Mohon tunggu...
Kris Kirana
Kris Kirana Mohon Tunggu... Pensiunan -

SMA 1KUDUS - FK UNDIP - MM UGM | PERTAMINA - PAMJAKI - LAFAI

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ambisi Target Kepesertaan

31 Desember 2018   19:51 Diperbarui: 31 Desember 2018   20:16 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cakupan universal menjadi komitmen kolektif seluruh negara anggota WHO, ketika pasa 25 Mei 2005 Majelis Kesehatan Dunia mengesahkan Resolusi WHA58.33 berjudul: "Sustainable health financing, universal coverage and social health insurance"

Bergerak maju untuk mewujudkan cakupan universal bukan hanya mencapai target kepesertaan semata. Ambisi meraih prestasi akselerasi kepesertaan tanpa didukung sustainabilitas akan menjadi angan-angan indah yang semu, yang sulit dibanggakan.

Reformasi sistem pembiayaan dan penguatan sistem kesehatan umtuk memberikan pelayanan yang berkualitas harus dikedepankan sebagai program fundamental untuk membangun landasan yang kokoh bagi masa depan program JKN.

Definisi cakupan universal mengandung tiga tujuan yang saling terkait: (1) Keadilan akses pelayanan kesehatan; (2) Pelayanan kesehatan yang berkualitas; dan (3) Perlindungan dari kesulitan keuangan ketika membutuhkan pelayanan kesehatan.[1]

Bergerak menuju cakupan universal melibatkan kombinasi pilihan kebijakan penting. Bagaimana cara mengumpulkan dana dan mengalokasikan dana serta merumuskan seperangkat pilihan kebijakan tentang manfaat adalah keputusan sangat penting.[2] 

Peta Jalan menetapkan konsentrasi pertama adalah bagaimana agar dimensi pertama tercapai yaitu semua penduduk terjamin sehingga setiap penduduk yang sakit tidak menjadi miskin karena beban biaya berobat yang tinggi.[3]

PBI APBD ambigu

Klausul tentang penduduk yang dapat didaftarkan sebagai peserta JKN oleh PEMDA atau disebut "PBI APBD" didasari Pasal 6A dan Pasal 16 ayat (1a) Perpres No.111/2013, Perpres No.111/2013 ditetapkan dan diundangkan pada 27 Desember 2013, empat hari sebelum peresmian peluncuran program JKN.

Penambahan kebijakan tentang "PBI APBD" mengiringi perubahan percepatan batas waktu pendaftaran. BUMN, usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil dari 1 Januari 2019 menjadi 1 Januari 2015, sedangkan usaha mikro dari 1 Januari 2019 menjadi 1 Januari 2016. 

Pasal 6A PERPRES No.111/2013: Penduduk yang belum termasuk sebagai peserta jaminan kesehatan dapat diikutsertakan dalam program jaminan kesehatan pada BPJS Kesehatan oleh PEMDA Provinsi atau PEMDA Kabupaten/Kota."

Pasal 16 ayat (1a) PERPRES No.111/2013: Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah.

Tidak ada kewajiban PEMDA untuk mendaftarkan penduduk sebagai peserta JKN.

Dalam Peta Jalan menuju JKN 2012-2019 diungkapkan bahwa PEMDA hendaknya didorong membangun dan memperbaiki fasilitas kesehatan serta membayar tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Pendekatan ini jauh lebih adil dan lebih efektif, daripada meminta PEMDA membayar iuran untuk kelompok non-kuota, yang bukan kewajibannya.[4]

Pasal 6A dan Pasal 16 ayat (1a) Perpres No.111/2013 cenderung ambigu, sehingga dapat menimbulkan kerancuan pemahaman aspek regulasi dan kebijakan, yang seharusnya sinkron dan saling terkait. Dapat berdampak pada implementasi azas keadilan dan prinsip-prinsip kegotong-royongan, keterbukaan serta akuntabilitas.

Dirasa perlu untuk melakukan tinjauan terhadap latar belakang dan tujuan serta dampaknya untuk mengantisipasi potensi menjadi makin kompleks. Apakah kriteria seleksi penduduk yang didaftarkan menjadi peserta JKN oleh PEMDA.

Per 1 Desember 2018 tercatat 30,03 juta PBI APBD. Karena besaran premi PBI APBD sama dengan PBI APBN yaitu sebesar Rp23.000 (Pasal 29 Perpres No.82/2018). maka proyeksi premi setahun yang ditanggung oleh PENDA mencapai Rp8,29 triliun.

Entah sampai seberapa yang dapat dilakukan PEMDA dari nilai APBD tersebut sesuai kewajibannya menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan di wilayahnya masing-masing.

Bila besaran premi dinaikkan menjadi Rp36.000 sesuai hitungan ideal DJSN pada tahun 2015, maka proyeksi premi setahun yang ditanggung oleh PEMDA melalui APBD mencapai Rp12,97 triliun.

Ambigu pada regulasi dan kebijakan tentang penduduk yang didaftarkan PEMDA yang berpotensi menimbulkan kerancuan dilengkapi menjadi mengejutkan dengan dikeluarkannya Inpres No.8/2017 tentang Optimalisasi JKN pada 23 November 2017 yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2018, hari ini.

Diinstruksikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk memastikan Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk mendaftarkan seluruh penduduknya dalam Program JKN. Demikian juga kepada pemimpin daerah pada jajaran dibawahnya.

Tetapi peserta PBI APBD ternyata tidak termasuk penduduk rentan dan kurang mampu yang mencakup the bottom 40 yang menjadi target perlindungan sosial jaminan kesehatan, sesuai RPJMN 2015-2019.

Ambigu tentang "PBI APBD" atau penduduk yang dapat didaftarkan sebagai peserta JKN oleh PEMDA masih berlanjut dalam Pasal 12 Perpres No.82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang diundangkan pada 18 September 2018.

 Sumber:

[1]    Ibid.

[2]. WHO (undated) Universal coverage - three dimensions. Link: goo.gl/RhChwZ

[3]. DJSN (2012) Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012--2019. Pp. 9-11. 

[4]     DJSN (2012) Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, pp. 26-27. 

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun