Mudah-mudahan kecemasan public tidak terbukti. Tetapi, jika kasus Nunun dan berbagai kasus korupsi lainnya terbengkalai, karena alasannya ini dan itu, sehingga prosesnya ditunda lagi dan lagi. Maka sudah barang tentu 'pura-pura pikun' (bukan pikun) itu sebenarnya penyakit yang hanya ada di negeri ini.
Menunggu Aksi 'Badik' Abraham Samad
Pulangnya Sondang adalah persembahan totalitas perjuangan anak-anak negeri. Kembalinya Nunun yang semoga saja tidak pikun lagi adalah kado hari Hak Asasi Manusia sekaligus kado akhir tahun buat negeri ini. Keduanya berkait-erat karena menyoal problem yang sama, berjuang sampai mati bangun negeri yang adil sejahtera, dengan pertama-tama berantas korupsi sampai ke akar-akarnya.
Sudah banyak wacana yang dilontarkan warga bangsa ini untuk membasmi korupsi, mulai dari sekedar ucapan main-main namun terkesan sinis sampai aksi serius dan mati seperti yang dilakukan Sondang. Ketua Umum PP Muhammadyah, Din Syamsudin pada April 2008 mewacanakan hukuman mati untuk para koruptor. Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD lain lagi, pada November 2011 politisi yang terkenal blak-blakan ini mengajukan rekomendasi agar para koruptor di tempatkan dalam sebuah kebun yang serupa kebun binatang. Wacana terakhir dan sekaligus aksi nyata adalah 'bakar diri' yang dilakukan Sondang. Pesannya jelas, revolusi sampai mati.
Di antara sekian banyak wacana, munculah Abraham Samad. Pimpinan Komisi Pemberantasan terpilih. Di pundaknya dibebani janji-janji, tak hanya janjinya sendiri, tetapi janji-janji anak republic ini. Kepada pria kelahiran Makasar 27 November 1966 ini, kita berharap aksi yang lebih nyata. Kita tidak hanya berharap wacana apa yang dilontarkannya, tetapi bagaimana wacana itu berproses dalam tindakan nyata.
Kepadanya, melalui Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulewesi Selatan telah diberikan sebilah badik sepanjang 15 cm sebagai kado atas terpilihnya sebagai ketua KPK yang baru. Kado itu diserahkan oleh bocah kelas 3 Sekolah Dasar, Agus Sutomo, yang mungkin belum mengerti apa artinya korupsi. Hari itu, 9 Desember 2011, dengan badik di tangan Abraham Samad mengacungkan janji ke lambung langit "Amanah ini tidak saya sia-siakan. Sekali lagi saya katakana siap mewakafkan diri untuk membersihkan Indonesia dari korupsi" Masih dengan badik digenggaman jari-jarinya "Indonesia terpuruk karena tingginya korupsi. Jika terlena dan membiarkan korupsi berjalan terus, bangsa ini akan makin tertinggal"
Ya, Abraham Samad sudah mengacungkan janji. Di tangannya sudah ada badik. Simbol keseriusan dan keberanian, tak pandang bulu apalagi tebang pilih, tetapi atas nama hokum 'menikam' siapa pun yang bersalah. Dalam aksinya kita berharap Abraham Samad tidak menjadi 'banci'. Tetapi sebaliknya jantan dan berani. Dalam aksinya, kita berharap Abraham Samad bercermin diri dari Sondang, untuk berjuang sampai mati. Pun menampilkan gambaran diri yang berbeda dari Nunun, bahwa dalam memberantas korupsi sikap 'pura-pura pikun' adalah tabiat yang tidak hanya tidak terpuji tetapi 'bangsat'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H