Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (Deepublish, 2021). Ketika Kita Harus Memilih (Gunung Sopai, 2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (Deepublish, 2022). Merajut Keabadian (Bintang Semesta Media, 2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (Deepublish, 2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Abuse of Power dan Dekadensi Moral Pemimpin, Penghambat Kemajuan Bangsa

28 November 2020   07:47 Diperbarui: 28 November 2020   07:53 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama masa pandemi Covid-19 ini setidaknya ada 4 peristiwa penting di Indonesia, yaitu maraknya dinasti politik, disahkannya UU Cipataker, kepulangan Habib Rizieq dan tertangkapnya Menteri KKP Edhy Prabowo oleh KPK.

Keempat peristiwa tersebut seolah mewakili keadaan bangsa, bagaimana abuse of power 'penyalahgunaan wewenang', dan dekadensi 'kemerosotan' moral para tokoh masih terjadi di era reformasi ini.

Apabila para pemimpin bangsa ini yang notabene menjadi teladan bagi rakyatnya tidak membenahi moralitas, perilaku, sikap dan integritasnya, maka kemungkinan dapat terjadi adanya krisis kepercayaan dan krisis kepemimpinan.

Membangun kepercayaan bukan dengan kata-kata yang manis dan hanya untuk pencitraan diri. Namun tindakan nyata yang berdampak pada kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.

Memang tidak dapat di hindari manusia membutuhkan pengakuan, penghargaan  dan aktualisasi diri, tetapi bukan itu yang menjadi tujuan. Ia akan ada sebagai efek penyerta dari nilai-nilai dan manfaat  yang telah dilakukan untuk kemaslahatan banyak orang.

Sebagai masyarakat yang tidak dapat berbuat banyak dan hanya menerima keputusan peraturan dari pemerintah. Masyarakat hanya melakukan apa yang dapat diperbuat sesuai dengan bidangnya.

Demikian halnya terhadap perilaku para elite politik dan tokoh masyarakat yang tidak pro rakyat, masyarakat hanya sebagai penonton sambil mengelus dada. Berdoa kiranya mereka kembali pada panggilan seorang pemimpin yang amanah.

Fenomena Dinasti Politik

Bobby, Gibran dan Joko Widodo (Sumber: global news)
Bobby, Gibran dan Joko Widodo (Sumber: global news)

Adalah Presiden Joko Widodo yang membuat keputusan kurang elok dengan merestui putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam gelaran Pilwalkot Solo tahun 2020 ini.

Demikian juga seolah tidak mau ketinggalan sang menantu Bobby Nasution juga siap bertarung dalam perebutan kursi Wali Kota Medan. Putra dan menantu Jokowi, kedua-duanya berlatar belakang pengusaha dan belum lama aktif di partai.

Walaupun secara hukum pencalonan itu tidak melanggar peraturan, tetapi telah membentur etika dan moral sebagai seorang pemimpin bangsa. Patut diduga Jokowi telah menyalah gunakan wewenang untuk mendikte para ketua partai meloloskan mereka, walaupun tentunya tidak secara langsung.

Kontroversi UU Ciptaker

Kericuhan terjadi saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di kawasan Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/10/2020).(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)
Kericuhan terjadi saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di kawasan Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/10/2020).(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Undang-undang Cipta Kerja telah menjadi polemik di masyarakat khususnya para buruh. Mereka resah banyak peraturan yang merugikan para buruh. Dan memancing melakukan demo di beberapa kota.

Memang di satu sisi pemerintah sedang giat menumbuhkan para pelaku usaha baru dan menarik investor asing. Dengan cara membuat kemudahan perizinan dan mengurangi biaya operasional perusahaan.

Namun peraturan itu banyak merugikan buruh misalnya berkurangnya pesangon, ketidakpastian kenaikan upah, peraturan kontrak kerja dan penentuan upah berdasarkan UMP. UU Ciptaker telah memberikan karpet merah bagi pengusaha, dengan mengorbankan hak-hak buruh.

Kepulangan Habib Rizieq

Habib Rizieq Shihab menyapa pengikutnya di Terminal III Bandara Soekarno Hatta (Sumber: Tribunnews/Irwan Rismawan)
Habib Rizieq Shihab menyapa pengikutnya di Terminal III Bandara Soekarno Hatta (Sumber: Tribunnews/Irwan Rismawan)

Kepulangan Habib Rizieq dari Arab Saudi ke Indonesia telah disambut ribuan pengikutnya di Bandara Soekarno Hatta. Akibat penyambutan itu telah melumpuhkan bandara, banyak penumpang yang terlambat tiba dan maskapai memutuskan penundaan penerbangan.

Tidak sampai di situ saja, safari Rizieq dilanjutkan memberikan ceramah di Mega Mendung Bogor dan menggelar acara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW dan menikahkan putrinya di Petamburan Jakarta.

Patut disayangkan sikap Habib Rizeq sebagai pemimpin FPI (Front Pembela Islam), tidak menyarankan umatnya untuk tidak melakukan kerumunan karena berpotensi munculnya kluster baru Covid-19. Di sini telah terjadi dekadensi moral sebagai seorang pemimpin karismatik.

Upaya dari aparat keamanan dan satgas Covid-19 sebenarnya bisa mengambil tindakan pencegahan dengan melakukan pendekatan kepada Habib Rizieq agar dapat menenangkan pengikutnya.

Kasus Edhy Prabowo

Edhy Prabowo megenakan rompi oranye (Sumber: Tribunews/Irwan Rismawan)
Edhy Prabowo megenakan rompi oranye (Sumber: Tribunews/Irwan Rismawan)

Tertangkapnya Menteri Edhy Prabowo dalam pusaran kasus ekspor benih lobster ke Vietnam sebagai pertanda buruknya kaderisasi partai. Dia tidak sekadar sebagai seorang menteri tetapi pejabat teras partai dan hasil didikan dari Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

Edhy Prabowo telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan kebijakan ekspor benur. Melakukan praktik bisnis dari hulu sampai ke hilir. Dari penunjukan perusahaan pengekspor sampai jasa pengiriman dengan satu perusahaan saja atau monopoli.

Akibat dari kebijakan tersebut kinerja ekspor lobster Vietnam yang sebenarnya pesaing Indonesia meningkat tajam karena di dukung benih yang mencukupi.

***

Menjadi keprihatinan kita semua akibat buruknya partai politik dalam melahirkan kader pilihannya yang kurang memiliki integritas. Partai politik harus membenahi kinerjanya dengan melakukan rekrutmen calon terbaik, melakukan pembinaan dan pengawasan yang ketat.

Kepada para pemimpin organisasi masa hendaknya mempunyai kedewasaan dalam berperilaku, bertindak dan ucapan-ucapan yang menyejukkan pengikutnya. Pengakuan masyarakat bukan karena dia keturunan siapa, tetapi kebaikan apa yang telah dilakukan untuk masyarakat.

Sungguh perilaku para pemimpin dan tokoh masyarakat menjadi salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa. Karena keputusan yang diambil berdampak pada ekosistem ekonomi nasional dan tatanan kehidupan berdemokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun