Terbayang tidak sih teman-teman punya 3 anak Batita (bawah tiga tahun)? Bukan mau curhat, tapi hanya berbagi kisah mungkin dapat menjadi inspirasi.
Kemajuan zaman saat ini sering saya menemui pasangan muda yang baru mempunyai anak kecil, dihadapkan pada persoalan pengasuhan anak. Mau memakai  Baby Sitter atau PRT (Pembantu Rumah Tangga) dari Yayasan, terkadang tidak bisa diandalkan.
Sementara itu apabila tidak menggunakan jasa tersebut orang tua akan kewalahan mengasuhnya. Suami dan Istri biasanya bekerja. Apalagi di kota besar seperti Jakarta harus berangkat pagi dan pulang sore atau malam hari.
Kalau rumahnya dekat orang tuanya maka anak-anaknya bisa dititipkan ke kakek dan neneknya. Bahkan ada nenek yang memutuskan pensiun dini demi mengurus cucu-cucunya.
Belum lagi kalau anak sakit, orang tua izin tidak bekerja untuk mengurus anak. Sehingga absensi karyawan merah karena sering izin tidak masuk atau terlambat masuk kerja karena mengurus anak.
Di sini terkadang dihadapkan pada pilihan sulit, apakah istri harus tidak bekerja dan mengurus anak di rumah? Sedangkan penghasilan suami belum mencukupi.
Karier yang sudah dibangun istri harus dilepaskan demi anak. Dan harus memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan.
Itulah dilema keluarga muda, di tengah tuntutan ekonomi dan keberlangsungan keluarga. Dibutuhkan kedewasaan pasangan suami istri untuk menghadapinya.
Anak Pertama Kembar Fraternal
Saya mempunyai pengalaman pribadi bersama istri, mempunyai 3 anak Batita. Â Istri saya melahirkan anak kembar, laki-laki dan perempuan atau kembar tidak identik (fraternal).
Kami berdua tentunya berbahagia lahir sekali langsung dapat 2 anak sekaligus. Apalagi sepasang laki-laki dan perempuan. Kami sepakat untuk mempunyai 2 anak saja dan istri saya siap untuk mengikuti KB (Keluarga Berencana).
Anak Ke-3 Menyusul
Namun manusia boleh merencanakan tetapi Tuhan yang menentukan. Program KB gagal dan istri saya hamil untuk kedua kalinya.
Sekitar dua setengah tahun kemudian lahirlah anak ke-3 dari kelahiran ke-2. Kami sangat bersyukur karena Tuhan mempercayakan satu anak lagi, walaupun kerepotan semakin bertambah.Â
Belum genap anak kembar kami berusia 3 tahun, sudah mempunyai adik lagi. Jadilah kami pemegang rekor orang tua yang mengasuh anak usia Batita sebanyak 3 orang.
Saya beruntung mempunya istri yang pengertian dan mencintai anak-anak. Mulailah kami membagi peran masing-masing dan dihadapi bersama. Karena tantangan yang tak mudah.
#1. Masa Menyusui
Ketika masa menyusui, kami membagi tugas, saya tidur terlebih dahulu dan bangun tengah malam, sebaliknya istri jaga terlebih dahulu dan tidur kemudian. Saya bertugas untuk mengganti popok atau membuatkan susu. Begitulah peran yang saya jalankan selama anak masih menyusui.Â
#2. Anak Usia 2 Tahun Sampai TK
Karena kewalahan mengurus anak-anak, kami dibantu seorang saudara, pembatu dan Baby Sitter. Tetapi kami mempunyai komitmen untuk pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan anak, misalnya memandikan, menyuapi dan menghantar tidur. Kami melakukannya sendiri sedangkan pekerjaan di luar itu baru pembantu dan Baby Sitter yang mengerjakan. Walaupun harus berlelah kami tidak ingin kebersamaan dengan anak-anak terhilang.
#3. Usia SD dan SMP
Dalam hal masakan istri saya turun langsung untuk mengatur menu dan memasak dibantu oleh saudara. Kami membiasakan anak-anak sarapan dan memberikan bekal makan siang, agar anak-anak tercukupi gizinya. Sedangkan uang jajan tetap kami diberikan. Tugas saya adalah mengantar mereka sekolah sembari berangkat kerja dan istri saya yang menjemput, kebetulan tempat kerja berdekatan dengan sekolah.
#4. Usia SMA
Pada masa ini anak-anak sudah mulai dewasa dan dapat membantu pekerjaan orang tua, maka kami tidak menggunakan pembantu , itu pun sesuai dengan permintaan anak-anak. Mereka tidak mau ada orang kedua di rumah, dan menginginkan suasana pribadi. Konsekuensinya perkerjaan rumah dikerjakan secara bergotong royong oleh kami dan anak-anak.
Anak sulung tugas bagian luar, anak nomor dua membantu menggosok pakaian dan anak bungsu bagian bersih-bersih. Sedangkan mencuci kendaraan dan kerapian rumah menjadi tanggung jawab saya.
Itulah pengalaman saya mempunyai 3 anak Batita, ada keseruan, lelah, lucu, bahagia bercampur menjadi satu. Tanpa adanya saling pengertian antar anggota keluarga, mungkin rumah tangga berantakan.
Sekarang ke-3 anak-anak saya sudah besar, si sulung sudah selesai kuliah dan bekerja. Sedangkan nomor 2 dan 3 masih kuliah. Mudah2an mereka selesai kuliah tahun depan.
Banyak susah dan senang mempunyai anak dengan usia berdekatan. Susahnya ketika anak-anak masih kecil dan ada acara keluar kota untuk menginap, tidak terbayang repotnya, harus bawa perbekalan dari A sampai Z mulai alat makan, bahan makanan , baju, mainan sampai bantal kesukaan.
Kalau saya naik angkutan umum atau berada di mal tanpa istri ada saja orang berkomentar, "Pak anaknya banyak amat" atau bertanya "Mamanya mana?". Mungkin mereka melihat anaknya 3 dan usianya berdekatan. Namun setelah anak-anak dewasa pertanyaan itu sudah tidak ada lagi.
Apabila membelikan mainan atau pakaian maka 3 orang secara bersamaan. Yang membuat mamanya harus merogoh kocek lebih dalam. Apalagi ketika sudah kuliah dan membayar SPP, keinginan orang tua dikalahkan dan prioritas untuk pendidikan anak.
Demikian juga beli gawai dan kendaraan, harus pintar mengatur keuangan keluarga. Yang ini diatur secara bergantian karena nilainya cukup besar.
Senangnya mereka bertiga bisa bermain bersama-sama karena usia berdekatan. Kelelahan sekalian, ketika masih anak-anak leleh karena fisik dan waktu benar-benar tersita untuk mereka. Ketika sudah besar lelah karena biaya pendidikan yang cukup besar. Tetapi kami bersyukur semua sudah terlewati dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H