Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Author: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Era New Normal, Marketing Mix 4P+3P Ternyata Tidak Cukup

27 Mei 2020   09:50 Diperbarui: 15 Januari 2021   14:20 10568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam pemasaran sudah tidak asing lagi kita mengenal bauran pemasaran 4P (Product, Price, Place & Promotion), dalam perkembangannya bauran pemasaran tersebut tidak cukup dan perlu ditambah dengan 3 P (People, process & Physical Evidence).

Produk yang murni seperti pasta gigi, sabun, mi mungkin hanya perlu strategi 4P, produk bagus, harga terjangkau, distribusi merata dan disertai dengan promosi, maka konsumen dengan mudah akan membeli. Produk tersebut tidak perlu ada layanan yang menyertai misalnya after sales service, tampilan toko yang bagus dan kasir yang ramah.

Produk tersebut memang dibutuhkan oleh konsumen. Berbeda kalau produk yang disertai dengan layanan, maka diperlukan tambahan 3P, misalnya rumah sakit tidak cukup dokternya bagus, obatnya pilihan, tarif kompetitif, tetapi pasien akan melihat kebersihan gedung, pelayanan customer service, apotek, keramahan dokter dan perawat.

Image Brand Well.com
Image Brand Well.com

4P (Product, Price, Place & Promotion)

1. Product

Di dalam menentukan produk yang akan dipasarkan para praktisi bisnis dapat mempertimbangkan :

  • Competitive Advantages, apakah kita mau membuat produk yang unggul di bandingan dengan pesaing, dengan tujuan pasar akan menyerap karena produk mempunyai keunggulan baik dari segi kualitas maupun teknologi, misalnya BMW, Apple, Rolex dan sebagainya.
  • Comparative Advantages, strategi ini men-syaratkan produk yang dipasarkan berbeda dengan produk yang telah ada di pasar, berbeda bisa dalam hal desain, fungsi dan fitur lainnya, contohnya Mobil Jeep, Vespa dan lain-lain.
  • Low Cost Product, membuat produk yang fungsinya hampir sama dengan pesaing tetapi harganya lebih murah, misalnya : Air Asia, gawai OPPO, Mobil Agya/Ayla, dan sebagainya

2. Price

Harga merupakan persepsi dari konsumen, karena di dalam harga sebenarnya terdapat brand, kualitas produk, komitmen, service & gengsi. Contohnya  iPhone 11 Pro meluncurkan tipe terbaru pada Februari 2020 dengan harga 22 juta, padahal biaya produksi, over head & promosi jauh di bawah itu. Orang mau membeli karena faktor pride dan prestise.

Sebelum menentukan harga ke pasar kita terlebih dahulu harus mengetahui HPP (harga pokok penjualan) dan di mark up untuk menentukan margin profit perusahaan. Di dalam menentukan harga perlu memperhatikan pesaing, pada posisi barang kita akan di banderol, dengan beberapa strategi :

  • Harga murah di awal misalnya untuk 10 unit pertama, selanjutnya harga normal
  • Beli 2 dapat 1, sama saja dengan harga diskon 33%, dengan tujuan supaya dapat menjual 3 barang sekaligus dalam satu transaksi
  • Setiap pembelian di kasih hadiah
  • Setiap pembelian diberikan voucher dengan nilai tertentu, voucher tersebut untuk berbelanja kembali, untuk merangsang konsumen berbelanja kembali.
  • Pembelian barang pertama normal, pembelian ke-2 diberikan diskon, mendorong konsumen untuk membeli 2 barang.

Pricing strategi dapat berbeda-beda supaya tidak bosan, dan disesuaikan dengan barang yang akan dipasarkan. Jangan seperti toko baju sebelah yang membuat promosi dari dulu sampai sekarang diskon 70%, Anda pasti tahu kan?. Barang-barang tertentu bisa dengan pembayaran cicilan.

3. Place

Place diartikan sebagai distribusi, artinya konsumen dengan mudah mendapatkan barang yang diinginkan, misalnya sirop Marjan yang gencar melakukan promosi di media elektronik, menjadi sia-sia ketika konsumen kesulitan mencari barang itu di toko tradisional. Perusahaan harus pandai bekerja sama dengan distributor dan supplier agar distribusi barang merata dari tingkat distributor sampai pengecer.

4. Promosi

Barang sudah bagus, harga sudah kompetitif dan distribusi merata, tanpa ada promosi maka barang yang kita jual tidak dikenal oleh konsumen. Promosi sangat diperlukan supaya terjadi penjualan dan dari penjualan akan ada arus kas masuk (cash in). Promosi dibagi menjadi :

A. Offline

  • ATL (Above The Line), tidak langsung menyentuh ke personal : misalnya iklan di koran atau majalah, iklan di Billboard, display di toko atau kantor dan sebagainya
  • BTL (Bellow The Line), bersifat langsung ke personal atau sentuhan langsung : misalnya sale promo, press release dengan pelanggan, interview dengan pelanggan, personal selling, mengadakan event, sponsor melalui komunitas dan sebagainya

B. Online

  • ATL : iklan di google, iklan di website, membuat blog, iklan di sosial media (misalnya : Facebook, Instagram, Line)
  • BTL : Personal email, WhatsApp blast, telephoning, penyebaran brosur, dan sebagainya.

3 P : People, Process & Physical Evidence

1. People

People menjadi penting khususnya yang berada di front office (FO) seperti tenaga pemasaran, customer service, security dan cleaning service yaitu yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Tamu hotel bisa tidak jadi menginap ketika tidak dilayani customer service dengan baik. Saat ini beberapa hotel meningkatkan pelayanan tamu yang datang disambut security dengan membukakan pintu mobil dan memarkirkan mobil. Ketika masuk lobi hotel untuk check in tamu diberi well come drink, dan office boy membawakan koper ke kamar.

2. Process

Proses harus jelas dan dipahami oleh konsumen, seberapa lama konsumen harus menunggu di customer service (CS), misalnya untuk membuka deposito di bank, prosesnya seperti apa dari ambil antrean -- dipanggil dan bertemu CS -mencocokkan data/tanda tangan-pindah ke kasir untuk setor uang atau masukan PIN-lalu kembali lagi ke CS untuk mengambil lembar deposito. Sungguh suatu proses yang melelahkan untuk orang yang mau mempercayakan dananya ke bank, kenapa tidak dibuat simpel hanya bertemu satu orang saja misalnya.

3. Physical Eviden

Physical Evidence atau bukti fisik untuk meyakinkan konsumen bahwa perusahaan profesional dan layak menjual produk atau jasa. Kantor lawyer terkenal misalnya memerlukan kantor yang representatif untuk menunjukkan kelasnya. 

Developer yang memasarkan rumah tanpa kantor pemasaran yang bagus dan adanya rumah contoh, mungkin konsumen akan ragu, jangan-jangan rumah tidak dibangun atau developer kabur, seperti yang dialami beberapa konsumen akhir-akhir ini, developer yang berkedok syariah.

Di era New Normal mungkin akan ada perubahan perilaku konsumen (consumer behavior), terbukti selama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pengguna internet naik 10% sd 40%, dan menurut survei Telunjuk.com berdasarkan tiga e-commerce yaitu Tokopedia, Bukalapak dan Shopee terjadi kenaikan transaksi sembako sebesar 400%. 

Hal ini menunjukkan konsumen sudah terbiasa menggunakan internet dan ber-transaksi secara online, ada kemungkinan ketika New Normal dijalankan akan ada perubahan perilaku konsumen dalam berbelanja dari offline ke online. Sehingga bauran pemasaran 7P perlu pembaharuan (update), dan ditambah 2P lagi sehingga menjadi 9P. Dan tambahan 2P adalah :

2P (Partnership & Photography)

Image dokpri kris banarto
Image dokpri kris banarto

1. Partnership

Perusahaan harus pandai-pandai untuk menjalin kerja sama (Partnership) dengan beberapa vendor atau operator :

  • Partnership dengan operator dompet digital misalnya OVO atau Dana, yang dapat membantu meningkatkan penjualan produk, selain praktis ia juga menyediakan beragam promo yang dapat merangsang konsumen untuk berbelanja.
  • Partnership dengan operator aplikasi GoJek dan Grab, bisa digunakan untuk mengirim barang dan order makanan, sehingga bisnis dapat terbantu dalam pengiriman barang dan meningkatkan penjualan.
  • Partnership dengan e-commerce, yang sedang menjadi tren perilaku berbelanja secara on line.

2. Photography

Sekarang ini ada budaya baru khususnya pada generasi milenial yaitu selfie dan posting foto. Setiap ada momen yang bagus maka ia akan foto dan upload di media sosial. 

Perusahaan harus dapat memanfaatkan budaya baru ini dengan membuat produk-produk yang bagus, yang layak untuk ditampilkan dalam foto. Sehingga packaging menjadi penting, juga delivery time, kalau pengiriman terlambat pelanggan menjadi tidak mood lagi. Bisnis kuliner harus membuat spot-spot foto yang bagus, supaya konsumen tertarik untuk datang dan ber-swafoto.

Dunia pemasaran begitu dinamis, perubahan begitu cepat, para pelaku bisnis harus kreatif mengikuti keinginan konsumen. Pemasaran juga bukan matematika yang menganut kepastian, tetapi begitu fleksibel yang melibatkan banyak faktor. 

Terkadang sudah dipersiapkan dengan baik strateginya tetapi hasilnya tidak sesuai harapan, sebaliknya dipersiapkan seadanya, hasilnya malah melebihi harapan. Itulah pemasaran perlu strategi, pengalaman, sentuhan seni dan kebesaran Tuhan, karena dalam pemasaran sering unpredictable.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun