World Diabetes Day (WDD) dirayakan pada 14 November, yaitu hari lahir Sir Frederick Grant Banting (1891–1941), yang telah menemukan insulin (1921-1922), sehingga memberi harapan bagi penderita dapat meraih hidup berkualitas.
Sebelumnya, penderita diabetes tipe 1 tidak mungkin bertahan hidup lama. Anak-anak hanya bertahan hidup 1 tahun sejak di diagnosis, dewasa 2 tahun. Hanya kurang dari 20% yang dapat hidup lebih dari 10 tahun.
Untuk prestasinya, Frederick Banting menerima Nobel Prize (1923), dianugerahi gelar kebangsawanan ‘Sir’ oleh Raja Inggris (1934), dan terpilih sebagai Warga Kanada Terbaik Nomor 4 oleh Canadian Broadcasting Corporation (2004).
Banting dan dua rekannya bersepakat tidak mengeksploitasi proses penemuannya untuk mencari hak paten demi komersial. Kemudian pada 1923 hak paten insulin diperoleh Banting dkk, dan mereka menjualnya kepada Universitas Toronto senilai 1 dolar AS untuk masing-masing (kompasiana).
Di Indonesia pada 2000 ada sekitar 8,4 juta orang dan pada 2030 diprediksi mencapai 21,3 juta orang (WHO). Menurut Soewondo dkk, prevalensi penderita diabetes pada 2007 mencapai 5,7%, dan sebagian besar tidak terdiagnosis. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2014 diprediksi 252.124.458 jiwa, maka 5,7% mencapai 14.371.094 jiwa.
Diperkirakan diatas 95% dari 14,4 juta penduduk dengan diabetes menderita diabetes tipe 2. Beberapa berkembang menjadi diabetes tipe 1 di usia lebih lanjut. Setiap pasien diabetes berpeluang hidup sehat, meraih kehidupan berkualitas dan produktif, tetapi ada yang perlu diketahui, dipelajari dan dibusayakan. Tidak hanya oleh pasien tetapi juga keluarganya. Selain itu perlu diperhatikan peran pelayanan primer, yaitu para dokter primer dan seluruh anggota tim harus mampu memberikan pelayanan berkualitas dan terintegrasi yang mengutamakan pasien. Patient-centredness.
Diabetes tipe 1 umumnya dijumpai usia lebih muda. Menurut WHO kasus baru diabetes tipe 1 sangat bervariasi dari 0,6 per 100.000 di Korea dan Meksiko sampai 35,3 per 100.000 di Finlandia. Di Indonesia dengan 83 juta anak, jumlah penderita diabetes pada anak belum dapat diketahui. Hal ini tentu perlu diwaspadai untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi dan menanggulangi diabetes tipe 1 di Indonesia (Pulungan).
Berdasar nilai tukar Rp12.000 per dolar AS, penelitian di Brazil biaya langsung pengobatan diabetes tipe 1 per orang per tahun untuk obat insulin sebesar Rp4.125.360 dan untuk obat oral sebesar Rp331.200, total Rp15.829.800 per orang per tahun (WHO: Cobas dkk). Di AS biaya diabetes tipe 1 untuk wanita sebesar Rp99,97 juta dan pria sebesar Rp89,50 juta per orang per tahun (diabetes.org).
Setelah 93 tahun sejak insulin ditemukan, mengapa tidak pernah tersedia insulin versi generik yang lebih murah? Hal ini tampaknya tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan. Sejak insulin ditemukan, telah dilakuan penelitian dan upaya perbaikan. Kemudian seorang Herbert W. Boyer, peneliti dan pengusaha di bidang bioteknologi berhasil membuat insulin sintetis di tahun 1978. Selanjutnya persaingan untuk mencapai kemajuan makin gencar.
Untuk diabetes tipe 2, metformin merupakan obat pilihan pertama (first-line drug of choice). Metformin yang ditemukan tahun 1920 baru dilakukan uji klinik di Perancis pada 1957, baru kemudian diperkenalkan di Inggris pada 1958, di Kanada pada 1972, dan di AS pada 1995. Berarti, metformin telah teruji selama 68 tahun.
Di AS dalam setahun ditulis 48 juta resep obat metformin dalam formula generik, sesuai rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika. Di Daftar Obat Esensial Model WHO di AS hanya tercantum 2 jenis obat anti diabetes oral, yaitu metformin dan glibenclamide. Tahun 2013, glibenclamide dalam daftar diganti dangan gliclazide karena berisiko untuk usia diatas 60 tahun. Daftar terbaru, Mei 2015 belum berubah.
Di Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) 2013, tercantum 3 jenis obat anti diabetes oral yaitu: 1) glibenclamide; 2) glipizide; dan 3) metformin. Di Formularium Nasional (FORNAS) 2013-2014 (KMK No.328/Menkes/SK/VIII/2013 yang telah diubah dengan KMK No.159/Menkes/SK/V/2014), tercantum 8 jenis obat anti diabetes oral yaitu: 1) acarbose; 2) glibenclamide; 3) gliclazide; 4) gliquidone; 5) glimepiride; 6) glipizide; 7) metformin; dan 8) pioglitazone.
Sebagian besar obat anti diabetes oral baru merupakan derivasi dari metformin dan glibenclamide. Tercatat ada salah satu obat yang tercantum dalam Fornas pernah mencapai nilai penjualan berprestasi, tetapi diusulkan dilarang dibeberapa negara karena dijumpai risko serius.
Metformin dalam formula generik seyogyanya mudah diperoleh, dan harganya juga terjangkau. Beberapa industri farmasi memproduksi obat generik metformin dengan berbagai merek, yang isinya sama, tetapi harganya bervariasi. Tetap yang lebih murah adalah obat metformin generik tanpa merek. Perbedaan harga antara obat yang sama dengan merek berbeda pada beberapa jenis obat generik tertentu bisa bervariasi dengan rentang harga yang sangat mencengangkan. Ada yang usul maksimum 3 kali lipat, maka bila satu tablet terendah misalnya Rp1.000 maka 3 kali lipat artinya Rp3.000.KOnon di lapangan ada yang mencapai puluhan kali lipat?
Di awal tahun 1970-an Indonesia membuka kesempatan industri farmasi internasional menanam modal di Indonesia. Diharapkan, setelah lima tahun beroperasi, industri farmasi asing harus sudah memproduksi bahan baku di Indonesia. Kemudian, dibuka pula kesempatan bagi modal dalam negeri untuk membuka pabrik farmasi. Salah satu alasan dibiarkannya begitu banyak jenis dan merek obat dengan persaingan mereka di pasar agar harga makin murah. Para pejabat Depkes dulu berprinsip biar pasar yang mengatur harga obat. Industri farmasi lokal yang hanya menjadi perakit obat bebas menentukan harga produk. Seandainya pemerintah tegas menentukan batas harga obat tiruan atau generik bermerek tersebut… (Kartono Mohammad).
Di AS sebagian besar harga obat resep tidak diatur pemerintah. Hal ini berbeda dengan hampir semua negara lain di mana pemerintah mengatur harga obat, baik secara langsung lewat pengendalian harga (Prancis dan Italia), atau pembatasan dalam reimbursement asuransi (Jerman dan Jepang); atau secara tidak langsung melalui pengaturan keuntungan seperti di Inggris (hukor.depkes).
Ada yang menganjurkan agar pasien lebih kritis, bilang ke dokter agar diresepkan obat yang lebih murah, obat generik. Kalaau tidak berhasil, nanti saat menebus obat minta agar diganti obat lebih murah. Sebuah anjuran rasional dan sekaligus mendorong masyarakat ikut berperanserta dalam pengendalian harga obat. Bagi fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit dan apotik, menyediakan obat-obatan yang terjangkau bagi penduduk mungkin bukan pilihan menarik.
Jadi siapa yang harus berpihak pada 14 juta lebih penduduk dengan diabetes, tentu bersama keluarganya yang ikut mendampingi penderita? Hari ini 14 November 2015, maka selayaknya bila kita ikut merayakan Hari Diabetes Dunia, dimulai dari memahami dan … mempelajari ...
Merayakan WDD dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan dan acara seperti pertemuan dan pendidikan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat, acara olah raga dewasa dan anak, program radio dan televisi, leaflet dan poster kampanye, pameran dan konferensi, dan banyak … banyak lagi. Tema yang dikoordinasikan oleh Federasi Diabetes Internasional untuk tahun 2000-2013: ‘education and prevention’. Untuk tahun 2014-2016 temanya adalah ‘healthy living and diabetes’ dan tahun ini fokus pada ‘starting each day right by having a healthy breakfast’.
Salam hangat jabat erat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H