Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kedewasaan Memandang Menjadi Penting Saat Covid-19

10 Mei 2020   14:11 Diperbarui: 15 Januari 2021   17:35 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Segala sesuatu yang kita dengar adalah pendapat, bukan fakta. Segala sesuatu yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran". - Marcus Aurelius

Pengertian Perspektif adalah sudut pandang atau pandangan, kalau melukiskan suatu benda pada permukaan mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi yaitu panjang, lebar dan tinggi. Jadi sebenarnya perspektif dalam melihat sesuatu harus lengkap dari berbagai dimensi, tetapi masing-masing orang mempunyai sudut pandang yang berlainan.

Sudut pandang menjadi berbeda bagi masing-masing orang karena ada nilai-nilai, pengetahuan dan pengalaman yang diyakini dan sudah mengkristal. Dari latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan, pengalaman yang berbeda antara satu dan lainnya.

Dengan adanya perspektif yang berbeda-beda akan memperkaya wawasan sehingga ada solusi yang lengkap atas suatu kejadian atau masalah. Walaupun kadang ada orang harus berselisih pendapat dengan ungkapan emosional karena pandangannya dirasa benar dan pendapat orang lain salah.

Contoh Perspektif Suatu Kejadian

Misalnya ada peristiwa tabrakan, orang ekonomi akan berbicara dengan sudut pandang orang ekonomi, dia akan merinci seberapa besar kerugiannya. Perspektif orang hukum akan berbeda, dia berbicara siapa yang melakukan pelanggaran siapa yang salah dan bagaimana penyelesaian secara hukum.

Berbeda dengan orang berlatar belakang psikologi, dia akan melihat perilaku dan mentalnya, mungkin orang ini lagi stres atau sedang ada gangguan mental sehingga tidak dapat mengendalikan emosinya. Itu baru dari latar belakang pendidikan membuat cara pandang berbeda, belum lagi nilai-nilai, faktor lingkungan yang membentuk dari kecil dan pengalaman membuat semakin beragam orang memberi respons atas suatu kejadian.

Di dunia penjualan ada cerita klasik sebuah perusahaan sepatu mengirimkan tim A untuk survei ke Afrika, dan hasilnya "People in Africa doesn't wear shoes, no opportunity". Perusahaan tidak puas dengan hasil survei tim A dan mengirim tim B untuk melakukan survei yang sama dan hasilnya "People in Africa doesn't wear shoes, fantastic opportunity".

Obyeknya sama tapi perspektifnya berbeda, tim A mewakili orang yang tidak berani tantangan, berpikir pendek dan tidak berani mengambil risiko, inilah orang-orang pesimis. Tim ini berargumen kalau kita menawarkan sepatu pasti akan ditolak habis-habisan karena mereka belum terbiasa memakai sepatu.

Tetapi berbeda dengan tim B, perspektif dia jauh ke depan, melihat peluang dibalik tantangan dan berani mengambil risiko, inilah mewakili orang-orang optimis. Tim ini akan berpikir kalau bisa mengubah budaya orang Afrika dari tidak memakai sepatu menjadi budaya memakai sepatu, maka akan mempunyai prospek sangat besar. Mereka belajar dari pengalaman orang Amerika, Eropa dan Asia bahwa zaman dahulu juga tidak memakai sepatu, tetapi berkembangnya peradaban memakai sepatu menjadi suatu kebutuhan.

Memperluas Perspektif

Agar perspektif kita tidak konservatif dibutuhkan beberapa cara agar perspektif kita menjadi luas :

1. Belajar

Negara Jepang menjadi negara maju salah satunya karena penduduknya mempunyai budaya membaca, di mana pun dan kapan pun ada kesempatan mereka lakukan untuk membaca. Dengan membaca pikiran kita akan menjadi tajam, wawasan akan bertambah, dan dapat membuka selubung pikiran yang selama ini tertutup. Belajar juga sebagai media untuk mengasah otak tidak lemot dan dapat mengikuti perkembangan zaman, bukankah long life education?

2. Latihan

Otak harus selalu dilatih, juga cara kita menyampaikan ide secara lisan, apabila ada kesempatan untuk berbicara pergunakan dengan sebaik-baiknya karena komunikasi lisan memerlukan latihan. Kadang di dalam otak kita ada konsep-konsep ide yang brilian, tetapi menjadi kurang berarti kalau kita tidak bisa ungkapkan dengan kata-kata. Para pemimpin ada baiknya untuk melatih tim untuk berdiskusi dan brain strorming, supaya mereka menjadi terbiasa untuk menyampaikan pendapat dan menerima pendapat dari orang lain.

3. Meningkatkan Kemampuan Analisis

Untuk melengkapi suatu perspektif dibutuhkan analisis suatu masalah, bisa menggunakan data-data sekunder yang ada di perusahaan atau dari data BPS. Sehingga perspektif kita tidak asal ngomong tetapi berdasarkan data, menjadi akurat dan solusi yang disepakati menjadi tepat. 

Menimbang seberapa besar peluang yang ada dan seberapa besar tantangan dan risikonya. Selama peluang lebih besar dari risiko tidak ada salahnya keputusan bisa dijalankan. Semakin banyak orang yang berpikir biasanya akan semakin banyak perspektif yang ada sehingga banyak alternatif keputusan yang diambil.

Saat kondisi wabah pandemi Covid-19 ini dibutuhkan kedewasaan dan kejernihan dalam memandang suatu kejadian, mungkin secara ekonomi mengalami penurunan karena dirumahkan, di PHK atau pemotongan gaji. Tetapi dari sisi rohani ada hikmah tersembunyi dari Allah yang sengaja diberikan kepada umat-Nya. 

Kita harus mencari tahu apa maksud Allah atas peristiwa yang menimpa seluruh penduduk dunia ini, dan apa rencana Allah atas kehidupan kita, sungguh rencana dan kehendak-Nya tak terselami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun