Teriknya cuaca hari ini memaksa untuk menghampiri seorang pedagang di tepi jalan dekat pasar. Pedagang itu tampak sibuk melayani para pelanggannya. Tangan terampilnya tampak cekatan mengambil bagian demi bagian dalam toples, lalu memberikannya kepada pembeli. Ya, pedagang cendol itu tampak menjadi primadona di pasar.
Cendol menjadi barang dagangan yang menarik di tengah cuaca nan terik seperti hari ini. Penampilannya yang menggugah selera seolah memanggil pengunjung pasar untuk membelinya. Seperti apakah sebenarnya cendol itu?
Asal-usul Cendol
Cendol ternyata sudah menjadi perdebatan panjang di kalangan masyarakat bahkan oleh beberapa negara seperti Singapura dan Malaysia. Cendol ternyata sudah ada sejak abad ke-12. Hal itu diketahui melalui sebuah naskah kuno bernama 'Kakawin Kresnayana' yang ditulis oleh Mpu Triguna dari Kerajaan Kediri, Jawa Timur.
Wah, sudah lama juga ya.
▐ Baca juga: Merasa Jadi Raja Jalanan?
Di Jawa Timur, cendol dikenal juga dengan nama 'dawet'. Cendol merupakan bahasa serapan dari bahasa Jawa, yaitu 'chendol' atau tjendol, artinya 'bengkak' (swollen) karena penampilannya seperti bengkak berupa bulir-bulir.
Sebagian orang juga meyakini bahwa cendol berasal dari daerah Jawa Barat. Sebagian lagi menganggap dawet berasal dari daerah Banjarnegara, Jawa Tengah.
Namun, sebagian berpendapat bahwa cendol dan dawet memiliki perbedaan pada teksturnya. Cendol cenderung memiliki tekstur padat dan kenyal sedangkan dawet lebih lembut.
Bahan Sajian Utama
Pada awalnya, cendol atau dawet disajikan bersama santan dan cairan gula aren, serta es batu. Rasanya yang manis dan dingin dianggap dapat menuntaskan dahaga penikmatnya. Ada yang menyajikannya sebagai minuman selingan atau menu penutup. Tetapi, kebanyakan minuman ini dinikmati pada siang hari saat cuaca panas.