Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ibunda Edhy Prabowo yang Paling Sedih, Melihat Putranya Korupsi

30 November 2020   07:14 Diperbarui: 30 November 2020   07:39 4089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto di atas adalah momen bersejarah dari Menteri KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Edhy Prabowo, saat dirinya di wisuda sebagai Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung, 5 Agustus 2020 lalu.

Edhy Prabowo tidak dapat menyembunyikan kegembiraan bersama istrinya Iis Rosita Dewi, bersama ke tiga anak jagoannya, Satrio Budi Wiroreno, Raja Dimas Satrio dan Adityo Suryotomo.

Puncak prestasi akademik tersebut telah melengkapi karier sebelumnya sebagai seorang menteri pada Kabinet Kerja Joko Widodo periode 2019-2024.

Namun sayang puncak karier yang telah dirintisnya tersebut dirusak oleh perilaku sendiri dengan menyalahgunakan wewenang sebagai seorang menteri untuk memperkaya diri melalui kebijakan ekspor benur.

Jatuh Kasus Korupsi

Tertangkapnya Menteri KKP Edhy Prabowo (EP) oleh KPK menjadi perhatian publik dan menjadi berita utama di berbagai media baik cetak maupun elektronik.

Kenapa demikian karena EP tidak saja sebagai seorang menteri, namun salah satu pejabat teras sebuah partai pemenang ke dua Pemilu 2019, Gerindra. Edhy juga menjadi orang kepercayaan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

Karena kedekatannya itulah maka Edhy menjadi pilihan Prabowo masuk dalam Kabinet Kerja Joko Widodo tahun 2019, menyingkirkan tokoh lain yang ada dalam partai berlogo kepala burung garuda tersebut.

Perjalanan Karier

Edhy Prabowo lahir di Muara Enim, Sumatera Selatan pada tanggal 24 Desember 1972. Ia merupakan anggota DPR RI dari Partai Gerindra sebelum diangkat menjadi Menteri KKP.

Pada mulanya Edhy dikenal sebagai atlet pencak silat nasional, pernah berhasil dalam ajang PON (Pekan olahraga Nasional) dan mengikuti berbagai kejuaraan pencak silat di berbagai negara.

Setelah lulus dari SMA tahun 1991, Edhy berhasil lolos seleksi masuk sebagai Taruna Akmil di Magelang -- Jawa Tengah. Namun karena ada kasus pelanggaran maka Edhy dikeluarkan dari sekolah pencetak jenderal tersebut.

Pupus sudah cita-cita menjadi seorang prajurit, kemudian Edhy merantau ke Jakarta dan diperkenalkan dengan Prabowo Subianto, yang pada waktu itu masih berpangkat Melati Dua atau Letnan Kolonel.

Atas kebaikan Prabowo, Edhy di sekolahkan pada Universitas Moestopo dan mengambil jurusan Ekonomi. Selain itu Edhy diminta untuk belajar pencak silat setiap akhir pekan di Batujajar, Bandung.

Akhirnya Edhy menjadi orang kepercayaan Prabowo, bahkan ketika jenderal bintang tiga itu merintis usaha dan berdomisili di Jerman dan Yordania, Edhy pun diajaknya.

Edhy Prabowo dan Prabowo Subianto (Sumber: Portal-Islam.id)
Edhy Prabowo dan Prabowo Subianto (Sumber: Portal-Islam.id)

Ketika Prabowo kembali ke Indonesia dan mendirikan Partai Gerindra, Edhy masuk dalam jajaran pengurus dan menjadi Caleg untuk daerah pemilihan Sumatera Selatan.

Edhy menjadi anggota DPR RI pada periode 2009-2014, di Komisi VI yang membidangi Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan BUMN.

Pada periode 2014-2019 Edhy terpilih kembali sebagai anggota DPR RI dan bertugas pada Komisi IV bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan pangan.

Dalam organisasi Edhy tercatat sebagai pengurus HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) dan menjabat sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan.

Di dalam Partai Gerindra, Edhy dipercaya sebagai Waketum Bidang Keuangan dan Pembangunan Nasional sejak 2012.

Sedangkan dalam bisnis Edhy menjabat sebagai Presdir PT. Garuda Security Nusantara, Komisaris PT. Kiani Lestari Jakarta, sebuah pabrik kertas milik Prabowo.

Hari Nahas

Pada hari Selasa 24 November 2020 merupakan hari nahas baginya, Edhy ditangkap KPK bersama dengan 6 orang pejabat dan staf KKP di Bandara Soekarno Hatta.

Mereka ditangkap setelah tiba dari perjalanan dinas ke Honolulu, Hawai dan Amerika Serikat. Dari hasil tangkap tangan tersebut KPK antara lain menemukan ATM sebuah bank, tas Louis Vuitton, Hermes, jam tangan Rolex dan tas koper Tumi.

Penangkapan itu berawal dari laporan masyarakat akan adanya transaksi rekening bank yang melibatkan penyelenggara negara, pada tanggal 21 sampai 23 November 2020. Rekening itu diduga sebagai penampung dana dan dipergunakan untuk berbelanja barang mewah di luar negeri.

Edhy Mohon Maaf

Dalam pernyataannya pasca penangkapan, Edhy mengaku akan bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan dan mengikuti proses pemeriksaan. Ia juga mengundurkan diri sebagai Menteri KKP dan Waketum Partai Gerindra.

Tidak lupa ia juga minta maaf pada Presiden Joko Widodo, karena telah mengkhianati kepercayaan yang diberikan. Edhy juga minta maaf kepada mentor dan gurunya Prabowo yang telah mengajarkan banyak hal.

Edhy Prabowo menyampaikan permohonan maaf (ANTARAFOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Edhy Prabowo menyampaikan permohonan maaf (ANTARAFOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Dengan mata berkaca-kaca Edhy juga meminta maaf kepada Ibunda yang mungkin sedang menonton, dia berharap ibunda tetap kuat pada usianya yang sudah sepuh.

Ibu mana yang tidak bersedih melihat putranya yang ia cintai dan banggakan selama ini karena prestasinya, harus terkubur oleh kecerobohan yang dilakukan.

Kekecewaan pasti dialami oleh Prabowo Subianto sebagai ayah asuhnya sejak usia muda, menyekolahkan, mendidik sebagai seorang politikus dan pebisnis yang sukses.

Istri dan anak-anak Edhy harus menanggung malu dengan perilaku yang tidak terpuji dari ayahnya yang selama ini dihormati dan menjadi idolanya.

Sebagai masyarakat kita juga prihatin atas maraknya kasus korupsi yang menimpa para politikus, seolah tidak takut pada hukuman dan dampak negatif bagi keluarga, pemerintahan dan masyarakat.

Sungguh uang telah membutakan nurani dan akal sehat, uang menjadi yang utama dari apa pun. Sekalipun nama, jabatan, popularitas dan keahlian yang dimilikinya jauh melebihi dari nilai uang yang dikorupsi.

Rujukan:

  • www.tribunnews.com
  • Wikipedia.org
  • Nasional.kompas.com
  • Sumeks.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun