Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger Indonesia

Teacher, Freelancer Writer

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Partisipasi Sederhana Mengurangi Tengkes

23 Juni 2024   19:59 Diperbarui: 23 Juni 2024   19:59 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi produksi sampah, sumber: https://sedayu.net/2023/08/02/ri-menghasilkan-banyak-sampah-makanan-waket-mpr-menginginkan-langkah-penangana

Pada Peringatan Hari Ulang Tahun Paroki ke-45, Gereja Katolik Santo Aloysius Gonzaga di Cijantung, Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo memberikan sebuah refleksi permenungan bagi umat Katolik yang ada di paroki ini. Dalam renungannya berkaitan dengan kehidupan baru yang direfleksikan dan diwujudnyatakan, Uskup menyebutkan satu dari sekian banyak persoalan penting yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, yaitu tengkes.

Kata 'tengkes' merupakan kata atau istilah yang jarang di dengar. Kata yang bermakna sama namun berasal dari bahasa asing, lebih familiar di dengar sehari-hari, yaitu stunting. Dalam KBBI, 'tengkes' artinya kerdil (tidak dapat tumbuh menjadi besar); kecil (jika dibandingkan dengan pasangannya dan sebagainya). Sedangkan kata 'stunting' justru tidak ditemukan.

Fenomena Tengkes atau Stunting

Dikutip dari laman Siloam Hospital, stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang dialami oleh anak-anak di bawah usia 5 tahun. Gejala umum yang tampak adalah tinggi badan yang lebih pendek daripada anak-anak seusianya. Hal ini disebabkan  karena keterlambatan dalam pertumbuhan tinggi badannya (Annur, 2023).

Berdasarkan data dari Katadata Media Networks, Kementerian Kesehatan mencatat status gizi buruk pada balita yang mengalami tengkes secara nasional sebesar 24,4% pada tahun 2021. Mayoritas anak yang mengalami tengkes berada pada rentang usia 3-4 tahun. Kemudian, pada tahun 2023 DPR RI mencatat data prevalensi tengkes sebesar 21,6%. Angka ini masih tergolong tinggi. Bahkan di Jakarta, DPRD DKI Jakarta mencatat prevalensi tengkes sebesar 14,8% pada tahun 2022.

Sumber:https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20221206/4041950/kejar-target-stunting-turun-hingga-14-kemenkes-lakukan-pendekatan-gizi-sp
Sumber:https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20221206/4041950/kejar-target-stunting-turun-hingga-14-kemenkes-lakukan-pendekatan-gizi-sp

Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan di tengah berbagai kemajuan yang dialami bangsa kita. Persoalan ini cukup serius karena menyangkut anak-anak yang menjadi masa depan bangsa. Angka prevalensi tengkes yang demikian besar itu harus terus diupayakan turun.

Penyebab Tengkes

Tengkes dikenali dengan melihat kondisi tinggi badan anak yang berada di bawah rata-rata tinggi anak seusianya. Dikutip dari laman klikdokter.com, tinggi badan rata-rata anak laki-laki usia 3 tahun adalah 89 cm dan anak perempuan usia 3 tahun adalah 87,8 cm. Sedangkan, tinggi badan rata-rata anak laki-laki usia 4 tahun adalah 95,8 cm dan anak perempuan usia 4 tahun adalah 95 cm.

Secara awam, orang menganggap anak yang bertubuh pendek karena faktor keturunan. Meskipun tidak semua anak berbadan pendek dapat disebut mengalami tengkes. Namun, ciri-ciri berikut dapat digunakan untuk mengantisipasi sejak dini kemungkinan terjadinya tengkes pada anak, yaitu: berat badan rendah, pertumbuhan tulang terhambat, mudah terpapar sakit, gangguan pertumbuhan, kurang aktif bergerak, dan tinggi badan yang tidak mengalami peningkatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun