Mohon tunggu...
Eko Kristie
Eko Kristie Mohon Tunggu... Guru - Payung itu melindungi diri. Payung itu norma, tradisi, agama, dan segala sesuatu yang menjadikan hidup semakin nyaman.

Pada mulanya adalah kata-kata. Itulah awal Tuhan Allah mengenalkan dunia. Ayo, saling mengenal untuk memuliakan karya agung-Nya!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Romantis 19

23 Oktober 2014   02:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:03 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proposal Cinta

Thila masih tertegun dengan kejadian yang dialaminya. Ia memandangi meja kerjanya. Bertumpuk berkas mengundang matanya untuk membaca. Dia harus segera menyiapkan proposal untuk persyaratan menerima kunjungan investor dari mancanegara.

”Kau memang nakal, Thole. Keringatmu masih berbau di ruang ini. Aku memang jadi bersemangat. Tapi bayangan kejadian di lembah dingin itu terus saja mengganggu. Kau telah mengoyak rindu.”

Thila menjumput setumpuk berkas, lalu mengamatinya sejenak.

”Uuuhhh, tolong, beri kesempatan untuk merampungkan proposal ini. Anak buahku tidak punya kompetensi untuk menyusunnya. Wajahmu terus saja menempel di kertas-kertas ini.”

Thila menggumam sendirian. Semburan AC agak mendinginkan tubuhnya yang terasa gerah. Kini dia berusaha menenangkan diri. Diirupkan udara ruang kerjanya dengan selega-leganya.

”Uuuhhh! Aku harus konsen, konsen. Konsen!”

Diraihnya gagang telepon.

”Thole ... di situ berisik amat, sih?!”

”Apa?”

”Berisik!”

”Yaya, aku akan keluar ruang. Kenapa?”

”Nanti ke rumah di lembah ya. Tunggu aku di sana. Kau janji mau bikin cerita, kan? Awas, kalau kau ingkar. Tiba di sana, aku akan langsung berbaring, kau sanding, terus terlelap.”

”Lho, aku cuma nungguin kau tidur?”

”Mau nggak?”

”Ya-ya.”

”Sudah dulu, ya. Aku mau bikin proposal, besok ada kunjungan investor dari luar negeri.”

”Wow, dandan yang cantik.”

”Pasti. Memang aku cuma dandan buatmu? Hih...”

”Heh! Aku nggak suka kau macak berlebihan. Aku lebih suka kau tidak berdandan.”

”Maksudmu?”

”Tanpa pakaian. Gitu.”

”Dasar!”

”Hahaha ...!”

”Sudahlah, aku mau konsen, nih! Bye!”

Thila meletakkan gagang telepon, sorot matanya berbinar. Dia kibaskan rambutnya. Dengan berkerjab matanya meneliti catatan dan berkas yang terpampang di atas mejanya.

”Inilah saatnya kerja.”

Thila menyemangati dirinya. Bibirnya tersenyum.

”Ada apa, Bu?” ada anak buahnya bertanya.

”Sssttt, aku sedang jatuh cinta.”

Muka anak buahnya melongo. Tapi tampak senang melihat semangat atasannya dalam bekerja. Kerinduan segera menyergapnya.

”Ibu ....”

”Eeemmmhhh?”

”Aku juga ingin jatuh cinta,” bisiknya jelas.

”What?!”

”Maaf, Bu. Maaf ....”

Thila terhenyak. Dipandang anak buahnya sejenak, mata kirinya dikedipkan. Si anak buah tersipu, dirinya merasa bahwa hidup itu ternyata semu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun