Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya. Demikian dinyatakan pada Pasal 22 ayat (2) UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Pada Penjelasan Atas UU No.40/2004 Pasal 22 ayat (2), disebutkan bahwa jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral hazard  (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta), dan seterusnya misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik...
Mekanisme penetapan pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dirumuskan pada Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan No.51 Tahun 2018. Jenis pelayanan tersebut ditetapkan oleh Menteri, berdasarkan usulan dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan, dan harus disertai data serta analisis pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menteri membentuk tim yang terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, organisasi profesi, asosiasi fasilitas kesehatan, akademisi, dan pihak lain yang terkait, yang bertugas untuk melaksanakan kajian; melaksanakan uji publik; dan membuat rekomendasi. Dan seterusnya ......
Tugas tersebut tampaknya tidak mudah, bila menilik mekanisme, prosedur dan alur tugas yang melibatkan berbagai pihak berkompeten yang terkait. Regulasi kebijakan urun biaya tampaknya belum dilengkapi deskripsi jelas tentang "moral hazard."
Frasa "moral hazard" pada awalnya dikembangkan dalam literatur industri asuransi 150 tahun yang lalu untuk menggambarkan korelasi antara kepemilikan asuransi dan kejadian yang dipertanggungkan. Pengabungan kata "moral" pada moral hazard telah membentuk karakter retorika yang kuat, yang telah digunakan oleh para pemangku kepentingan, terutama asuransi, untuk memengaruhi sikap publik terhadap klaim dan pengaduan. [[i]]
Daniel Bernoulli (1738) mengidentifikasi dua gagasan tentang harapan. Yang satu "matematis," yang lainnya "moral." Ekspektasi matematis mengabaikan karakteristik individual pengambil risiko, dan ekspektasi moral dianggap sebagai pemanfaatan dari ekspektasi matematis. Disini, penggunaan istilah "ekspektasi moral" oleh Bernoulli adalah untuk mengkomunikasikan kepada orang-orang sezamannya pada asumsi rasionalitas, alih-alih anggapan tentang ekspektasi etis apa pun.[[ii]]
Moral hazard dalam ekonomi kesehatan merujuk perubahan perilaku individu yang ditanggung oleh asuransi, yang dapat meningkatkan risiko kerugian bagi perusahaan asuransi kesehatan. Menurut Peter Zweifel dan Willard G. Manning (2000), dibedakan dua jenis moral hazard di pasar asuransi kesehatan. Pertama adalah "ex ante moral hazard," ketika risiko kerugian dapat meningkat sebelum terjadi pelayanan kesehatan karena perilaku individu yang lebih berisiko. Kedua adalah "ex post moral hazard," ketika penggunaan sumber daya kesehatan oleh individu lebih intensif setelah terjadi pelayanan kesehatan.[[iii]]
Seorang ahli ekonomi peraih Nobel, Kenneth J. Arrow pada 1963 mempublikasikan tulisan berjudul "Uncertainty and the Welfare Economics of Medical Care." Arrow yang lebih mengutamakan sisi penyediaan asuransi kesehatan, mengamati tentang informasi asimetris, dan masalah yang terdampak oleh ketidakpastian, yaitu moral hazard dan anti seleksi. Argumen Arrow didasari asumsi bahwa individu cenderung menghindari risiko peristiwa yang tidak pasti. Pendekatan teori neoklasik ini menjadi awal tumbuhnya literatur modern tentang moral hazard.[[iv]]
Dalam konteks asuransi kesehatan, istilah moral hazard banyak digunakan, dan agak  disalahgunakan, untuk mendukung anggapan bahwa dengan menurunkan biaya out-of-pocket (OOP, yang dibayar oleh individu) dapat meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan. Menurut Mark V. Pauly (1968), yang cenderung mengamati sisi permintaan, respons individu yang memiliki dengan asuransi untuk memanfaatkan pelayanan medis lebih banyak daripada tanpa asuransi bukanlah penghianatan moral, tetapi merupakan perilaku ekonomi rasional.[[v]]
Avedis Donabedian (1976), seorang dokter yang telah mengembangkan paradigma assessment mutu pelayanan kesehatan, mengungkapkan bahwa moral hazard adalah merupakan karakteristik dari manfaat dan individu. Di label "hazard" karena dapat meningkatkan risiko kerugian perusahaan asuransi. Di label "moral" karena dianggap perilaku yang tercela. Individu dengan asuransi merasa lebih aman, dan kurang menjaga kesehatan, dan menggunakan pelayanan medis lebih banyak dibandingkan yang tanpa asuransi. Kondisi ini dapat direpresentasikan secara salah, yang telah memberikan pemahaman berbeda ke arah "fraud".[[vi]]
Persepsi salah tentang moral dalam industri asuransi kesehatan telah mengabaikan profesionalisme peran dokter untuk menentukan terapi dan tindakan sesuai kebutuhan pasien. Persepsi salah ini tidak selaras dan tidak paripurna dengan tujuan asuransi kesehatan untuk membuka akses pelayanan kesehatan. Menurut Donabedian, frasa moral hazard menyesatkan.[[vii]]
Pada teori konvensional, moral hazard dianggap tidak efisien karena nilai pelayanan yang dibeli lebih rendah daripada biaya produksinya. Moral hazard yang sebelumnya dianggap "tidak efisien" dan menurangi kesejahteraan perlu direklasifikasi menjadi meningkatkan kesejahteraan, karena hasil lebih bernilai bagi masyarakat. Menurut John Nyman (2004), perlu argumen baru untuk program asuransi kesehatan nasional yaitu: "EFISIENSI". [[viii]]
Industri asuransi kesehatan konvensional telah memberi solusi menerapkan kebijakan urun biaya untuk mengurangi pengeluaran yang inefisien. Pada 1980-an dan 1990-an telah direkomendasikan tinjauan utilisasi dan pembayaran praupaya kepada pemberi pelayanan kesehatan. [[ix]]
Seyogyanya perlu diketahui dasar-dasar teoretis dan empiris tentang urun biaya (copayment, deductible, co-insurance), utilization review, case manager, tinjauan utilisasi, dan teknik-teknik managed care untuk pengendalian biaya kesehatan yang tidak pantas. [[x]]
Pada gambar yang disertakan merupakan contoh skema urun biaya rawat jalan pada program Jaminan Kesehatan Nasional Taiwan, yang pernah mengalami defisit selama 11 tahun (1999--2009).
Penduduk yang dibebaskan dari semua jenis urun biaya diantaranya adalah: penderita penyakit katastrofik, penduduk tinggal di pegunungan atau kepulauan terpencil, wanita melahirkan, veteran, penduduk miskin, anak-anak umur dibawah tiga tahun. Obat per resep dibawah NT$100 tidak ada urun biaya, NT$100-200 sebesar NT$20 (Rp.9,869), NT$200-300 sebesar NT$40 (Rp. 19,738) dan seterusnya (nilai tukar NT$1 = Rp493.45). Obat resep ulang untuk 100 jenis penyakit kronis yang terdaftar juga dibebaskan dari urun biaya.
Semoga bermanfaat.
Salam semangat jabat erat.
Sumber:
[i] Â Â Rowell, D. and Connelly, L.B. (2012) A Historical View of the Term "Moral Hazard" in The Journal of Risk and Insurance, 2012, Vol. 79, No. 4: 1051-1075.
[ii] Â Ibid.
[iii] Stanciole, E.A. (2008) Health Insurance and Life Style Choices: Identifying the Ex Ante Moral Hazard, The Geneva Papers, 2008, (33): 627--644Â Â Â
[iv] Â Arrow, K.J. (1963) Uncertainty and the Welfare Economics of Medical Care, in The American Economic Review, Vol. LIII, No. 5, Dec 1963: 141-159, Bulletin of the WHO, Feb 2004, Vol. 82. No. 2.
[v] Â Pauly, M.V. (1968) The Economics of Moral Hazard: Comment, in The American Economic Review, Vol. 58, No. 3, Part 1: 531-537
[vi] Â Donabedian, A. (1976) Benefits in Medical Care Programs. Cambridge, MA: Harvard University Press, 1976: 44-46.
[vii] Â Ibid.
[viii] Â Nyman, J.A. (2004) Is 'Moral Hazard' Inefficient? The Policy Implications Of A New Theory in Health Affair September 2004 Vol. 23 No. 5: 194-199.Â
[ix] Â Ibid.
[x] Nyman. J.A. (1999) The economics of moral hazard revisited in Journal of Health Economics 1999, Vol. 18: 811--824.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H