Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

I-Statement dalam Menghadapi Konflik Siswa: Panduan bagi Guru

4 November 2024   14:31 Diperbarui: 4 November 2024   14:50 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Shutterstock

Ketika menghadapi konflik di kelas, sering kali komunikasi antara guru dan siswa menjadi kaku atau bahkan memanas. Misalnya, saat seorang siswa berkali-kali terlambat masuk kelas, guru mungkin secara spontan mengatakan, "Kamu selalu terlambat dan mengganggu pelajaran," sebuah pernyataan yang sering dikenal sebagai You-Statement. Tanpa disadari, kalimat seperti ini dapat memicu respons defensif dari siswa, membuat mereka merasa disalahkan atau bahkan tidak dihargai. 

Sebaliknya, I-Statement dapat menjadi solusi yang lebih positif dan empatik. Dengan mengatakan, "Saya merasa kecewa ketika kamu datang terlambat karena itu mengganggu jalannya pelajaran," guru menyampaikan perasaan dan dampak yang dirasakan secara personal tanpa menyudutkan siswa. 

Pendekatan ini bukan hanya mencegah siswa merasa terpojok, tetapi juga meningkatkan pemahaman siswa tentang dampak perilakunya. Inilah mengapa I-Statement menjadi sangat penting dalam komunikasi guru-siswa, terutama saat terjadi konflik; ia membuka ruang untuk dialog yang lebih terbuka, membantu siswa merasa didengarkan, dan memperkuat hubungan yang positif di lingkungan belajar.

Apa Itu I-Statement?

I-Statement adalah metode komunikasi asertif yang membantu individu menyampaikan perasaan dan harapan mereka tanpa menyalahkan pihak lain. Mengutip dari buku Teacher Effectiveness Training: The Proven Program for Teacher-Student Communication (Gordon, 2003), I-Statement terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu pernyataan perasaan, situasi, dampak, dan harapan. 

Contohnya adalah, "Saya merasa kesal ketika kamu berbicara di kelas karena itu mengganggu konsentrasi belajar, dan saya berharap kamu bisa mendengarkan dengan lebih tenang." Dengan kalimat ini, I-Statement diharapkan memberi ruang bagi guru untuk menyampaikan perasaan mereka secara jelas dan spesifik tanpa membuat siswa merasa disalahkan.

Dalam konteks sekolah, I-Statement memainkan peran penting dalam mengurangi ketegangan antara guru dan siswa serta meningkatkan pemahaman. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan I-Statement dalam komunikasi dapat membangun rasa saling menghargai dan empati antara guru dan siswa, yang pada gilirannya menciptakan lingkungan kelas yang lebih positif dan kondusif. 

Misalnya, saat siswa gaduh di kelas, guru dapat menggunakan I-Statement seperti, "Saya merasa terganggu ketika ada yang berbicara saat saya mengajar, karena saya ingin semua orang bisa mengikuti pelajaran dengan baik." Dengan cara ini, siswa dapat lebih memahami dampak perilaku mereka tanpa merasa diserang secara pribadi.

Langkah Praktis

Berikut adalah empat langkah praktis yang bisa dipraktikkan dalam menerapkan I-Statement untuk menghadapi konflik di kelas:

1. Bangun Chemistry dengan Siswa. 

Langkah awal ini yang selalu saya terapkan selama 24 tahun mengajar hingga saat ini. Membangun chemistry dengan siswa di awal adalah modal utama bagi guru untuk menciptakan suasana kelas yang harmonis dan produktif. Ketika siswa merasa terhubung dan nyaman dengan gurunya, mereka cenderung lebih termotivasi dan terbuka untuk belajar. 

Chemistry yang positif sejak awal membantu guru membangun kepercayaan, sehingga komunikasi menjadi lebih lancar dan suasana kelas lebih mendukung proses pembelajaran. 

Siswa yang merasa dihargai dan dipahami juga akan lebih mudah diajak bekerja sama, baik dalam mengikuti aturan kelas maupun saat menghadapi tantangan belajar. Dengan modal chemistry yang kuat, guru dapat menumbuhkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan penuh rasa hormat, menjadikan kelas tempat di mana setiap siswa merasa didukung untuk berkembang secara akademis dan pribadi.

2. Identifikasi Emosi Diri. 

Sebelum merespons konflik, guru sebaiknya melakukan refleksi untuk mengenali perasaan mereka sendiri. Misalnya, ketika menghadapi siswa yang mengobrol saat pelajaran, cobalah untuk berpikir, "Apa yang sebenarnya saya rasakan?" Mungkin perasaan yang muncul adalah kesal, kecewa, atau terganggu. 

Mengakui perasaan ini membantu guru lebih jernih dalam menanggapi situasi tanpa terbawa emosi, sehingga pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas dan tidak terkesan menyerang. 

Menurut Gottman dalam bukunya Why Marriages Succeed or Fail (1994), mengenali emosi adalah langkah awal untuk mengurangi respons impulsif yang justru bisa memperkeruh suasana. Meskipun karya ini awalnya berfokus pada hubungan pernikahan, prinsip-prinsipnya dapat diterapkan dalam berbagai konteks hubungan manusia, termasuk interaksi antara guru dan siswa.

3. Susun Kalimat I-Statement yang Efektif. 

Setelah mengenali emosi, guru bisa mulai menyusun I-Statement yang tepat. Teknik ini melibatkan struktur yang jelas: ungkapkan perasaan, jelaskan situasi, sebutkan dampaknya, dan tambahkan harapan. 

Misalnya, "Saya merasa kecewa ketika kamu berbicara di kelas karena itu mengganggu pelajaran, dan saya berharap kamu bisa mendengarkan lebih baik." 

Penggunaan I-Statement ini menghindari nada menyalahkan yang sering ada pada You-Statement, seperti "Kamu selalu mengganggu!" Kembali mengutip pernyataan Gordon (2003), ini membantu siswa lebih memahami pesan tanpa merasa diserang, yang pada akhirnya mendorong mereka untuk merespons dengan lebih positif.

4. Ajak Siswa untuk Refleksi. 

Langkah terakhir adalah mengajak siswa untuk merefleksikan dampak dari perilaku mereka. Guru bisa memberikan contoh nyata atau bertanya kepada siswa bagaimana mereka akan merasa jika berada di posisi guru atau teman yang terganggu. 

Misalnya, guru bisa mengatakan, "Bagaimana menurutmu teman-temanmu yang lain merasa ketika suasana belajar terganggu?" Dengan cara ini, siswa diajak untuk lebih memahami perspektif orang lain dan dampak dari perilaku mereka. 

Teknik ini dipercaya akan membantu membangun empati dalam diri siswa dan meningkatkan kesadaran mereka untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.

***

Mengimplementasikan I-Statement dan membangun chemistry dengan siswa memang bukan hal yang mudah. Diperlukan kesabaran, konsistensi, dan latihan untuk dapat melakukannya dengan efektif. Namun, usaha ini sangat layak dicoba. Meskipun awalnya mungkin terasa menantang, manfaat jangka panjang dari komunikasi yang lebih sehat dan hubungan yang lebih positif dengan siswa akan terlihat seiring waktu. 

Ketika guru berhasil menciptakan suasana kelas yang kondusif, siswa akan lebih terlibat, lebih terbuka terhadap pembelajaran, dan lebih mudah beradaptasi dengan tantangan akademis. Dengan demikian, meskipun prosesnya tidak selalu mulus, upaya untuk menerapkan strategi ini akan membuahkan hasil yang signifikan bagi perkembangan siswa dan dinamika kelas secara keseluruhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun