Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Freelancer Writer, Indonesian Blogger

Observer of Social Interaction, Catechist in the Parish.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena "Post Holiday Blues" Pasca Liburan

3 Januari 2024   22:19 Diperbarui: 4 Januari 2024   21:54 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di luar, hujan rintik-rintik nan rapat cukup membuat udara semakin dingin dan jalanan menjadi basah. Ya, hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Tapi, tak banyak siswa sekolah ditemukan di perjalanan. Jalan raya pun terasa lebih lancar dibandingkan hari-hari sebelumnya. Perjalanan hari ini lebih lancar dari biasanya.

Pagi ini, ruang breefing tampak sepi. Hanya ada beberapa orang yang tampak hadir. Ah, mungkin karena hujan. Beberapa waktu kemudian, orang-orang mulai berdatangan. Tapi, karyawan yang memasuki ruang breefing tidak sebanyak hari kerja normal sebelumnya. 

Dalam breefing pagi, terdengar beberapa penyebab ketidakhadiran beberapa karyawan. Umumnya, ketidakhadiran mereka disebabkan karena tiket perjalanan yang agak sulit didapatkan karena angkutan umum yang penuh.

Tapi, dapat dilihat hari ini, semangat kerja tidaklah seperti sebelumnya yang serba cepat dan agresif. Apa yang terjadi?

Post Holiday Blues 

Istilah ini sering terdengar ketika melihat orang berada dalam situasi mem-'biru' pasca liburan terutama jika liburan itu dirasakan terlalu singkat dan telah dilewati dengan penuh kesan. 

Situasi emosional sesaat ini tampak dalam perilaku merasa malas, kosong, tak berdaya, kesepian, mirip seperti orang kebingungan, kurang konsentrasi, lesu (mungkin akibat kelelahan), terkesan kurang tidur, dan ciri-ciri lain yang hampir serupa.

Situasi emosional ini memang jamak terjadi setelah liburan selesai. Suasana lingkungan kerja akan terkesan hambar, lambat, dan tanpa spirit. Jika dibiarkan terus menerus akan memberi efek negatif bagi lingkungan kerja. 

Pimpinan di lingkungan kerja harus mampu membaca situasi seperti ini. Pertama, pemimpin harus berada di luar situasi ini dulu. Kemudian mulai mempengaruhi rekan kerja yaitu para anggotanya. 

Tidak ada salahnya membuat gerakan-gerakan motivasi seperti yel-yel untuk membakar semangat kerja. Gerakan motivasi dapat menghidupkan suasana, membangkitkan semangat kerja, dan membangun komunikasi sosial yang bersahabat. 

Jika semua karyawan sudah melakukan gerakan-gerakan ini, pemimpin dapat memulai dengan 'menekan tombol jalan cepat'agar setiap orang merasa dipengaruhi. Targetnya adalah, setiap orang saling memotivasi dan saling memberi semangat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun