Beberapa hari lalu berita perceraian di Kabupaten Bandung menjadi viral di media sosial. Mengapa? karena tingkat perceraian meningkat tajam, sehingga para penggugat harus berjejer mengantre.
Yang menjadi unik adalah para penggugat sebagian besar perempuan, dan dilakukan saat pandemi Covid-19, sehingga kuat dugaan diakibatkan oleh faktor ekonomi.
Menurut petugas Kantor Urusan Agama (KUA), bisanya gugatan 800 kasus, tetapi saat ini melonjak sampai degan 1.000 lebih kasus.
Dosen Antropologi Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Budi Rajab memberikan alasan kenapa banyak perempuan mengajukan cerai. Yang pertama karena faktor ekonomi, sebagai dampak dari pandemi maka banyak perusahaan yang melakukan PHK dan pemotongan gaji.
Para suami mereka pendapatannya menurun bahkan kehilangan pekerjaan. Faktor yang ke dua adalah pertimbangan psikologis karena para perempuan ada keberanian untuk bercerai.
Dan itu menandakan para istri dapat mengukur kemampuannya untuk mandiri sebagai orang tua tunggal (single parent).
Survei Perceraian
Sementara itu sebuah survei yang di publikasi-kan pada Journal of Sex & Marital Therapy, dengan sampel 2.371 pasangan yang baru saja bercerai. Diketahui 44% menginisiasi cerai, 40% di gugat cerai dan sisanya 16% adalah kesepakatan bersama.
Dari hasil riset tersebut disimpulkan ada empat alasan mereka bercerai :
#1. Cinta Hilang
Sebanyak 47% responden mereka mengaku sudah tidak ada cinta lagi, cintanya sudah memudar. Walaupun pernikahan telah berlangsung berpuluh-puluh tahun, namun cinta telah menghilang. "Sudah tidak ada cinta lagi", akunya. Jadi untuk apa dipertahankan kalau tidak saling mencintai.