Terkait kesalahan nomor perkara Susno yang ditulis nomor 1288 padahal seharusnya 1260, serta kesalahan penulisan tanggal perkara, Basrief menegaskan terdapat identitas Susno.
"Dalam putusan itu sendiri identitasnya lengkap. Pertimbangan-pertimbangan itu terhadap terdakwa Susno Duadji, tidak ada menyatakan orang lain. Saya harap kita membacanya jangan sepenggal-sepenggal, secara utuh supaya masyarakat ini bisa paham,"katanya.
Basrief menegaskan, Kejaksaan tidak butuh mendengarkan penafsiran dari pihak Susno. Menurutnya, tugas Jaksa adalah mengeksekusi keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, dan bukan mendengarkan penafsiran pihak lain. "Kalau ikut tafsir, nanti ada tafsir-tafsir lain, repot. Bayangkan kalau seandainya hanya dengan salah nomor di situ apalagi oleh PT, tapi dinyatakan batal putusan. apalagi didalam putusan MK, jangan Sampaiprosedurial justice mengalahkan material. sementara pidana itu adalah kebenaran materil . Kebenaran materil sudah diungkap di PN, PT sampai ke MA. Apa dengan sekedar salah nomor ini saja kita akan kalah? Saya kira tidak,"katanya.
Sekarang saya mencoba untuk menguti pendapat Asep Iriawan, yang juga pengamat hukum sebagaimana saya kutip dari http://www.poskotanews.com/2013/03/06/kisruh-pasal-197-kuhap-penegak-hukum-dapat-dihukum-berat/. Asep mengatakan bahwa pihak Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Dirjen Pas harusnya mengakui kesalahanya bahwa selama ini memang tak mengindahkan KUHAP yakni dengan memaksakan eksekusi putusan MA atas kecerobohan yang dibuat oleh hakim MA tanpa mematuhi KUHAP.
“Jangan seperti sekarang; kejaksaan maupun Kementrian Kumham yang menyiapkan penjara, beranggapan bahwa ini ‘kanada perintah, ini harus eksekusi. Tidak begitu. Tapi kedua instansi tersebut harus berprinsip berpatokan pada KUHAP,”tegasnya.
Kalau putusan MA yang dikeluarkan batal demi hukum, Kejaksaan dan Kemenhumham harus berani menolak melaksanakan putusan tersebut.
“Kalau tidak memenuhi (pasal 197 kuhap) jaksa jangan mau melaksanakan. Karena dia melaksanakan putusan yang batal demi hukum. Siapa pun yang mengeksekusi putusan batal demi hukum, itu melanggar hukum,”jelasnya.
Lantas bagaimana bila jaksa sudah terlanjur mengeksekusi putusan yang batal demi hukum, Asep menegaskan bila sudah terlanjur maka baik jaksa sebagai eksekutor dan dirjen pas kemenkumham dalam hal ini kalapas yang sudah menerima orang yang telah dieksekusi harus berani bertanggung jawab.
“Keluarkan. Karena kan melanggar 197 KUHAP. karena putusan yang dieksekusi itu tidak memenuhi 197 hurup k, yang sudah ditahan kan harus dikeluarkan,”tegasnya.
Asep juga meminta Kejaksaan dan Dirjen Pas merujuk pada putusan MK tanggal 22 November 2012 terkait Pasal 197 ayat (1) huruf k, ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk memberi kepastian hukum dan tidak berpatokan pada surat edaran dari MA saja.
“Negeri ini berdasarkan undang-undang bukan berdasarkan surat edaran. Saat ini yang harus dilakukan adalah keluarkan yang sudah dipenjara. Mungkin dulu dia (jaksa dan dirjenpas) tidak tahu kan, karena dulu kebiasaan tanpa mencantumkan itu langsung saja laksankan (eksekusi)”.