"Kebebasan ialah kesempatan untuk menjadi baik. Perbudakan adalah kepastian untuk menjadi lebih buruk".Â
Itulah salah satu kalimat yang disampaikan pendiri harian Kompas Jakob Oetama dalam orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan gelar doktor honoris causa, Dr (HC) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 17 April 2003.
Gelar dianugerahkan kepada pria kelahiran Magelang itu dalam bidang komunikasi. Pak Jo demikian panggilan Jakob Oetama adalah alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Publisistik UGM tahun 1961.
Seperti kita ketahui Pak Jo telah di panggil Sang Khalik pada 9 September 2020, bertepatan dengan ulang tahun Kompas TV ke-9, karena gangguan multi organ. Pak Joe berpulang dalam usia 88 tahun dan meninggalkan dua orang anak Lilik Oetama dan Irwan Oetama.
Pernah Menjadi Guru dan Bercita-cita Menjadi Pastor
Jakob Oetama pernah menjadi guru tahun 1952-1956 di SMP Mardiyuana Cipanas, Sekolah Guru Bantu (SGB) Bogor dan SMP Van Lith Jakarta sebelum menjadi Redaktur Mingguan Penabur tahun 1956 -- 1963.
Bakat sebagai seorang jurnalis mulai nampak dan sepak terjang-nya tidak terbendung lagi, berturut-turut mendirikan majalah Intisari tahun 1963 bersama dengan sahabatnya PK Ojong. Dan dua tahun kemudian mendirikan koran Kompas.
Saat ini grup Kompas mempunyai unit usaha beragam mulai toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, TV hingga perguruan tinggi.
Pada saat itu anak dari seorang guru ini sempat bimbang memilih profesi antara menjadi guru atau seorang jurnalis. Rupanya pilihan itu tidak salah karena menghantarkan menjadi tokoh pers nasional dan bisnisnya menggurita di berbagai bidang yang dikenal sebagai grup Kompas Gramedia.
Pria yang sempat bercita-cita menjadi pastor itu di lingkungan perusahaan dikenal sebagai guru yang mengajarkan kebersamaan, kepedulian dan rasa syukur. Kemanusiaan yang begitu kuat menjadi filosofi yang diterapkan harian Kompas, humanisme transedental.
Humanisme transedental menempatkan manusia sebagai alat untuk lebih memuliakan manusia itu sendiri. Bagaimana menampilkan manusia di tempat yang paling terhormat, sebagai salah satu bentuk mencintai negeri.