Mohon tunggu...
Kris Kirana
Kris Kirana Mohon Tunggu... Pensiunan -

SMA 1KUDUS - FK UNDIP - MM UGM | PERTAMINA - PAMJAKI - LAFAI

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Raport Hijau vs Defisit BPJS Kesehatan...

28 Juli 2015   15:32 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:51 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, Laksono Trisnantoro menyampaikan studi kasus di mana klaim untuk PBI terealisasi 90% sedangkan untuk peserta mandiri terealisasi hampir 300%; sehingga memicu kekhawatiran terjadinya subsidi silang yang terbalik di mana yang miskin justru memberikan subsidi untuk yang kaya. Laksono mengusulkan dibentuknya kompartemen-kompartemen di dalam pool BPJS guna mencegah kebocoran alokasi untuk si miskin ke si kaya.

Banyak negara berusaha sekuat tenaga untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, tetapi Indonesia telah mencakup hampir semua penduduk paling rentan sebelum program JKN dimulai. Sebuah kondisi yang kondusif bagi program JKN untuk mencapai tujuannya cakupan universal (universal health coverage: UHC), Indonesia Sehat.

Perjalanan panjang perjuangan membangun dan mengembangkan program jaminan kesehatan bagi penduduk miskin yang telah dirintis dan diperjuangkan sejak tahun 1998 seyogyanya diperhatikan dan perlu dijaga agar tidak terguncang, termasuk ketika BPJS Kesehatan menghadapi masalah yang kompleks.

PREMI PESERTA PEKERJA PENERIMA UPAH

Untuk pekerja penerima upah (PPU), BPJS Kesehatan mengusulkan pengali pendapatan tidak kena pajak (PTKP) diubah dari 2 kali menjadi antara 5 - 7 kali PTKP, tetapi saat ini dibahas 3 kali PTKP, selain itu juga diusulkan ada batas bawah iuran peserta PPU yaitu 4,5% kali upah minimum tiap daerah.

Pemerintah baru saja meluncurkan kebijakan penyesuaian besaran PTKP dari sebelumnya sebesar Rp24,3 juta menjadi sebesar Rp36 juta, dan tambahan Rp3 juta untuk setiap tanggungan (Permenkeu No.122/PMK.010/2015, 8 Juli 2015).

Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PPU (selain Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri mulai 1 Juli 2015) adalah sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan, dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh pekerja. Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan sebagai dasar perhitungan besaran iuran adalah 2 kali PTKP status kawin dengan satu orang anak (PTKP K-1).

Untuk usulan 3 kali PTKP K-1 (istri tidak bekerja) yaitu 3 x (Rp36 juta + Rp 3 juta + Rp3 juta) = 3 x Rp42 juta = Rp126 juta per tahun atau Rp10,5 juta per bulan, maka iuran sebesar 5% dari 3 kali PTKP K-1 adalah sebesar Rp525.000 per pekerja bulan. Untuk usulan 5 kali PTKP K-1 maka iuran sebesar Rp875.000 per pekerja per bulan. Untuk usulan 7 kali PTKP K-1 maka iuran mencapai Rp1.225.000 per pekerja per bulan. Kalangan pengusaha dan pekerja tampaknya akan keberatan dengan usulan tersebut.

TANTANGAN MASA DEPAN JKN

Masih banyak masalah yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan dalam fungsinya untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat, diantaranya termasuk tiga isu utama dalam MOU antara BPJS Kesehatan dan DPN Apindo yaitu: ketidaksiapan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP); coordination of benefit (COB); dan hal-hal lain untuk menjamin tingkat pelayanan yang baik bagi Peserta.

Ketidaksiapan FKTP bukan hanya terkait dengan distribusi dan aksesibilitas, tetapi juga harus mengutamakan kesiapan untuk menyelenggarakan pelayanan terintegrasi yang mengutamakan pasien (people-centred integrated care).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun