Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Author: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Soal Ustad Maheer, Cuitan Novel, dan Pemerintah yang Alergi Kritik

13 Februari 2021   08:43 Diperbarui: 13 Februari 2021   08:56 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Innalillahi Wainnailaihi Rojiun Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Pdhl kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Org sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jgn keterlaluanlah..Apalagi dgn Ustadz. Ini bukan sepele lho..," tulis Novel.

Itulah cuitan penyidik KPK Novel Baswedan menanggapi wafatnya Soni Ernata atau Ustad Maaher At Thuwailibi pada 8 Februari 2021 di Rutan Mabes Polri.

Ustad Maheer merupakan tersangka dugaan kasus penghinaan bernuansa SARA. Ia dituduh melakukan ujaran kebencian atas Kyai NU, Habib Luthfi bin Yahya melalui media sosial  Twitter.

"Iya tambah cantik pakai jilbab, kayak kyainya Banser ini ya," ujar Maaher seraya mengunggah foto Habib Luthfi yang mengenakan sorban. Begitu unggahan Twitter dari Ustad Maheer.

Kemudian Novel Baswedan dilaporkan oleh PPMK (Pemuda Pelajar Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) atas dugaan melakukan provokasi dan menyebarkan hoaks melalui media sosial.

#Misteri Kematian Ustad Maheer

Menurut Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono pihaknya tidak akan mengungkap penyebab kematian Ustad Maheer karena sakitnya sensitif dan untuk menjaga nama baik keluarga.

Keterangan dari pihak Polri ini yang menimbulkan pertanyaan dari masyarakat, dan hanya menduga-duga penyakit apa yang sesungguhnya dialami Ustad Maheer. Tentu Argo mempunyai catatan kuat hasil pemeriksaan dari  dokter yang menanganinya.

Sementara itu Istri Ustad Maheer, Iqlima Ayu memberikan penjelasan bahwa suaminya menderita sakit usus, sakitnya kambuh karena tidak mengonsumsi obat secara rutin.

#Kasus Novel Baswedan

Kembali pada kasus Novel Baswedan yang melakukan kritik kepada kinerja aparat kepolisian atas kematian Ustad Maheer.

Pihak KPK yang diwakili oleh Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap menyayangkan adanya laporan tersebut. Apalagi pemerintah belum lama ini menyatakan terbuka atas kritik.

Seperti diketahui dalam acara Laporan Tahunan Ombudsman pada 8 Februari 2021 Presiden Joko Widodo meminta masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik terkait pelayanan publik.

Lalu bagaimana sebenarnya cara menyampaikan kritik agar tidak menjadi bumerang?

#Cara Menyampaikan Kritik

Kata kritik sebenarnya berasal dari bahasa Yunani "clitikos" yang berarti "yang membedakan". Dan diturunkan dari bahasa Yunani Kuno "krites" yang mengandung arti orang yang memberikan pendapat beralasan atau analisis, pertimbangan nilai, interpretasi atau pengamatan.

Dari pengertian tersebut kritik merupakan pendapat yang berbeda dari sasaran yang di kritik namun kritik harus berdasarkan alasan, melalui analisis, pengamatan dan apa yang disampaikan mengandung nilai.

Dengan kata lain orang yang menyampaikan pendapat tidak didukung dengan argumentasi dan data yang kuat sejatinya tidak masuk dalam kriteria kritik.

Apalagi apa yang disampaikan tidak mempunyai nilai. Terhadap hal demikian patut diduga sebagai suatu yang tidak berdasar kebenaran.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, berbunyi:

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dana atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)". 

Undang-undang ITE  telah banyak menelan korban khususnya para pegiat media sosial, misalnya Paranormal Ki Gendeng Pamungkas atas unggahan video berbau SARA. Artis Achmad Dani dianggap menghasut dan menyebarkan kebencian dan telah dipenjara selama 1,5 tahun penjara.

Jonru Ginting ditetapkan sebagai tersangka atas ujaran kebencian yang dilakukan kepada Quraish Shihab melalui  Twitter, di ganjar 1.5 tahun penjara dan denda Rp. 50 juta.

Dengan demikian kritik yang dilakukan dengan kebencian, penghinaan dan mengandung fitnah dapat dipidana.

***

Kita tunggu hasil penyelidikan kepolisian apakah ciutan yang dilakukan Novel Baswedan mempunyai unsur melanggar undang-undang ITE.

Mencermati banyaknya pegiat media sosial yang terjerat hukum, hendaknya masyarakat berhati-hati menggugah tulisan atau video yang berisi penghinaan, ujaran kebencian atau bernuansa SARA.

Kritik sebaiknya dilakukan berdasarkan data dan fakta yang mengandung nilai bagi orang, lembaga atau masyarakat. Akan lebih baik disampaikan dengan bahasa santun namun tanpa mengurangi esensi.

Sebagai benteng terakhir adalah pihak penegak hukum baik kepolisian yang melakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan melengkapi berkas-berkasnya dan kejaksaan yang akan menggelar sidang.

Hakim dan Jaksa harus profesional dengan mengedepankan sisi kemanusiaan, keadilan, kepatutan, dan kejujuran.

Dan tidak kalah penting adalah saksi dari ahli bahasa yang akan menerjemahkan kata-kata yang disampaikan terdakwa berdasarkan pemikiran yang jernih dan tidak memihak.

Masyarakat akan mengontrol proses persidangan apabila ada penyimpangan dari penegak hukum pasti akan mendapatkan reaksi dari warga net.

Di alam demokrasi saat ini proses hukum begitu transparan, agak sulit bagi pemerintah melakukan intervensi kepada penegak hukum khususnya persidangan menyangkut ITE, jadi apakah pemerintah alergi kritik? (KB)

Rujukan:

  • Kompas.com
  • Hukumonline.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun