Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bukan Solusi, Tapi Masalah: 4 Efek Buruk Silent Treatment pada Kinerja Tim

16 Desember 2024   14:00 Diperbarui: 16 Desember 2024   18:57 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan sebuah situasi di kantor, ketika sebuah proyek besar sedang dihadapi oleh tim. Tim telah bekerja keras dan melaporkan kemajuan mereka kepada atasan, namun yang mereka dapatkan hanya keheningan. Tidak ada komentar, tidak ada arahan lebih lanjut, hanya diam yang menambah kebingungan. 

Setiap pertanyaan yang diajukan hanya mendapat respon hampa. Ini adalah contoh dari silent treatment, sebuah perilaku di mana atasan memilih untuk tidak berkomunikasi atau memberikan umpan balik, meskipun seharusnya hal tersebut menjadi bagian dari tanggung jawab mereka. Tanpa adanya komunikasi, tim terjebak dalam ketidakpastian dan kekurangan arahan yang jelas, yang berpotensi merusak produktivitas dan semangat kerja.

Di dunia kerja modern yang serba cepat dan kompetitif, komunikasi yang jelas dan terbuka menjadi kunci keberhasilan sebuah tim. Dalam lingkungan yang dinamis ini, setiap anggota tim, termasuk atasan, diharapkan untuk saling memberikan umpan balik yang konstruktif. 

Sayangnya, fenomena silent treatment sering kali muncul sebagai reaksi terhadap konflik, ketidaksetujuan, atau sebagai cara untuk menghindari konfrontasi langsung. 

Padahal, ketika atasan memilih untuk diam, mereka tidak hanya menciptakan kekosongan informasi, tetapi juga merusak hubungan yang seharusnya saling mendukung di dalam tim. Oleh karena itu, penting untuk memahami mengapa silent treatment bukanlah solusi yang efektif, melainkan sebuah masalah yang perlu diatasi.

Sumber: Getty Images
Sumber: Getty Images

Apa Itu Silent Treatment?

Silent treatment adalah perilaku non-komunikatif di mana seseorang memilih untuk diam dan menghindari berinteraksi dengan orang lain sebagai cara untuk mengungkapkan ketidakpuasan, frustrasi, atau untuk mengontrol situasi. 

Dalam konteks pekerjaan, silent treatment sering digunakan oleh atasan sebagai bentuk hukuman pasif atau upaya untuk menunjukkan kekuasaan dengan cara tidak merespons permintaan atau pertanyaan, yang dapat menimbulkan ketegangan di tempat kerja.

Sebagai salah satu bentuk komunikasi yang tidak langsung, silent treatment dapat menciptakan kebingungan dan ketidakpastian, serta merusak hubungan profesional.

Menurut sebuah penelitian dalam Journal of Applied Psychology (2017), perilaku silent treatment dapat memiliki dampak psikologis yang serius pada individu yang menjadi sasaran, seperti penurunan kepercayaan diri dan perasaan terisolasi dalam lingkungan kerja.

Ciri-ciri Silent Treatment

1. Tidak merespons pertanyaan atau permintaan. Atasan yang menerapkan silent treatment sering kali mengabaikan pertanyaan atau permintaan yang diajukan oleh tim mereka. Misalnya, seorang anggota tim yang membutuhkan klarifikasi tentang tugas atau arah proyek mungkin tidak mendapat jawaban, bahkan setelah mengajukan pertanyaan berulang kali.

2. Menolak untuk hadir dalam rapat atau pertemuan. Salah satu cara silent treatment diekspresikan adalah dengan menghindari rapat yang telah dijadwalkan, tanpa alasan yang jelas. Hal ini membuat tim terpaksa melanjutkan pekerjaan tanpa bimbingan atau umpan balik dari atasan.

3. Mengabaikan hasil kerja tim. Setelah tim menyelesaikan proyek atau tugas, atasan yang memberikan silent treatment akan memilih untuk tidak memberikan umpan balik atau bahkan tidak mengakui pencapaian tersebut. Keheningan ini menambah ketidakpastian tentang apakah hasil kerja tersebut sesuai harapan atau tidak.

Perilaku seperti ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak transparan dan penuh ketegangan, di mana karyawan merasa diabaikan dan tidak dihargai, yang dapat menurunkan semangat kerja dan produktivitas.

Penyebab Silent Treatment Terjadi di Tempat Kerja

1. Kurangnya Keterampilan Komunikasi dari Atasan. Salah satu alasan utama mengapa silent treatment terjadi adalah kurangnya keterampilan komunikasi dari atasan. 

Beberapa atasan mungkin tidak terampil dalam mengelola komunikasi yang efektif, terutama dalam situasi yang menantang atau penuh tekanan. Ketika mereka merasa tidak tahu bagaimana menyampaikan umpan balik yang konstruktif atau menyelesaikan konflik, mereka memilih untuk diam sebagai cara untuk menghindari interaksi yang sulit. 

Keterampilan komunikasi yang lemah ini dapat menyebabkan mereka mengabaikan pentingnya keterbukaan dalam memberikan arahan atau umpan balik, sehingga menyebabkan ketidakpastian di kalangan tim.

2. Strategi untuk Menghindari Konflik Langsung. Di tempat kerja, beberapa atasan mungkin menganggap silent treatment sebagai cara untuk menghindari konfrontasi langsung. Mereka memilih untuk tidak berbicara dengan anggota tim karena merasa lebih mudah untuk tidak berinteraksi daripada harus menghadapi ketegangan atau diskusi yang mungkin timbul dari percakapan yang sulit. 

Meskipun ini dapat memberikan kenyamanan jangka pendek bagi atasan, dalam jangka panjang, hal ini justru memperburuk masalah dan menciptakan ketegangan yang lebih besar di antara anggota tim.

3. Bentuk Manipulasi untuk Menunjukkan Kekuasaan. Silent treatment juga bisa digunakan sebagai strategi manipulatif oleh atasan untuk menunjukkan kekuasaan atau kontrol atas tim. 

Dengan tidak merespons atau mengabaikan anggota tim, atasan mungkin berusaha menunjukkan dominasi mereka dan membuat karyawan merasa tidak berdaya atau bergantung pada mereka untuk informasi atau arahan. 

Taktik ini dapat digunakan untuk menciptakan rasa ketergantungan, di mana karyawan merasa bahwa mereka harus "mencari perhatian" atasan agar mendapatkan pengakuan atau bantuan. Ini menciptakan ketegangan dan merusak hubungan profesional.

4. Reaksi Emosional yang Belum Terkelola, Seperti Frustrasi atau Rasa Kecewa. Silent treatment juga sering kali merupakan reaksi emosional yang belum terkelola dengan baik oleh atasan. 

Ketika atasan merasa frustrasi, kecewa, atau marah terhadap kinerja tim atau situasi tertentu, mereka mungkin memilih untuk diam daripada mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka. Ini bisa terjadi karena mereka merasa tidak mampu mengelola emosi mereka dengan baik atau karena mereka takut mengatakan sesuatu yang bisa memperburuk keadaan. Namun, keputusan untuk tetap diam justru memperburuk situasi dan menciptakan lebih banyak ketidakpastian serta kecemasan di dalam tim.

Perilaku silent treatment yang muncul karena alasan-alasan ini tidak hanya merusak hubungan kerja, tetapi juga berpotensi menurunkan semangat tim, produktivitas, dan komunikasi yang efektif dalam organisasi.

4 Efek Buruk Silent Treatment pada Kinerja Tim

Pertama. Merusak Motivasi Karyawan

Salah satu dampak paling signifikan dari silent treatment adalah penurunan motivasi di kalangan karyawan. Ketika atasan memilih untuk diam, karyawan merasa diabaikan dan tidak dihargai, yang dapat menurunkan semangat mereka untuk bekerja. Tanpa umpan balik yang jelas atau arahan dari atasan, karyawan merasa seolah-olah usaha dan kontribusi mereka tidak dihargai, yang membuat mereka kehilangan motivasi untuk memberikan yang terbaik. 

Selain itu, ketidakpastian ini juga mengurangi rasa percaya diri karyawan, yang akhirnya mempengaruhi kebahagiaan mereka di tempat kerja. Karyawan yang merasa diabaikan atau dihilangkan dari komunikasi cenderung merasa tidak diinginkan dalam tim, yang bisa mengarah pada penurunan semangat dan rasa keterlibatan yang lebih rendah dalam pekerjaan mereka.

Kedua. Menurunkan Produktivitas Tim

Komunikasi yang buruk sebagai hasil dari silent treatment dapat memicu miskomunikasi yang berbahaya dalam tim. Ketika atasan tidak memberikan arahan atau feedback yang jelas, anggota tim bisa salah memahami tugas atau tujuan yang harus dicapai. Tanpa klarifikasi atau instruksi yang tepat, tim mungkin bekerja di arah yang salah, mengarah pada pemborosan waktu dan sumber daya.

Selain itu, silent treatment dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Ketika atasan enggan memberikan arahan atau keputusan, proyek yang membutuhkan respons cepat atau umpan balik tidak dapat bergerak maju. Hal ini memperlambat kemajuan pekerjaan dan memengaruhi hasil keseluruhan tim, menjadikan produktivitas terganggu.

Ketiga. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Tidak Sehat

Silent treatment dapat meningkatkan ketegangan di dalam tim dan menciptakan atmosfer kerja yang penuh ketidakpastian dan ketegangan. Ketika anggota tim merasa bahwa atasan mereka memilih untuk menghindari komunikasi, mereka mungkin merasa tidak aman dalam lingkungan kerja mereka. Ini menciptakan rasa cemas dan tidak nyaman yang akan mengganggu kinerja mereka.

Lebih jauh lagi, ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan atasan dapat memperburuk hubungan profesional antar anggota tim. Rasa saling curiga dan ketidakpercayaan bisa berkembang, karena anggota tim merasa bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dari pemimpin mereka. Hal ini mengarah pada suasana kerja yang penuh ketegangan dan kurangnya kerja sama yang efektif di antara anggota tim.

Keempat. Menyebabkan Turnover Tinggi

Karyawan yang terus-menerus menghadapi silent treatment dari atasan mungkin merasa bahwa mereka tidak dihargai atau tidak didukung, yang bisa memicu mereka untuk mencari peluang lain. 

Perasaan terisolasi dan tidak dihargai bisa membuat karyawan merasa frustrasi dan kehilangan minat terhadap pekerjaan mereka. Akhirnya, banyak karyawan potensial yang mungkin memilih untuk resign karena merasa tidak nyaman di lingkungan kerja yang tidak mendukung dan penuh ketidakpastian.

Kondisi ini berpotensi meningkatkan angka turnover di organisasi, yang tidak hanya merugikan perusahaan dari segi biaya perekrutan dan pelatihan, tetapi juga mengurangi stabilitas dan kohesi tim secara keseluruhan.

Secara keseluruhan, efek buruk silent treatment pada kinerja tim sangat merusak, mulai dari penurunan moral hingga dampak pada produktivitas dan hubungan internal tim. 

Untuk menghindari hal ini, penting bagi organisasi untuk membangun komunikasi yang sehat dan terbuka di semua level, agar karyawan merasa dihargai dan termotivasi untuk berkontribusi dengan maksimal.

Cara Mengatasi Silent Treatment di Tempat Kerja

Dari Sisi Karyawan. Karyawan yang menghadapi silent treatment perlu tetap profesional dan menjaga sikap positif meskipun merasa diabaikan. Salah satu cara untuk mengatasi situasi ini adalah dengan berinisiatif membuka dialog dengan atasan. 

Mengungkapkan ketidakpastian atau kebutuhan akan umpan balik dengan cara yang konstruktif dapat membantu membuka saluran komunikasi dan mengurangi kebingungannya. 

Jika perilaku silent treatment terus berlanjut, penting untuk mendokumentasikan kejadian-kejadian tersebut, agar jika masalah berkembang, ada catatan yang jelas untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan memastikan tindakan yang tepat dapat diambil.

Dari Sisi Atasan. Bagi atasan, cara terbaik untuk mengatasi silent treatment adalah dengan melatih keterampilan komunikasi, terutama dalam memberikan umpan balik yang jelas dan konstruktif. 

Atasan perlu belajar untuk mengelola emosi mereka dan menghadapi konflik secara langsung, daripada memilih diam. Pendekatan ini tidak hanya akan meningkatkan komunikasi tetapi juga akan memperkuat hubungan kerja yang lebih terbuka dan saling mendukung. 

Selain itu, membangun budaya kerja yang mendukung komunikasi terbuka di antara anggota tim dan atasan sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, di mana masalah dapat diselesaikan secara terbuka dan profesional.

***

Silent treatment bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah di tempat kerja; sebaliknya, perilaku ini justru memperburuk kinerja tim dan kesehatan mental karyawan. Ketidakjelasan yang ditimbulkan oleh kurangnya komunikasi mengarah pada penurunan moral, motivasi, dan produktivitas. 

Selain itu, ketegangan yang tercipta dapat merusak hubungan profesional dan meningkatkan angka turnover, yang merugikan organisasi secara keseluruhan. 

Oleh karena itu, penting bagi baik atasan maupun karyawan untuk menyadari dampak negatif dari silent treatment dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat.

Sebagai langkah konkret, baik atasan maupun karyawan perlu bekerja sama dalam membangun komunikasi yang lebih terbuka dan efektif. Atasan harus melatih keterampilan komunikasi dan mengelola konflik secara langsung, sementara karyawan juga harus tetap profesional dan berinisiatif membuka dialog jika menghadapi kesulitan. Hanya dengan menciptakan saluran komunikasi yang transparan dan saling mendukung, kita dapat mewujudkan tempat kerja yang harmonis dan produktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun