Kebutuhan akan papan atau rumah merupakan kebutuhan primer manusia. Pasangan setelah menikah bisanya akan memikirkan untuk membeli rumah atau tempat tinggal sendiri.
Di Indonesia kebutuhan akan rumah dari hari ke hari mengalami peningkatan. Pada awal tahun 2020 jumlah backlog rumah sebesar 7,64 juta unit. Backlog rumah adalah selisih antara tingkat pasokan rumah yang lebih kecil daripada permintaan.
Data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) backlog rumah terdiri dari 6,48 juta rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tidak punya penghasilan tetap, sebesar 1,72 juta untuk MBR berpendapatan tetap dan 0,56 juta untuk masyarakat non MBR.
Pemerintah tidak tinggal diam untuk mengatasi backlog rumah ini, sejak tahun 2005 telah mencanangkan Program Sejuta Rumah untuk MBR dan non MBR. Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR), mencatat sampai dengan Februari 2019 telah membangun sebanyak 77,326 unit rumah baik untuk MBR dan non MBR.
Pengembang Dadakan
Tingginya permintaan akan rumah mendorong para pengembang atau developer membangun proyek perumahan. Bahkan tidak sedikit pengembang dadakan yang ikut-ikutan tergiur berbisnis di sektor ini.
Pengembang yang minim pengalaman ini terkesan asal membangun perumahan dan hanya berorientasi pada keuntungan. Misalnya ada perumahan yang tidak dilalui angkutan umum dan jauh dari fasilitas pendukung.
Survei Rumah.com
Survei yang dilakukan Rumah.com pada November-Desember 2016 mengungkapkan bahwa pertimbangan untuk membeli rumah secara berturut-turut adalah lokasi perumahan, keamanan lingkungan, akses menuju transportasi publik dan infrastruktur dan fasilitas sekitar.
Selanjutnya yang menjadi pertimbangan lainnya adalah harga per meter, luas bangunan, desain dan konstruksi, fasilitas perumahan, rencana pengembangan area dan terakhir kesiapan untuk ditempati.
Penyebab Kegagalan Pengembang
Melihat banyaknya keinginan pembeli rumah tersebut mau tidak mau pengembang harus dapat menjawab keinginan itu ke dalam proyek perumahan yang dikembangkan. Namun yang terjadi tidak sedikit pengembang yang tidak bisa memenuhi keinginan pembeli.
Salah satu penyebab gagalnya pengembang membuat proyek yang baik adalah tidak cermat dalam melakukan studi kelayakan atau feasibility study. Studi kelayakan merupakan tahapan paling awal pengembang membangun perumahan.
Perlunya Studi Kelayakan
Tahapan studi kelayakan tidak cermat maka akan berbuntut pada masalah sepanjang masa. Contohnya membeli tanah di daerah rendah yang menyebabkan banjir, akan mengakibatkan penghuni tidak nyaman tinggal sepanjang hidup.
Berikut ini langkah-langkah penting studi kelayakan proyek perumahan :
#1. Peruntukan Tanah
Peruntukan tanah atau tata guna lahan merupakan upaya perencanaan menggunakan lahan dan pengelompokan wilayah dalam suatu kawasan berdasarkan pengkhususan fungsi-fungsi tertentu.
Fungsi tersebut antara lain fungsi pemukiman, perdagangan, industri, penghijauan dan lain-lain. Peruntukan lahan tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di pemerintahan daerah masing-masing.
Peruntukan lahan dapat di cek terlebih dahulu di Pemerintah Daerah setempat. Pastikan bahwa lahan tersebut di peruntukan sebagai fungi pemukiman.
Ketika salah membebaskan tanah untuk peruntukan penghijauan misalnya, akan berakibat tidak keluarnya Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT).
#2. Letak dan Bentuk Tanah
Setelah memastikan peruntukan tanah sebagai lahan pemukiman maka langkah berikutnya adalah memperhatikan letak tanah. Ada baiknya melakukan survei pada waktu musim hujan, agar mengetahui bahwa letak tanah tersebut tidak banjir.
Ada baiknya bertanya kepada warga sekitar, apakah tempat tersebut banjir atau tidak. Yang tidak kalah penting adalah pembuangan air tersebut ke mana, dengan melihat aliran air dari hulu ke hilir.
Kemudian perhatian bentuk tanah, tanah yang rendah dan perlu pengurukan pasti akan membutuhkan biaya yang besar dan akan mempengaruhi harga jual rumah. Bentuk tanah memanjang juga menjadi pertimbangan karena akan membutuhkan biaya infrastruktur jalan yang tidak sedikit.
#3. Status Tanah
Langkah berikutnya melakukan pengecekan status tanah. Ada beberapa status tanah yaitu Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Akta Jual Beli (AJB) dan Girik.
Tentu yang paling aman ketika sertifikat sudah SHM. Tetapi pada prinsipnya harus melakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat dan aparat desa/kecamatan. Karena ada beberapa kasus sertifikat ganda, sehingga pengembang harus melakukan pembayaran dua kali.
Memastikan siapa pemiliknya dan ahli waris juga penting, jangan sampai ada keberatan ahli waris dikemudian hari. Pada waktu transaksi libatkan notaris dan aparat desa/kecamatan sebagai saksi. Dan buatlah dokumentasi foto supaya lebih aman.
#4. Lokasi Tanah
Lokasi tanah yang baik adalah berada di jalan pemerintah yang dapat dilalui oleh dua kendaraan roda empat. Perumahan di pinggir jalan yang sempit kurang diminati pembeli. Jalan yang dilalui oleh angkutan umum untuk memudahkan mobilitas penghuni akan lebih meningkatkan nilai jual tanah.
Pelajari fasilitas umum yang ada di sekitar lahan yang akan dibebaskan. Fasilitas tersebut adalah sekolah dari TK sampai dengan SMA, fasilitas kesehatan Rumah Sakit atau Puskesmas, fasilitas ibadah, pusat perbelanjaan, dan sebagainya.
Kemudian akses menuju transportasi umum, misalnya terminal bus dan stasiun kereta api. Fasilitas tersebut menjadi ideal ketika radiusnya dengan perumahan sejauh maksimal 5 Kilometer.
#5. Melihat Pesaing
Melakukan survei kepada perumahan yang sudah ada di sekitar lokasi. Seperti apa konsepnya, fasilitas apa saja di dalam perumahan, berapa harga jualnya, strategi promosi dan berapa penjualan setiap bulan
Hal ini penting untuk mendapatkan gambaran berapa harga jual saat peluncuran perdana. Berapa prediksi penjualan per bulannya untuk menentukan uang masuk atau cash in.
Untuk menentukan margin maksimal harga belanja tanah secara sederhana adalah berdasarkan harga jual pesaing. Caranya adalah harga jual pesaing dikurangi pajak, kemudian dikurangi komponen harga bangunan (luas bangunan x harga bangunan per-meter).
Sisa dari pengurangan tersebut dibagi luas tanah, maka akan ketemu harga jual tanah per-meter. Harga jual tanah per-meter dibagi 4, itulah sebagai acuan harga pengembang membeli tanah. Misalnya harga jual tanah 4 juta, maka harga belanja tanah maksimal 1 juta/Meter.
Penutup
Demikian 5 langkah permulaan dalam melakukan studi kelayakan. Tentunya masih memerlukan langkah lanjutan secara detail. Misalnya membuat Rencana Anggaran Belanja (RAB) untuk menghitung berapa harga jual tanah.
Menghitung RAB dengan memasukkan biaya perizinan, pembangunan infrastruktur, biaya promosi dan biaya operasional. Juga perbandingan antara lahan efektif dengan lahan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Di dalam melakukan studi kelayakan buatlah tim dari lintas bagian, yang ahli di dalam bagian masing-masing. Sebaiknya tim terdiri dari bagian teknik, keuangan, pemasaran dan legal atau perizinan.
Rujukan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H