Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Generasi Milenial, Tips Punya Rumah di Usia 26 Tahun

4 April 2020   10:54 Diperbarui: 12 Oktober 2021   13:53 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia diberikan bonus demografi yaitu generasi milenial usia 20 – 35 tahun yang berjumlah 63.4 juta atau 24% dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 265 juta jiwa (2018). Apabila dibandingkan dengan usia produktif yang mencapai 179.1 juta, maka generasi milenial ada 35%-nya. Generasi milenial menjadi tumpuan bangsa yang akan menentukan arah bangsa dan menjadi pemain utama pada tahun – tahun mendatang.

Ironisnya menurut survei yang dilakukan Rumah123 tahun 2017, hasilnya dalam tiga tahun mendatang atau 2020, hanya 5% kaum milenial (kelahiran antara 1982 – 1995) yang sanggup membeli rumah, sisanya 95% tak memiliki tempat tinggal. 

Dari “95% Kaum Milenial Terancam Jadi Gelandangan di 2020” begitu headline detikfinance, 27 November 2017, dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa, generasi milenial yang saat ini mendominasi penduduk Indonesia, diprediksi akan sulit memiliki rumah atau terancam jadi 'gelandangan' dalam beberapa tahun ke depan. 

Gaya hidup yang cenderung boros dengan rata-rata kenaikan harga rumah yang sangat tinggi, menjadi penyebab utamanya.

Dalam Artikel tersebut juga diberikan gambaran bahwa kenaikan penghasilan dengan kenaikan harga rumah tidak sebanding. 

Maksudnya kenaikan penghasilan kaum milenial tidak lebih 10% setahun, sedangkan kenaikan harga rumah baru (primary) produk developer Jabodetabek sekitar 17%. Artinya semakin menunda pembelian rumah maka semakin lebar gap antara penghasilan dibandingkan harga rumah.

Maka pertanyaannya bisakah kaum milenial memiliki rumah?

Harga Rumah Naik Terus

Kenaikan harga rumah juga berlaku demand & supply, persedian tanah terbatas karena bumi diciptakan hanya sekali dan tidak bisa diperluas, sementara permintaan terus meningkat. 

Jumlah backlog rumah nasional menurut data Kementerian PUPR per 8 Maret 2019, adalah 7,6 juta unit. Padahal Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan pembangunan rumah untuk masyarakat hingga 31 Desember 2019 mencapai 1.257.852 unit. (Media Indonesia, 3 April 2020).

Survei IDN Research Institute 2019

Dalam survei yang dilakukan IDN Research Institute, dengan tajuk "Indonesia Millenial Report 2019", kepada 1.400 responden milenial dengan rentang usia 20-35 tahun di 12 kota besar di Indonesia. 

Survei dilakukan sepanjang 20 Agustus 2018 sd 6 September 2018. Ditemukan bahwa 64.9% kaum milenial belum mempunyai rumah, dan sebesar  35.1% telah memiliki rumah meliputi 38.2% rumah produk developer, 34.4% rumah non developer, 23.7% perumahan kaveling dan 3.7% adalah Rusun.

Yang menjadi kendala sebenarnya bukan karena kemampuan daya beli, tetapi karena gaya hidup milenial yang boros, menurut survei tersebut juga di rilis bahwa mereka hanya menabung 10.7% dari pendapatan, sedangkan 51,1% pendapatan habis untuk kebutuhan bulanan kaum milenial. 

Dengan perincian sebagai berikut : kebutuhan rutin bulanan 51.1%, tabungan 10.7%, hiburan 8%, asuransi 6.8%, internet 6.8%, telepon 6%, amal 5.3%, cicilan hutang 3.3%, investasi 2.0%.

Apabila kaum milenial hanya mampu menabung 10.7% dari pendapatan, rasanya semakin sulit untuk bisa membeli rumah yang setiap tahun harganya merangkak naik.

Perhitungan Penghasilan Kaum Milenial

Menurut survei dari Karir.com tahun 2017 rata-rata penghasilan kaum milenial adalah Rp. 6.072.111.

Kalau kita hitung mereka bisa menabung sebesar 20% dari penghasilan maka selama tiga tahun bekerja akan mempunya saldo Rp 47.664.000, dengan asumsi kenaikan penghasilan 10% per tahun.

Perhitungan income dan savings | dokpri
Perhitungan income dan savings | dokpri
Setelah menikah dengan pasangan yang masa kerja dan penghasilan sama, maka tabungan akan menjadi dua kali lipat yaitu Rp. 95.328.000,- uang ini sudah cukup untuk membayar uang muka rumah dan biaya proses ke bank pemberi KPR (Kredit Pemilikan Rumah).

Kalkulasi Pembelian Rumah

  • Penghasilan suami – istri (join income) per-bulan adalah Rp. 14.520.000,- maksimal cicilan kredit 30% dari penghasilan = Rp. 4.356.000,-
  • Harga rumah yang mampu dibeli Rp. 530 juta dengan uang muka Rp. 53 juta + biaya proses Rp. 23.8 juta (asumsi biaya proses 5% dari plafon pinjaman) = total uang muka + biaya proses Rp. 76.850.000,-
  • Cicilan per bulan KPR jangka waktu 15 tahun, dengan asumsi bunga 7% adalah Rp. 4.287.411,-

Perhitungan DP, biaya proses & cicilan KPR | dokpri
Perhitungan DP, biaya proses & cicilan KPR | dokpri
Usia 26 Tahun Punya Rumah

Jika umur 23 tahun mulai bekerja, kemudian umur 25 tahun menikah, maka umur 26 tahun sudah mampu memiliki rumah seharga Rp. 530 juta rupiah.

Saat ini di daerah Jakarta dan Kota Bekasi sangat sulit menemukan rumah di kisaran harga Rp. 500 juta-an, di Kota Depok mungkin masih ada rumah seharga itu atau bisa juga rumah non developer yang harganya lebih miring, yang paling memungkinkan adalah di daerah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Tangerang, harga rumah Rp. 500 juta-an masih banyak tersedia.

Selama perumahan ada konektivitas atau akses transportasi yang terintegrasi dan dekat dengan berbagai fasilitas yang mereka butuhkan termasuk kedai kopi atau ruang kerja bersama (co-working space) sebagai gaya hidup (survei Rumah.com).

Jadi kaum milenial harus mengekang untuk membeli pakaian, handphone, komputer/laptop, peralatan rumah tangga dan kegiatan leisure & traveling , tapi menabunglah sebesar 20%, segera akhiri jomblomu dan menikahlah dengan orang yang tepat, supaya kamu tidak menjadi “gelandangan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun