Pendidikan ini berpeluang secara luas dalam pengembangan individu untuk menciptakan masyarakat yang memiliki keterampilan. Peluang manfaatnya yang bisa diraih antara lain: lebih fleksibel dalam hal waktu dan tempat. Ini berarti, kegiatan dan waktu belajar dapat dikelola sesuai jadwal mereka. Mereka yang tidak memiliki akses dalam pendidikan formal karena berbagai kendala seperti usia, pekerjaan, atau kendala geografis dapat berpartisipasi.Â
   Baca juga: Life Skill Sebagai Modal Kemandirian Anak
Jika dibandingkan dengan pendidikan formal, tampaknya pendidikan non formal akan melengkapi hal-hal yang tidak diperoleh dalam pendidikan formal. Keduanya  tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, melainkan perlu berjalan beriringan dan saling melengkapi. Pendidikan non formal membawa harapan baru bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Saya memiliki tetangga yang sehari-harinya mengajarkan baca tulis kepada anak-anak di sekitar tempat tinggal. Sayangnya, tempat itu berupa tempat tinggal. Jika memungkinkan, rumah tempat tinggal dapat difungsi gandakan sebagai taman bacaan. Jika melihat tren yang ada, keberadaan taman baca justru kurang diminati oleh anak-anak. Minat literasi telah "dikalahkan" oleh permainan games yang diperoleh dengan mudah melalui perangkat digital mereka. Di sekolah, perpustakaan kurang menjadi sasaran tujuan para siswa. Gerakan literasi baca perlu digaungkan secara masiv untuk melengkapi pendidikan formal mereka.
Refleksi
Hal yang perlu direfleksikan adalah, pendidikan non formal tidak menggantikan pendidikan formal. Meski di beberapa tempat, pendidikan non formal berkembang bahkan maju, tetapi kedua jenis pendidikan itu saling melengkapi dan berjalan beriringan. Dukungan apa yang dapat diberikan bagi perkembangan pendidikan non formal di sekitar?*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H