Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang orang dihadapkan pada dua pilihan yaitu membantu atau mengabaikan orang lain. Terkadang oran justru terjebak dalam rutinitasnya sendiri atau terpengaruh oleh prasangka yang ada di masyarakat.Â
Orang Samaria ini menunjukkan bahwa kebaikan sejati melampaui semua batasan. Kebaikan hati bukan hanya tentang memberi bantuan kepada orang-orang yang mirip dengan kita atau berada dalam lingkaran sosial kita. Ini adalah tentang melihat kemanusiaan dalam diri setiap individu tanpa memandang latar belakang mereka. Kesadaran atau sudut pandang terhadap posisi kemanusiaan setiap manusia di hadapan Penciptanya.
Dalam dunia yang sering kali dipenuhi dengan konflik dan perpecahan, tindakan sederhana seperti membantu orang lain dapat membawa perubahan besar.Pesan dari perumpamaan ini menjadi sebuah renungan pribadi dalam praktik hidup sehari-hari.Â
Baca juga:Â Momentum Hari Pahlawan di Era Digital (Bagian 1)
Pertanyaan refleksi lain yang muncul ketika melihat seseorang dalam kesulitan sedangkan kita berada di seberang jalan. Apakah kita akan memilih untuk menyeberang jalan atau menghampiri mereka? Kebaikan adalah bahasa yang universal dapat menyatukan semua orang, terlepas dari sekat-sekat perbedaan agama, budaya, pendidikan, status sosial, kekayaan, dan lain-lain
Terbersit sebuah pesan moral: apakah kita dapat menjadi seperti Si Samaria. Menjadi "Samaria" dalam kehidupan kita sendiri, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua orang. Bagaimana cara mengalahkan ego personal ketika dihadapkan pada persoalan seperti yang dialami Si Samaria?***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H