Cerita yang baik dapat menciptakan ikatan emosional antara pencerita dan pendengar. Koneksi emosional yang terbangun dapat membuat pesan menjadi lebih mudah diingat.
Dalam konteks pendidikan, storytelling digunakan sebagai pendukung pembelajaran. Contohnya: menjelaskan konsep yang kompleks dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.
Tantangan dan Hambatan dalam Storytelling
Meskipun storytelling menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang mungkin akan dihadapi oleh pencerita. Beberapa orang yang merasa kurang percaya diri, biasanya merasa gugup ketika berbicara di depan umum. Kepercayaan diri (self confidence) akan mempengaruhi efektivitas penyampaian cerita.
Sebagian orang memiliki kesulitan dalam menyusun cerita. Kemampuan menciptakan alur cerita yang menarik dan terstruktur dengan baik bisa menjadi tantangan tersendiri.
Oleh karena itu, pencerita perlu memahami 3 hal pokok sebagai kerangka pokok storytelling, yaitu pengenalan, konflik (masalah), dan tindakan yang diambil untuk menyelesaikan masalah (resolusi).
Baca juga: Siapkah Warga Jakarta Kehilangan Akses Ambil Air Tanah?
Dalam bercerita, pencerita biasanya akan menghadapi audiens yang beragam. Setiap audiens memiliki preferensi dan latar belakang yang berbeda. Penyesuaian cerita agar relevan bagi semua pendengar akan menjadi sulit. Semua tantangan itu pada dasarnya dapat di atasi jika memiliki kemauan kuat untuk berlatih. Selain itu perlu memperbanyak “jam terbang” artinya pencerita perlu sering tampil di depan umum.
Bagaimana Cara Mengembangkan Kemampuan Storytelling
Untuk mengatasi tantangan dalam bercerita, perlu berlatih secara rutin. Latihan yang intensif dan berkelanjutan dapat membangkitkan rasa percaya diri. Cobalah untuk berlatih untuk bercerita di depan cermin atau kepada teman dekat sebelum tampil di hadapan audiens yang lebih besar.