Mohon tunggu...
Kris da Somerpes
Kris da Somerpes Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

pendiri dan pengampu media sastra online: www.floressastra.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY, Kuyakin Kau Sampai Di Sana

31 Januari 2010   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:10 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Sabtu, 6 Oktober 2007, Lembaga Survei Indonesia, berdasarkan hasil surveinya, mewartakan kepada media bahwa Susilo Bambang Yudoyono atau SBY masih menjadi pemimpin pilihan rakyat. Ketika itu, dari antara tujuh calon presiden yang dijagokan untuk Pilpres 2009 seperti Megawati, Amien Rais, Wiranto, Yusuf Kalla, Sultan Hamengku Buwono X, dan Sutiyoso, popularitas SBY masih berada di urutan pertama dengan perolehan 28 persen.

Namun demikian SBY menanggapi hasil survei itu dengan sikap yang tenang. Apalagi ketika ditanyai soal niatnya untuk kembali bertarung dalam Pilpres 2009, SBY juga menanggapinya dengan 'diam'. Di satu sisi SBY belum merasa perlu untuk menanggapinya secara serius karena ia hendak berkonsentrasi kepada rakyat. Namun di sisi lain bisa juga SBY menganggap itu sebagai hal yang biasa, yang justru sama sekali tidak mempengaruhi popularitasnya.

Hal itu menjadi tampak jelas dengan niat SBY yang merapatkan barisan partainya. Menurutnya maraknya bursa calon presiden untuk Pilpres2009 harus ditanggapi dengan jelas dan terukur "Kalau harus menyerang, harus tahu taktik smes seperti dalam olahraga bola volley. Sebab politik yang cerdas, pernyataanya terukur, rasional dan penuh ketenangan" katanya.

Ketidakmendesakan, ketidatergesaan, ketenangan SBY pada ketika itu secara politis bisa ditafsirkan sebagai sebuah taktik untuk menjaga citra politiknya. SBY sejatinya sudah dikenal luas sebagai presiden, dan untuk membuktikan kemampuannya dia lebih memilih menyibukkan diri denganmenyelesaikan masa tugasnya dengan lebih baik. Inilah rahasianya, sebab waktu yang akan membuktikan sendiri.

Sambil mengisi sela itu, tanpa kita ketahui ternyata SBY sudah menyiapkan beberapa lagu kenangan alias sweet song. Sampai ketika itu SBY sudah mengarang enam judul lagu dan akhirnya dinyanyikan juga oleh Ebiet G. Ade, Widi AB Three, dan Darma Oeratmangun.

Sekarang, di awal masa pemerintahan SBY periode kedua, 2009-2014, SBY masih tetap tenang bersikap, terukur dalam bertutur, diam dalam menanggapi situasi. Tafsiran politis bahwa SBY melakukan semua itu demi menjaga citranya rupa-rupanya sudah tidak relevan lagi. Saya menduga, memangdemikianlah sikap dan pembawaan SBY, terlepas dari tafsiran lawan politik atasnya yang melulu negatif. Lagi-lagi saya menduga, bahwa memilih untuk bersikap bijak, mencermati semua masalah dengan teliti dan jernih adalah pembawaan SBY sebagai pemimpin yang kuat; dan tak dipungkiri lagi kalau sikap dan sifat itu merupakan karakter alamiah beliau.

Ketika album kedua SBY ”Kuyakin Sampai Di Sana” dikeluarkan, dugaan saya menjadi semakin kuat bahkan berubah menjadi sebuah keyakinan bahwa sesungguhnya SBY adalah pribadi yang kuat, teguh, kokoh dan konsisten. Pendapat ini mungkin akan dicerca, dan mungkin juga akan menimbulkan pro kontra, tetapi terlepas dari kepentingan tertentu saya meyakini itu.

Bayangkan....banyak serangan datang bertubi mengenainya. Separuh masyarakat Indonesia mulai menyangsikan kepemimpinan SBY, dan lembaga survei telah membuktikan itu. Lawan-lawan politik SBY pun seperti tidak kehabisan peluru menyerang. Partai-partai koalisi pun sudah mulai bimbang. Namun, SBY tetaplah seorang SBY.

Mengakhiri tulisan kecil ini saya mengutip sepenggal syair lagu SBY dari album Ku Yakin Sampai Di Sana-nya:

”Telah kupilih jalanku sendiri

Dalam prinsip kehidupanku

Meski tak selalu mudah

Aku yakin sampai di sana”

SBY adalah pemimpin yang konsisten. Beliau memilih sikap politik yang tepat di saat yang tepat. Beliau tetap tenangdan santun. Tuturnya terukur, sikapnya bijak. SBY tahu tempat, dimana harus berdiri, juga tahu waktu kapan harus bicara. SBY, Kuyakin Kau Sampai Di Sana, walaupun banyak badai datang menghadang, jika mau dicermati dengan jernih sebenarnya semua badai yang meletup letup lewat berbagai aksi demonstrasi adalah buah manis demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun