Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dianggap Sombong? Mengungkap Rasa Insecure di Balik Wajah Percaya Diri

11 Agustus 2024   21:28 Diperbarui: 11 Agustus 2024   21:30 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan situasi di mana seseorang yang jarang berbicara dan cenderung menjauh dari keramaian langsung dicap sebagai pribadi sombong. Padahal, di balik sikapnya yang terlihat tak acuh, tersembunyi rasa tidak percaya diri yang mendalam. Fenomena ini bukanlah hal yang asing dalam interaksi sosial kita.

Seperti yang dikatakan oleh psikolog Albert Ellis, "Insecurity is the source of human weakness." Ketidakamanan atau insecure sering kali menjadi penyebab utama mengapa seseorang memilih untuk menutup diri, bukan karena mereka merasa superior, tetapi justru karena mereka merasa tidak cukup baik untuk berinteraksi dengan orang lain.

Sering kali, kita terlalu cepat menilai seseorang dari penampilan luar atau perilaku sekilas. Sikap yang terlihat dingin atau menjauh dari percakapan kerap kali dicap sebagai kesombongan. Namun, seiring waktu, kita menyadari bahwa tidak semua yang terlihat arogan benar-benar merasa lebih tinggi dari orang lain. Ada yang bersembunyi di balik topeng percaya diri, padahal yang sebenarnya mereka rasakan adalah kecemasan dan ketidakpastian.

Menurut Bren Brown, seorang peneliti terkenal di bidang kerentanan, "Vulnerability is not winning or losing; it's having the courage to show up and be seen when we have no control over the outcome." Rasa insecure sering kali memaksa seseorang untuk bersembunyi di balik sikap yang disalahartikan sebagai sombong .

Mengapa Rasa Insecure Bisa Terlihat Seperti Kesombongan

Rasa insecure sering kali menuntun seseorang untuk menarik diri dari interaksi sosial sebagai bentuk perlindungan diri. Perilaku seperti diam, menghindari kontak mata, atau menjaga jarak dari orang lain sering kali disalahartikan sebagai sikap sombong. Bagi orang yang merasa insecure, tindakan ini bukanlah karena mereka merasa lebih baik dari orang lain, melainkan karena ketakutan akan penilaian atau penolakan. 

Mereka cenderung berpikir bahwa lebih aman untuk menjauh daripada menghadapi situasi yang bisa memperkuat rasa ketidaknyamanan mereka. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan diri dengan bebas sering kali membuat orang lain keliru menilai mereka sebagai pribadi yang arogan atau tidak peduli.

Dalam kehidupan sehari-hari, kesalahpahaman ini terjadi di berbagai situasi, baik di lingkungan kerja, sekolah, maupun dalam pergaulan sosial. Misalnya, seorang karyawan baru yang merasa tidak yakin dengan kemampuannya mungkin akan tampak menghindari percakapan dengan rekan-rekannya, yang akhirnya membuat mereka dianggap sombong atau tidak ramah. 

Di sekolah, seorang siswa yang pemalu mungkin memilih duduk sendiri di sudut kelas, bukan karena merasa lebih baik dari teman-temannya, tetapi karena rasa takut akan ditolak jika mencoba bergaul. Kesalahpahaman semacam ini bisa menyebabkan jarak emosional antara individu dan lingkungannya, yang pada akhirnya memperburuk rasa insecure yang sudah ada.

Dampak Kesalahpahaman pada Hubungan Sosial

Label "sombong" yang disematkan pada individu yang sebenarnya merasa insecure dapat memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan sosial mereka. Ketika seseorang yang merasa tidak percaya diri dianggap sebagai arogan atau tidak peduli, mereka mungkin merasa semakin terasing dan tidak diterima. 

Penilaian negatif ini tidak hanya memperburuk rasa ketidakamanan yang mereka rasakan, tetapi juga dapat menghambat kemampuan mereka untuk membangun hubungan yang sehat. Merasa dihakimi atau diasingkan sering kali membuat individu tersebut semakin menarik diri, memperburuk siklus ketidakpercayaan diri dan isolasi sosial.

Pengaruh dari kesalahpahaman ini pada interaksi sosial bisa sangat merugikan. Misalnya, seseorang yang dianggap sombong mungkin menjadi kurang berpartisipasi dalam kegiatan kelompok atau kesempatan sosial, karena takut akan penilaian lebih lanjut. 

Hal ini tidak hanya membatasi peluang mereka untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan orang lain, tetapi juga dapat menciptakan lingkungan sosial yang kurang inklusif. Dengan terus-menerus dihadapkan pada label yang tidak baik, individu tersebut mungkin mengalami penurunan semangat dan motivasi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesejahteraan mental mereka secara keseluruhan.

Cara Mengatasi dan Mencegah Kesalahpahaman

Bagi individu yang merasa insecure, ada beberapa cara untuk mengatasi kesalahpahaman dan membuka diri kepada orang lain. Pertama, penting untuk mencoba berbagi perasaan dan kekhawatiran dengan seseorang yang dapat dipercaya. Komunikasi terbuka dapat membantu mengurangi rasa ketidaknyamanan dan membuat orang lain lebih memahami latar belakang emosional Anda. 

Selain itu, mengambil langkah kecil untuk berpartisipasi dalam interaksi sosial---meski secara bertahap---dapat membantu membangun kepercayaan diri dan memperlihatkan bahwa sikap pendiam atau menjaga jarak bukanlah bentuk kesombongan, melainkan reaksi terhadap ketidakamanan.

Untuk orang lain yang berinteraksi dengan individu yang tampak sombong, penting untuk tidak terburu-buru menilai. Mengambil waktu untuk benar-benar memahami konteks dan perasaan di balik perilaku seseorang dapat membantu menghindari kesalahpahaman. Membangun empati dan memberi kesempatan kepada orang lain untuk menjelaskan diri mereka tanpa prasangka adalah kunci untuk membentuk hubungan yang lebih baik. 

Menyadari bahwa tidak semua orang menunjukkan rasa tidak percaya diri dengan cara yang sama dapat membantu menciptakan lingkungan sosial yang lebih inklusif dan suportif. Dengan pendekatan ini, interaksi sosial dapat menjadi lebih positif dan membangun, meminimalkan dampak negatif dari kesalahpahaman.

***

Akhirnya, kesadaran dan pemahaman yang lebih dalam mengenai perbedaan antara sikap sombong dan rasa insecure sangat penting dalam interaksi sosial kita. Sebelum kita cepat menilai atau menghakimi perilaku orang lain, mari kita berusaha untuk lebih peka terhadap perasaan dan latar belakang mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun