"Manusia mencengkeram harta kekayaan yang membekukan bagai salju, namun obor cinta kasih senantiasa kucari, agar nyala apinya menyucikan hatiku dan menghanguskan benih penyakit kedurhakaan. Karena himpitan kebendaan membunuh manusia, pelan tanpa derita, cinta kasih membuatnya terjaga, dan perih menghidupkan kepekaan jiwa." - Kalil Gibran, penulis dari Libanon-Amerika 1883-1931.
Setiap orang memiliki kepekaan berbeda-beda. Kepekaan diperoleh dari nilai-nilai yang diyakini dan merupakan akumulasi proses kehidupan. Jika kita dekat dengan Sang Pencipta apa pun keyakinan kita akan memiliki kepekaan yang tinggi.
Kepekaan yang dimiliki saat ini merupakan hasil pengalaman hidup dan hasil dari belajar pada universitas kehidupan. Mungkin kita pernah mengabaikan kepekaan yang ternyata berdampak tidak baik.
Sementara kita mengambil keputusan dari hasil proses kepekaan dan merasakan manfaat atas keputusan itu. Itulah kepekaan yang dapat dilatih dan dipersoalkan dalam menjalani kehidupan.
Pernah suatu ketika saya mengantre untuk membayar tol, kebetulan kendaraan didepan saya kesulitan untuk melakukan transaksi, mungkin saldo tidak mencukupi atau ada kendala dengan kartu/mesin tol.
Hati kecil saya berbicara "kamu turun dan pinjaman kartu tol ke pengemudi itu" Namun saya tidak peka suara hati dan hanya membuka kaca dan menawarkan untuk memakai kartu saya. Pengemudi di depan memberikan isyarat menolak tawaran saya dan memerintahkan saya untuk memundurkan mobil.
Akhirnya saya mundur dan dia pun ikut mundur. Kembali hati kecil saya perintahkan untuk membunyikan klakson karena dia meluncur agak cepat, namun kembali saya tidak peka karena saya memang tidak begitu suka untuk membunyikan klakson.
Dan benar hanya hitungan sekian detik ketika saya mengambil posisi untuk berpindah ke jalur sebelar kiri, "duk" mobil dia menabrak bagian belakang kanan mobil saya. Waktu itu sedang turun hujan, jadi mungkin si pengemudi kurang jelas penglihatannya.
Saya turun dan meminta dia bertanggung jawab dan saya minta uang untuk perbaikan, namun karena dia tidak membawa cukup uang maka hanya diganti sepertiga dari nilai yang saya minta.
Kemudian saya meneruskan perjalanan dengan kekesalan mengapa tidak peka akan suara hati kecil. Jika saya turun dari kendaraan dan memberikan kartu tol, peristiwa tabrakan tidak akan terjadi. Atau jika saya mengklakson pada waktu mobil dia mundur, peristiwa tabrakan juga akan terhindarkan.
Itulah pentingnya kepekaan yang dapat membawa kita luput dari peristiwa buruk. Diantara kita sebenarnya sudah dilengkapi dengan kepekaan hati, namun terkadang kita abai dan lebih mementingkan logika dan membangun kebenaran pribadi.