Apabila presidential threshold masih menggunakan peraturan lama yaitu presiden dan wakil diusung minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah secara nasional. Maka kemungkinan akan ada tiga calon pasangan yang akan diusung partai atau gabungan partai peserta pemilu.
Dua calon presiden yang hampir pasti adalah Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Prabowo walaupun sudah kalah tiga kali berturut-turut dalam kontestasi presiden, elektabilitasnya masih tinggi dan hasil dari kongres partai Gerindra pada Agustus lalu, pengurus masih menghendaki mantan Pangkostrad itu untuk maju sebagai calon presiden 2024.
Sedangkan Anies Baswedan rupanya akan mengikuti jejak Joko Widodo, berkeinginan mencapai kursi RI-1 dari kursi DKI-1 terlebih dahulu. Anies dikenal dekat dengan partai NasDem dan PKS, yang bisa jadi akan mengusungnya sebagai capres.
Satu calon lagi yang masih tersisa adalah dari para ketua partai yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (Partai Demokrat), Airlangga Hartarto (Partai Golkar) dan Muhaimin Iskandar (PKB). Sedangkan calon bukan ketua partai yang menempati elektabilitas cukup tinggi adalah Sandiaga Uno dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Prabowo Vs Anies
Dalam survei yang dirilis Indo Barometer pada 23 Februari 2020, apabila terjadi head to head antara Prabowo Vs Anies, maka Prabowo akan berpeluang besar untuk menang.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari. Survei dilakukan pada 9-15 Januari 2020 dengan 1.200 responden, dengan margin of error sebesar 2.83% dan tingkat kepercayaan 95%.
Dalam survei tersebut Indo Barometer membuat simulasi Prabowo dan pasangan wapres berhadapan dengan Anies dan pasangan wapres. Dipasangkan dengan siapapun Prabowo memenangkan Pilpres mengalahkan Anies dan pasangannya.
Hasil tersebut adalah gambaran apabila Pilpres dilaksanakan pada saat survei dilaksanakan. Tentunya masih berpotensi terjadi perubahan ketika Pilpres di gelar tahun 2024 mendatang.
Tugas Anies adalah menjaga elektabilitas tetap stabil atau meningkat dengan menunjukkan kinerja yang baik sebagai gubernur. Jangan sampai mengambil kebijakan yang kontroversi.
Komunikasi dan koordinasi dengan pemerintahan pusat diperlukan agar ada sinergi. Dialog dengan masyarakat akan mendekatkan dengan para pemilih.
Permasalahan penanganan Covid-19 di Jakarta dapat menjadi pertaruhan jabatan, kalau berhasil akan menimbulkan simpati masyarakat. Walaupun permasalahan klasik ibu kota sudah menunggu yaitu kemacetan, banjir, polusi dan penataan tempat kumuh.