Kebutuhan akan barang atau jasa merupakan keperluan yang harus dipenuhi, misalnya makan, pakaian, tempat tinggal, sekolah dan sebagainya. Sedangkan keinginan akan barang atau jasa bukan merupakan kewajiban, misalnya orang tidak harus memiliki mobil karena bisa menggunakan transportasi umum.
Namun, seringkali yang terjadi orang lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan. Akibatnya tidak sedikit orang yang memaksakan diri untuk memiliki sesuatu yang bukan merupakan kebutuhan.
Dua, Bersyukur akan apa yang dimiliki
Sikap bersyukur akan apa yang dimiliki menjadikan suasana hati kita menjadi tenteram dan bahagia. Namun, jika kita menginginkan akan sesuatu di luar kemampuan maka akan menjadikan kita tergesa-gesa, ngoyo, dan tidak tenang.
Dalam keadaan baik-baik saja akan mudah untuk mengucap syukur, namun ketika mengalami persoalan akan sulit untuk mengucap syukur. Kita dapat belajar filosofi dari orang Jawa yang mudah untuk mengatakan "untung.". Misalnya mengatakan untung yang cacat tangan kiri bukan tangan kanan.
Tiga, Hidup bertanggung jawab
Hidup di dunia hanya sementara dan dalam rangka mempersiapkan untuk kehidupan kekal bukan berarti melepaskan tanggung jawab selama di dunia. Tanggung jawab sebagai bentuk persiapan menuju kehidupan setelah kematian.
Mengerjakan aktivitas dan berinteraksi dengan sesama merupakan sarana untuk melatih kedewasaan dan memproses kesucian hati. Tanpa itu makan proses pendewasaan dan kesucian tidak akan terwujud dengan baik.
Empat, Apa yang fana bukan suatu keharusan
Banyak filosofi dunia yang mengajarkan keberhasilan untuk meraih perkara yang fana. Perkara dunia menjadi yang utama dan menjadi suatu keharusan untuk dapat mencapainya. Akhirnya banyak orang yang terikat dan berjuang mati-matian untuk perkara yang fana ini.
Sementara ketika kita menghadap Sang Khalik maka perkara yang fana itu akan ditinggalkan dan kita hanyalah membawa kesucian hidup dan perbuatan baik. Dua hal inilah yang sebenarnya menjadi agenda utama kehidupan.
***
Kehidupan yang kita lakukan bukan hanya meraih sesuatu yang kelihatan, namun perjuangan untuk mengubah karakter hingga sesuai dengan kehendak Sang Khalik. Jika diibaratkan berpergian maka kita harus berkemas-kemas, membawa bekal yang cukup, dan memastikan kita akan sampai pada tujuan.
Manakala kita telah memiliki keyakinan bahwa dunia ini bukan kehidupan yang sesungguhnya, maka kita akan bergumul, memperkarakan, dan serius mempersiapkan diri untuk dapat masuk bumi yang baru. Memiliki isi dunia bukan merupakan ukuran kesuksesan, namun ketika kita diterima oleh Sang Khalik merupakan kesuksesan yang sejati. (KB)