Mohon tunggu...
Kris Ibu
Kris Ibu Mohon Tunggu... Penulis - Sementara bergulat

Mulailah dengan kata. Sebab, pada mulanya adalah kata.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Alay Jadi Bahasa?

11 Maret 2019   10:42 Diperbarui: 11 Maret 2019   15:09 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring dengan berjalannya waktu, dunia modernisme ternyata hanyalah sebuah dunia ilusi yang yang membuat manusia terjebak di dalamnya. Menjadi sebuah problem universal bagi kita, kaum muda yang sedang berproses menemukan jati dirinya menjadi pelaku dan korban dalam dunia modernisme ini.

Kaum muda dihadapkan pada begitu banyak pilihan akan tawaran yang disodorkan zaman. Tak ayal, ternyata kaum muda sering salah jalan. Kaum muda tak jarang menjadi kaum yang paling dicemaskan, yang dalam bahasa Rheynard Meo: "vital tetapi juga fatal." Kaum muda sering melahirkan simbol-simbol atau term-term baru dalam komunitas (ibid). Salah satu yang menjadi problematika saat ini yakni munculnya bahasa alay. 

Alay adalah sebuah istilah yang merujuk pada fenomena perilaku remaja yang ada di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari "anak layangan" atau "anak lebay." Istilah ini merupakan stereotip yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. Selain itu, alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan (lebay) dan selalu berusaha menarik perhatian. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya memiliki perilaku unik dalam hal bahasa dan gaya hidup.

republika.co.id
republika.co.id
Dalam gaya bahasa, terutama dalam bahasa tulis, alay merujuk pada kesenangan remaja menggabungkan huruf besar-huruf kecil, menggabungkan huruf dengan angka dan simbol atau menyingkat secara berlebihan. Di Filipina, terdapat fenomena yang mirip, sering disebut sebagai jejemon.

Fenomena bahasa alay ini biasanya dipakai oleh para ABG (Anak Baru Gaul), khususnya para pelajar tingkat SMP-SMA. Bahasa alay pun seakan mengalami metamorfosa dan "penyempurnaan". Belum lama ini, mulai muncul lagi kata-kata 'aneh', semisal epen kah (emang penting kah), egp (emang gue pikirin), tenyok (memuji orang) dan masih banyak lagi.

Berikut contoh bahasa alay: ketika ada teman yang memanggil, seorang teman lain menjawab: "epen kah deng loe?" emang gue pikirin. Atau: "dbp ni?"(Ada buat apa sekarang?) Yang lain menjawab: "bbm ni"(Baring-baring manja).  

Bahasa alay merupakan fenomena yang terjadi pada kaum remaja atau saat masa pubertas. Hilangnya kata-kata gaul ini ketika individu atau kelompok mulai beranjak dewasa. Perhatian mereka akan dialihkan kepada profesi yang digeluti atau hidup berumah tangga.

Alay Layak Jadi Bahasa? 

Dalam konteks relasi sehari-hari, alay bisa dijadikan bahasa sebagai bahasa pergaulan. Bahasa 'pasar'. Bahasa SMS (Short Message Service). Bahasa yang tidak resmi. Keunggulannya yakni dengan bahasa alay, seseorang mudah menginformasikan sesuatu kepada teman atau orang yang sederajat. Atau juga bahasa alay memungkinkan seseorang membuat kata sandi sebuah sistem teknologi, software, agar tidak mudah di-hack atau dibobol.

twitter/joemikha
twitter/joemikha
Tetapi menurut standar kebakuan bahasa Indonesia, alay tidak bisa dijadikan bahasa. Hal ini dikarenakan: pertama, bahasa alay selain merusak mental generasi muda, juga merusak tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika alay terus mewabah di kalangan kaum muda, ada kecemasan tersendiri dari penulis bahwa tidak menutup kemungkinan suatu saat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar jarang digunakan dan bahkan dilupakan.

Kedua, bahasa Indonesia adalah bahasa baku yang tidak mengenal singkatan (kecuali nama perusahaan, nama daerah, organisasi dan yang sejenisnya). Sedangkan bahasa alay memiliki singkatan-singkatan khusus.

Ketiga, bahasa Indonesia adalah bahasa yang universal untuk orang Indonesia. Artinya, bahasa Indonesia tidak eksklusif, untuk segelintir orang saja. Bahasa Indonesia mencakup kawula muda dan tua, bawahan dan atasan. Bahasa alay hanya dikhususkan untuk para remaja dan segelintir orang saja.

Solusi

Dengan berbagai kelemahan yang terdapat dalam bahasa alay (yang akan terus digunakan oleh para remaja), solusi etis dari penulis yakni pentingnya peranan orangtua dan guru. Orangtua dan guru diajak untuk menyadarkan kaum muda lewat pendidikan baik formal maupun non formal akan pentingnya menjaga keutuhan bahasa Indonesia yang baik dan valid. 

Selain itu, guru dan orangtua tidak akan berhasil apabila tidak ada kesadaran dari dalam diri kaum remaja itu sendiri. Oleh karena itu, remaja dituntut untuk tahu menempatkan bahasa alay. Artinya sebatas pada bahasa SMS atau percakapan dengan orang yang sederajat, tanpa menggunakannya dalam event-event resmi dan formal. Dengan demikian, bahasa Indonesia yang baik dan benar tetap bertahan dan utuh.

DAFTAR RUJUKAN:

kompasiana.com/dila2

merdeka.com/peristiwa

wikipedia.org/wiki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun