Sebenarnya Purnomo sudah diputuskan DPC-PDIP Solo menjadi calon walikota didampingi Teguh Prakosa yang menjabat Ketua DPRD Solo. Namun keputusan itu dianulir oleh DPP-PDIP dan mengusung Gibran-Teguh sebagai pasangan kiriman dari Jakarta.
Begitulah politik penentuan calon, menjadi hak prerogatif pengurus pusat (baca ketua umum), yang terkadang mengesampingkan calon potensial. Pengalaman, kemampuan, ketenaran, elektabilitas tidak mempunyai daya untuk mengetuk nurani sang penguasa partai.
Air mata Purnomo kiranya dapat ditampung di Masjid yang sedang dibangun bersama masyarakat Solo, menjadi pengantar doa atas ketidak adilan. Dan akankah Ganjar berniat mendirikan partai baru? Atau puas sebagai menteri di kabinet mendatang?. Kita tunggu kiprah kedua tokoh juara tanpa mahkota tersebut, pemegang tiket tetapi telah dirampas pengurus partai
Kris Banarto, 15 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H