan oleh ibu saya saat kecil dahulu. Dalam cerita itu, digambarkan seorang penabur yang menaburkan benihnya pada empat jenis tanah.