Di dalam KBBI tercantum lima arti: (1) lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa) (2) lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dan sebagainya) (3) tidak dikenakan (pajak, hukuman, dan sebagainya) (4) tidak terikat atau terbatas oleh aturan dan sebagainya  (5) merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing) dan (6) tidak terdapat (didapati) lagi. Bebas dalam catatan ini lebih merujuk pada arti ke-1 dan ke-4, manakala seseorang berbuat leluasa dan terlepas dari segala keterikatan.
Artikel ini sekadar menambahi apa yang sudah diinspirasikan oleh St Kartono dalam artikelnya di Harian Kedaulatan Rakyat, 13 Mei 2019. Menurut saya, alasan lain peserta ujian semakin banyak memperoleh nilai 100 juga disebabkan oleh hasil ujian akhir yang "tidak" menentukan kelulusan. Dengan ketentuan begitu peserta ujian tidak terbebani dalam mengerjakan soal-soal.Â
Peserta ujian justru merasa bebas untuk mengeksplorasi diri (dan pengetahuan) untuk menghadapi soal-soal sulit. Bahkan, dalam berspekulasi terhadap soal-soal yang berkategori HOTS sekalipun.Â
Rasa bebas itu memberinya keyakinan untuk berbuat rasa tanggung jawab yang mampu diwujudkannya. Seandainya rasa bebas itu berkelindan dengan kehendak maka akan berpengaruh pada berbagai pilihan dalam hidupnya. Seseorang akan bersikap lebih merdeka, pengaruh dalam menentukan pendirian. Â Â
Pada laman pengertian bebas di https://id.wikipedia.org ada informasi tentang kehendak yang mengacu pada kemampuan untuk memilih di antara berbagai rencana tindakan berbeda yang memungkinkan.Â
Hal ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab, pujian, kesalahan, dosa, dan penilaian-penilaian lain yang hanya berlaku pada tindakan-tindakan yang dipilih secara bebas.Â
Selain itu juga berhubungan dengan konsep nasihat, persuasi, pertimbangan, dan larangan. Biasanya hanya tindakan-tindakan yang dikehendaki secara bebas yang dipandang layak untuk dibenarkan atau dipersalahkan.Â
Terdapat banyak kekhawatiran berbeda terkait ancaman-ancaman terhadap kemungkinan adanya kehendak bebas, bervariasi berdasarkan bagaimana sebenarnya pemahaman akan hal ini, yang terkadang menjadi bahan perdebatan.
Barangkali terlalu kompleks jika dikaitkan dengan keterangan pada laman tersebut sebab harus pula menyajikan elemen-elemen hidup lainnya. Namun, elemen-elemen tanggung jawab, nasihat, dan pertimbangan kiranya yang mendasari kebebasan dalam bersikap.Â
Kebebasan peserta ujian dari tekanan aturan dalam pembelajaran yang diwujudkan dengan rasa tanggung jawabnya akan membuahkan kontribusi. Peran seorang guru untuk turut meneguhkan rasa bebas, juga rasa negatif yang lain akan berpengaruh pada hasil ujian (nilai) yang diperolehnya. Â Â
Dengan kebebasan tanpa beban akan memberi kesempatan kepada peserta ujian akhir untuk lebih berani dalam memilih opsi-opsi yang ada. Tanpa menafikan usaha keras guru (dan siswa) dalam proses pembelajaran yang sudah sesuai dengan tingkat kemampuannya, si peserta ujian lebih siap, lebih tenang, dan makin terbuka dalam berpikir.Â
Tatkala guru sudah terlibat untuk memberikan materi dan pendampingan secara optimal, di pihak pelajar menerima hal itu disertai dengan rasa tanggung jawab dirinya, rasa bebas itu menjadi produktif.Â
Kebebasan ini berefek positif dalam menyiasati soal-soal ujian akhir yang dihadapinya. Entah, mungkin sisi psikologis peserta ujian ini yang agak terabaikan, kiranya dapat menjadi pertimbangan dalam proses pembelajaran (persiapan) menghadapi ujian akhir. Biasanya lembaga-lembaga motivasi akan berperan prima untuk menggarap ranah secara lebih intensif.Â
Sebagian besar sekolah sudah menjeda dengan aktivitas-aktivitas motivatif sebelum pelaksanaan ujian akhir, baik yang dikelola secara mandiri maupun bekerja sama dengan lembaga motivasi tertentu. Itu suatu upaya yang bagus untuk membangun rasa bebas dalam diri peserta ujian.
Akhirnya, coba menyimak komentar Hafidh si peraih nilai 100 dari Solo ini, bukankah suatu pernyataan yang ringan dari suatu kebebasan? Hafidh mendapat nilai 100 untuk Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Kimia. "Saya tidak menyangka dapat nilai 100, saya juga tidak ada target harus nilai seperti itu," kata Hafidh.Â
Jadi, ada baiknya sekolah-sekolah untuk mengolah dan mengelola rasa bebas pelajar dalam menghadapi ujian akhir, agar semakin banyak peserta ujian akhir (biasa) memperoleh nilai 100. Semoga praduga ini menginspirasi guru untuk menggali upaya-upaya lain yang berpengaruh pada perolehan nilai 100. Sehingga perolehan nilai 100 dalam ujian akhir merupakan suatu pencapaian prestasi dari hasil kerja sama antara guru dan peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H