Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Author: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pemasaran: Kapan Saja, di Mana Saja Tetap Ada

6 Juni 2020   15:40 Diperbarui: 16 Januari 2021   13:00 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi informasi (IT) yang begitu cepat telah mengubah peta bisnis di dunia. Pesatnya penduduk Asia yang mencapai 60% populasi di dunia menjadi salah satu kekuatan Asia. Di kawasan Asia Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara dengan penduduk besar selain India dan China.

Perubahan teknologi mekanis ke digital, dibutuhkan waktu transisi yang cukup lama, misalnya saja dari radio ke televisi, atau dari telepon rumah melalui kabel menjadi handphone yang nirkabel, dibutuhkan waktu puluhan tahun.

Tetapi dari teknologi digital ke teknologi mobile, dibutuhkan waktu yang singkat hanya beberapa tahun saja, contohnya dari televisi berubah ke smart TV yang bisa terhubung dengan YouTube dan Netflix, atau dari handphone yang hanya bisa untuk telepon, SMS dan foto, berubah menjadi smart-phone bisa untuk email, video call, e-banking dan aplikasi lainnya.

Pengguna telepon selular di Asia begitu mencapai 93% dari populasi, sehingga rata-rata satu orang mempunyai satu telepon selular. Kawasan Asia dan Indonesia termasuk di  dalamnya menjadi sasaran produk handphone, dan di kawasan ini menjadi produk massal. Mengingat harganya yang relatif murah, dan masyarakat mempunyai daya beli dengan meningkatnya pendapatan.

Sayangnya besarnya penggunaan handphone tidak dibarengi dengan penggunaan internet, tercatat hanya 40.5% untuk kawasan Asia, dan Indonesia hanya 30%. Hal ini perlu dukungan dari swasta khususnya bergerak di bisnis operator dan pemerintah untuk meningkatkan jumlah pengguna internet.

Sedangkan penggunaan smartphone mencapai 40%, dan pengguna internet adalah 40.4%, hal ini membuktikan tuntutan gaya hidup dan pekerjaan yang secara tidak langsung mengharuskan menggunakannya untuk mendukung mobilitas pekerjaan.

Munculnya e-commerce yang telah mengubah perilaku orang dalam bertransaksi, menjadi peluang para pebisnis smartphone dan juga operator telepon. Sehingga kolaborasi menjadi beragam antara perusahaan smartphone, perusahaan e-commerce dan operator telepon. Dan pemain baru yang tidak bisa diabaikan yaitu pembayaran baru via dompet digital macam Ovo dan Dana.

Dampak Teknologi Informasi

1. Perilaku Konsumen (consumer behavior)

Dampak teknologi informasi telah mengubah budaya khususnya perilaku konsumen dari non digital ke mobile. Misalnya kebiasaan naik taksi melalui aplikasi di smartphone. Juga kebiasaan belanja dan makan, biasanya dilakukan secara offline, tetapi sekarang melalui online.

2. PDB (Pendapatan Domestik Bruto)

Teknologi informasi mempengaruhi kondisi ekonomi dan faktor ekonomi mempengaruhi teknologi informasi. Teknologi informasi dan layanan mobile mencapai 4.7% dari PDB kawasan Asia Pasifik atau senilai US$1 Triliun lebih. Apabila teknologi digital tinggi maka PDB akan tinggi, sebaliknya kalau teknologi digital rendah maka PDB akan rendah.

3. Lapangan Kerja

Dengan meningkatnya perkembangan teknologi informasi, maka mengurangi jumlah kemiskinan. Teknologi informasi telah membuka lapangan kerja sebesar 6.5 juta orang di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2014, dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 7 juta orang.

4. Munculnya Partner Bisnis

Digitalisasi dapat melampaui dengan cepat lokasi geografis, pasar menjadi terbuka baik secara lokal, regional maupun internasional. Hubungan produsen dan konsumen menjadi horizontal, dan banyak stake holder (pemangku kepentingan) banyak terlibat di dalamnya. Saluran bisnis bervariasi mulai dari distribusi barang, pembayaran dan toko dapat dilakukan oleh partner bisnis.

5. Merangsang Konsumen Berbelanja

Teknologi informasi telah menggerakkan banyak e-commerce bermunculan, dengan menawarkan promosi dan kemudahan pengiriman, telah mengubah perilaku konsumen dalam berbelanja dari offline ke online. Pembayaran secara mobile menjadi pendukung bisnis e-commerce melalui kemudahan pembayaran digital, secara tidak langsung merangsang orang untuk berbelanja.

The Global Competitiveness Report 2019, menempatkan tiga negara dari kawasan Asia pada posisi 10 besar dunia, yaitu Singapura di posisi teratas, Hongkong urutan ke-3 dan Jepang peringkat ke-6. Indonesia menempati peringkat ke-50, di bawah Thailand (40), Malaysia (27) dan China (28).

Tetapi Indonesia masih lebih baik dari Brunei (56), Filipina (64), Vietnam (67), India (68) dan Kamboja (106). Kawasan Asia menjadi daya tarik bisnis selain market size yang besar sebagai tujuan pemasaran, juga sebagai tujuan investasi untuk membuka perusahaan karena upah pekerja relatif rendah.

Bagaimanapun juga keadaan ekonomi dunia pemasaran menjadi penentu keberhasilan bisnis, di mana saja dan kapan saja pemasaran akan selalu ada. Hanya pendekatan yang berubah mengikuti kemajuan teknologi dan perilaku masyarakat, pemasaran di tuntut kreatif untuk dapat memenangkan pasar dan pesaing serta memikirkan bisnis agar tetap berkelanjutan (suistainable) untuk masa jangka panjang.

Saat ini persaingan pasar sangat beragam bisnis perbankan harus bersaing dengan fintech (financial technology), yang menawarkan jasa investasi dan kredit. Bisnis perhotelan berhadapan dengan aplikasi penyedia layanan penginapan rumah atau apartemen. Bisnis transportasi konvensional bersaing dengan transportasi melalui aplikasi online. Toko atau outlet harus head to head dengan toko-toko secara online. 

Sayang wabah pandemi Covid-19 telah menghancurkan bangunan budaya baru yang dibangun oleh kemajuan teknologi informasi. Para pebisnis mempunyai pekerjaan rumah yang tidak ringan untuk mengumpulkan kepingan-kepingan budaya yang runtuh, membangun kembali dengan melibatkan berbagai pendekatan menjadi bangunan baru yang indah.

Sumber : Buku "Marketing for Competitiveness", Philip Kotler, Hermawan Kartajaya & Hooi Den Huan, Bentang, Maret 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun