Ketika sebuah persoalan muncul, tak jarang orang merasa sedang mengalami penderitaan yang sangat besar. Beban hidupnya terasa sangat menekan seolah sedang memikul beban yang sangat berat. Kemudian, muncul perasaan bahwa ia adalah orang yang mengalami masalah yang paling menderita.
Sebuah pengalaman seseorang yang dekat dekat penulis menggambarkan hal demikian. Berawal dari sebuah kekesalan yang dirasakannya terhadap seorang yang lain. Kekesalan itu kemudian diekspresikan dengan luapan tangis yang histeris. Ia tidak mempedulikan keadaannya ataupun situasi di sekitarnya lagi.
Di sela-sela tangisnya, ia berkata bahwa hidupnya begitu tidak beruntung karena persoalan yang dialaminya. Ia merasa seolah ia memiliki kurangan yang sangat besar yang menyebabkannya menderita seperti yang sedang ia rasakan.
Sesaat kemudian, ia mulai terbawa suasana dan memutar lagu-lagu sedih yang sesuai dengan perasaannya itu. Tentu saja, alunan lagu yang sedih akan semakin membuatnya bersedih. Namun, ia seolah “menikmati” sekali kesedihannya itu. Ia dengan mudah membawa dirinya masuk lebih jauh ke dalam suasana kesedihan yang diciptakannya itu.
Sedih itu Manusiawi
Memang, sebuah keniscayaan bahwa hidup manusia akan selalu mengalami tantangan dan hambatan. Itulah kodrat manusiawi semua insan di dunia ini. Tidak ada seorang pun dapat mengelak dari tantangan dan hambatan yang menghadang tersebut.
Namun, manusia cenderung ingin menjadi seseorang yang sempurna. Tantangan dan hambatan seringkali dianggap sebagai sebuah kesalahan yang tak perlu hadir dalam hidup manusia. Memang,
Padahal, sejatinya manusia tidak terbebas dari berbagai tantangan dan hambatan. Hal itu pulalah yang seharusnya menjadi alasan manusia untuk mendekat kepada Pencipta-Nya sebagai satu-satunya Penolong.
Ketika persoalan datang, orang seringkali menjadi lupa diri. Lupa menempatkan diri sebagai pribadi yang seharusnya bersikap pasrah dan berserah kepada kehendak-Nya.
Memang, pada awalnya, persoalan akan tampak mengejutkan bagi seseorang. Akan tetapi, bukankah seharusnya kita tidak “menjerumuskan” diri untuk meratapi hidup akibat persoalan itu terus menerus dan berkepanjangan?
Sikap Takabur Manusia